Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengangkat Pesona Danau Toba dengan Storynomics Tourism 4.0

25 September 2021   03:23 Diperbarui: 25 September 2021   03:33 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak kaki di Tomok, Samosir (dokumen pribadi)

Ada satu ritual yang saya lakukan setiap kali menjejakkan kaki di tempat baru. Saya akan memotret sepasang telapak kaki saya, berlatar belakang tempat tersebut. Salah satunya saat saya berkunjung ke Danau Toba pada Juni 2013.

Foto itu saya ambil di Tomok, saat baru saja berlabuh di Samosir setelah penyeberangan feri dari Parapat. Rupanya sudah 8 tahun berlalu, namun kenangan akan keelokan Danau Toba masih melekat kuat.  

Kunjungan ke Danau Toba

Solo traveling yang saya lakukan waktu itu berawal dari sebuah tiket promo pesawat Jakarta-Medan.  Berbekal informasi dari grup Facebook Backpacker Medan, saya pun membuat itinerary untuk kunjungan selama 3 hari.

Pesawat mendarat di Polonia sekitar jam 7.30 pagi. Juni 2013 menjadi bulan terakhir beroperasinya Polonia untuk penerbangan komersial. Sebulan kemudian, Bandara Internasional Kualanamu yang lebih besar dan modern telah menggantikannya.

Dari Polonia, saya menuju ke Terminal Amplas untuk naik bus menuju Parapat. Lima jam perjalanan saya habiskan dengan tidur di dalam bus. Tengah hari barulah saya sampai di Parapat, sebuah kota kecil berbukit yang cantik di tepi timur Danau Toba. Dari Parapat, saya naik feri menuju Tomok, Pulau Samosir.

Di atas feri dari Parapat ke Tomok (dokumen pribadi)
Di atas feri dari Parapat ke Tomok (dokumen pribadi)

Berlabuh di Tomok, saya lanjutkan perjalanan dengan mobil angkutan umum menuju Pangururan. Tomok berada di sisi timur Samosir, sementara Pangururan di sisi baratnya. Sepanjang perjalanan, tersaji pemandangan pedesaan yang hijau berlatar belakang Danau Toba yang berwarna kebiruan. Begitu menyejukkan mata.

Siang menjelang sore, saya tiba di Pangururan. Setelah mendapatkan penginapan, saya mengisi waktu dengan berjalan kaki menikmati suasana Pangururan. Salah satu tempat yang saya singgahi ialah Jembatan Tano Ponggol.

Jembatan sepanjang sekitar dua puluhan meter ini menghubungkan Pulau Samosir dengan daratan Sumatera. O, ya, saat ini jembatan tersebut tengah direnovasi. Panjang jembatan ini nantinya menjadi 294 meter, karena di bawahnya dibangun kanal lebar yang bisa dilalui kapal.

Hari kedua, di pagi hari. Saya menikmati sarapan di restoran penginapan yang berada langsung di tepi danau. Menunya sederhana saja, nasi goreng dan teh hangat. Namun, sarapan dengan suasana sejuk dan tenangnya Danau Toba pagi itu menjadi salah satu momen sarapan terbaik yang pernah saya nikmati.

Usai sarapan, saya berjalan kaki di sekitar penginapan yang berada di tepi danau. Tenang dan damai sekali. Sesekali saya bertemu dengan penduduk setempat, baik anak-anak maupun orang tua. Siang hari, saya checkout dan meninggalkan Pangururan untuk menuju Tongging.

Beberapa kali saya harus berganti naik mobil angkutan untuk tiba di Tongging. Dari Tongging, saya bisa memandang Danau Toba yang begitu luas menghampar di depan mata. Sementara di belakang saya, ada air terjun Sipiso-Piso.

Untuk menuju air terjun, saya harus berjalan kaki menuruni ratusan anak tangga. Sesampainya di bawah, saya begitu takjub dengan Sipiso-Piso yang tinggi dan debit airnya besar.  Usai berpuas menikmati Sipiso-Piso, perjalanan kembali menjadi berat karena harus melewati jalur mendaki. Dari Tongging, saya melanjutkan perjalanan ke Medan. Hari ke-3 saya habiskan dengan menjelajah kota terbesar ketiga di Indonesia ini, sebelum sore harinya kembali ke Jakarta.

Air terjun Sipiso-piso (dokumen pribadi)
Air terjun Sipiso-piso (dokumen pribadi)

Storynomics Tourism, Tren Pendekatan Promosi Pariwisata Saat Ini

Saya hanya sempat menikmati indahnya alam saat kunjungan ke danau terbesar di Asia Tenggara ini. Itu pun hanya di beberapa titik saja. Padahal, Danau Toba punya beragam pesona lainnya. Selain alamnya yang indah, danau vulkanik yang menjadi salah satu Destinasi Super Prioritas (DSP) ini punya pesona budaya dan sejarah yang menakjubkan.  

Promosi wisata perlu pendekatan yang sejalan dengan perkembangan zaman. Mengangkat pesona DSP Toba menggunakan kekuatan budaya dan sejarah yang dimilikinya, akan membuat promosi lebih bernyawa. Pendekatan semacam ini dikenal dengan storynomics tourism, yang kini menjadi gaya baru dalam promosi pariwisata.

