Apa sih alasan kamu minum jamu? Karena ingin sehat, warung jamunya yang viral, atau sekadar bikin konten medsos? Jika jawabanmu ya, yes, dan of course, maka kamu wajib datang ke Warung Bang Adut (Wardut).
Jadi, sore itu aku datang ke Wardut. Lokasinya ada di Pasar Lama Kota Tangerang, yang dikenal sebagai surganya kuliner. Buat kamu yang belum pernah ke Pasar Lama, kamu bisa naik kereta (commuterline) dan turun di Stasiun Tangerang. Dari stasiun, cukup jalan kaki saja karena jaraknya dekat.
Aku tahu Wardut karena pernah viral beberapa waktu lalu. Katanya, para pembeli harus rela ambil nomor antrean dulu. Ada yang datang sejak siang, padahal warungnya baru buka jam 4 sore. Bikin penasaran, seperti apa warung jamu ini!
Aku datang ke Pasar Lama naik sepeda motor, dari arah selatan. Begitu masuk Jalan Kisamaun, aku lihat para pedagang makanan mulai pasang tenda, meja, dan kursi.
Dari Kisamaun, aku belok ke kiri masuk ke Jalan Bhakti. Begitu ketemu pertigaan Klenteng Boen Tek Bio, belok lagi ke kanan melewati Museum Benteng Heritage, terus lurus sampai tiba di ujung jalan di sekitar Tugu Jam Pasar Lama.
Nah, aku sampai di Warung Bang Adut. Warung ini ada di dekat Tugu Jam, mepet di pinggir pagar gedung yang ada di sebelah barat tugu.
Wardut ini berupa sebuah gerobak kayu yang dicat kuning. Di sebelahnya, ada meja-kursi buat duduk para pembeli.
Aku tiba di lokasi ini jam 15.30, dan penjualnya masih mengatur barang dagangan. Pria muda berumur 20-an tahun itu sedang menata bahan-bahan jamu.
Ternyata, aku jadi pembeli pertama sore itu. Nggak ada antrean. Penjual berkaos hitam itu kemudian bertanya padaku, mau pesan jamu apa.
Aku lihat daftar menu jamu yang tertulis di salah satu sisi gerobak jamu. Ada kunyit asam, jahe merah, jamu untuk asam lambung, diabetes, keputihan, stamina, dan lainnya. Rata-rata harganya 15 ribu.
Jamu untuk stamina yang akhirnya kupilih, pakai telur bebek. Biar stamina nggak jadi stamini.
Setalah itu datang pembeli lainnya, seorang wanita. Ia memesan dua porsi jamu, dibungkus untuk dibawa pulang.
Sementara penjual itu melanjutkan menata dagangan, datanglah seorang pria dan wanita yang umurnya lebih tua, mungkin 40-50 tahunan. Mereka bertiga mempersiapkan warung yang sebentar lagi akan didatangi para pembeli.
Si pria muda itu kemudian menyalakan kompor dan merebus air. Pekerjaan menata barang dagangan dilanjutkan oleh wanita yang memakai baju dan jilbab berwarna toska. Sedangkan pria yang satu lagi mulai menyiapkan jamu pesanan.
Pria ini memakai kaos abu-abu, celemek hitam, dan sarung tangan karet berwarna ungu. Ia mengambil rimpang kunyit dan memarutnya.
Parutan kunyit ditambah dengan air hangat, lalu diaduk-aduk. Selanjutnya, diperas dan disaring airnya ke dalam gelas. Di dalam gelas itu juga ada bahan-bahan herbal yang lain.Â
Pesananku pun siap. Segelas besar jamu yang hangat dengan warna kuning kunyit dan aroma yang khas. Di dalamnya ada gula merah, kunyit putih, buah pinang, dan telur bebek.
Aku mulai mengaduk jamu, dan meminumnya sedikit demi sedikit. Rasanya khas, nggak terlalu pahit, dan sedikit amis karena ada telurnya.
Segelas jamu stamina harganya 15 ribu kalau nggak pakai tambahan telur. Karena aku pesan pakai telur, harganya jadi 20 ribu.
Menikmati jamu sambil menyaksikan secara langsung proses pembuatannya di Wardut, tentu menjadi hal menarik. Aku bisa mengenal beragam bahan jamu. Ada jahe, temulawak, kencur, kunyit, kunyit putih, jeruk, dan masih banyak lagi. Â
Di tempat lain, biasanya jamu sudah tersedia dalam bentuk air jamu yang dikemas dalam botol beling. Atau, dalam bentuk bubuk yang kemudian dicampur dengan air panas atau hangat.
Nah, bagi kamu yang ingin minum jamu tradisional serta melihat langsung cara bikinnya, datang saja ke Warung Bang Adut di Pasar Lama Tangerang. Â Lokasinya ada di Google Maps.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H