Storynomics tourism membantu membangun interpretasi dan imajinasi wisatawan akan sebuah objek wisata. Untuk DSP Toba, storynomics tourism bisa berangkat dari legenda lokal dan sejarah supervolcano Toba yang pernah menghancurkan peradaban manusia.

Dalam folklore setempat, Danau Toba bermuasal dari kisah pemuda bernama Toba. Saat memancing di sungai, Toba mendapat ikan mas dengan sisik berkilauan. Toba membawa pulang ikan mas cantik ini untuk dipelihara.

Sang ikan kemudian menjelma menjadi putri rupawan. Toba jatuh hati, dan menikahinya. Sang putri mengajukan syarat agar Toba merahasiakan asal-usulnya. Mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama Samosir.

Suatu hari, Samosir mengantarkan makanan kepada Toba yang tengah bekerja di ladang. Karena lapar, di tengah perjalanan Samosir memakan bekal tersebut. Ketika tiba kepada ayahnya, Samosir memberikan bekal yang sudah kosong.

Toba menjadi marah. Dalam amarah, Toba berteriak bahwa Samosir adalah anak ikan. Langit tiba-tiba menjadi gelap, lalu hujan deras turun berhari-hari lamanya. Hingga terbentuklah danau besar (Danau Toba) dan pulau di tengahnya (Pulau Samosir).

Danau Toba dilihat dari Tongging (dokumen pribadi)
Danau Toba dilihat dari Tongging (dokumen pribadi)

Sementara dari segi geologis, Danau Toba terbentuk dari letusan super dahsyat. Letusan Gunung Api Purba Toba terjadi 74.000 tahun lalu, menyebabkan bagian tengah gunung menjadi ambles dan membentuk kaldera Toba. Selain itu, sebagian tanah terjungkit sehinga terbentuk Pulau Samosir. Kaldera Toba tertutup bebatuan beku yang kemudian cair dan membentuk danau.

Letusan Gunung Api Purba Toba memuntahkan material vulkanik yang menyebabkan populasi manusia di bumi menyusut hingga 60% dan diikuti terganggunya mata rantai makanan. 

Letusan ini juga membuat spesies Homo Sapiens hampir punah. Migrasi manusia modern juga terhenti, karena Homo Sapiens terisolasi di suatu tempat di Afrika. Kini hasil letusan itu membentuk sebuah Danau Toba dengan panjang 100 km, lebar 30 km, kedalaman 500 meter dengan ketinggian permukaan 900 meter.

Hadirnya storynomics tourism dapat menarik lebih banyak wisatawan datang ke DSP Toba dengan segala cerita dan sejarah besar yang dipunyainya ini. Wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alamnya, tetapi juga tertarik untuk menelisik lebih lanjut mengenai cerita besar di balik Heritage of Toba. Jika keindahan alam bisa memuaskan mata, maka legenda dan sejarah geologis Heritage of Toba mampu menancapkan kesan kuat ke dalam hati.

Tourism 4.0, Adaptasi terhadap Perilaku yang Semakin Digital

Traveler yang didominasi oleh milenial memiliki perilaku yang sangat digital. Wajar saja, mereka adalah generasi yang sejak kecil sangat dekat dengan teknologi digital.

Dalam perilaku sehari-hari, milenial tak pernah lepas dari teknologi digital. Pun dalam berwisata, mereka akan memanfaatkan gawai dan internet. Karenanya, diperlukan tourism 4.0 untuk menjaring kelompok yang jumlahnya semakin besar serta pengaruhnya semakin kuat ini.

Keberadaan platform dan infrastruktur teknologi 4.0 menjadi vital untuk pariwisata masa kini. Kaum milenial memerlukannya untuk inspirasi berlibur, melakukan riset dan perencanaan liburan, memesan pesawat dan hotel, saat berada di airport, tiba di destinasi dan menikmatinya, hingga setelah liburan selesai. Tourism 4.0 akan meningkatkan value sebuah liburan atau wisata.

Jembatan Tano Ponggol tahun 2013 (dokumen pribadi)
Jembatan Tano Ponggol tahun 2013 (dokumen pribadi)

Pendekatan storynomics tourism dan penerapan tourism 4.0 perlu diterapkan dalam mempromosikan Wonderful Indonesia, salah satunya Danau Toba, ke level dunia. Investasi yang dibutuhkan mahal, namun manfaatnya untuk jangka panjang.

Pemerintah melalui departemen terkait telah dan sedang melakukannya secara berkesinambungan. Mulai dari pembangunan digital maupun fisik. Pembangunan digital berupa infrastruktur teknologi dan SDM.

Pembangunan fisik seperti Bandara Internasional Kualanamu dan Bandara Internasional Sisingamangaraja XII yang membuat wisatawan semain dekat menuju DSP Toba. Juga renovasi Jembatan Tano Ponggol yang di bawahnya dibangun kanal lebar agar bisa dilalui kapal.

Pembangunan fisik lain yang diperlukan misalnya hotel, restoran, atau gedung pertemuan berkapasitas besar. Sehingga, acara-acara meeting, incentive, conference, dan exhibition (MICE) bisa dilakukan sembari berwisata. Dengan demikian, wisatawan bisa melaksanakan MICE di Indonesia Aja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun