Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

PON XX Papua: Mentari Harapan Baru dari Timur

28 Juli 2021   22:24 Diperbarui: 28 Juli 2021   22:57 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1985, aku tak ingat harinya. Mungkin sekitar Juli, karena aku baru saja masuk kelas 1 SD di Pati, Jawa Tengah. Pagi-pagi benar aku mandi. Lalu diajak bapak menuju ke Jalan Pemuda, tak jauh dari rumah.

Sampai di lokasi, sudah ada beberapa orang. Tua, muda, bahkan anak-anak sepertiku. Makin lama makin banyak jumlahnya. Ada yang berdiri sambil mengobrol. Ada yang duduk di rel kereta api. Kelak rel ini ditimbun aspal karena jalur kereta di kotaku dinonaktifkan.

Kami menunggu datangnya cahaya dari arah timur. Ada rombongan spesial yang mengarak api PON (Pekan Olahraga Nasional) melintasi kota Pati, untuk kemudian dibawa ke Jakarta. Arak-arakan api PON ini boleh dibilang peristiwa besar untuk orang-orang kampung seperti kami waktu itu. Aku sendiri mendengar kabar ini sudah ramai dibicarakan beberapa hari sebelumnya.

Rombongan pembawa api mendekat. Orang-orang yang sebelumnya duduk, berdiri menyambutnya. Pandanganku agak terhalang. Dari celah-celah mereka aku sekilas melihat seperti apa rupa api PON itu. Orang-orang kemudian membubarkan diri sementara api  PON terus bergerak ke barat.

Momen menunggu rombongan api PON 1985 menjadi perkenalan pertamaku dengan PON. Momen ini menjadi awal kecintaanku terhadap olahraga nasional.

Tahun ini Pekan Olahraga Nasional kembali diselenggarakan, sejak pertama kali diadakan di Solo tahun 1948. Tanggal 9 September yang menjadi hari pembukaan PON I ini kemudian ditetapkan sebagai hari olahraga nasional. PON 1948 menjadi tonggak sejarah persatuan olahraga nasional.

Penyelenggaraan PON I bak mentari harapan baru bagi republik ini yang masih berusia muda. PON menjadi upaya meyakinkan dunia. Bahwa Republik Indonesia benar-benar ada. Benar-benar memiliki pemerintahan. Dan benar-benar didukung rakyat. Tanpa adanya pemerintahan dan dukungan olahraga, tidak mungkin ada kegiatan olahraga nasional.

Tahun 2014 lalu Provinsi Papua ditunjuk menjadi tuan rumah even caturwarsa ini. Even multicabang olahraga seperti PON butuh persiapan besar. Seperti stadion, venue olahraga, dan persiapan infrastruktur lainnya. Pembangunan infrastruktur di Papua cukup pesat sejak penunjukan tersebut. Salah satunya Stadion Papua Bangkit yang berdiri sangat megah dengan latar pegunungan hijau yang indah.

PON menjadi momentum pembangunan Papua. Keberadaan stadion dan venue olahraga di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke membuktikan bahwa Papua selain memiliki potensi alam dan budaya yang kaya, juga punya kapasitas untuk menghelat even olahraga nasional.

Olahraga juga melibatkan orang-orang hebat. Di PON XX, Gubernur Lukas Enembe adalah orang hebat yang telah membangun infrastruktur untuk persiapan PON. Sangat tepat jika Indonesian Development Monitoring (IDM) Instute memberikan beliau gelar Bapak Pembangunan Olahraga Papua. Sangat tepat pula nama beliau ditetapkan menjadi pengganti nama Stadion Papua Bangkit. Tanggal 23 Oktober 2020 Stadion Lukas Enembe diresmikan.

Sumber: Kemeterian PUPR
Sumber: Kemeterian PUPR

Papua pun melahirkan orang-orang hebat lainnya di dunia olahraga. Waktu kecil aku mengenal ada nama besar Rully Nere. Ia adalah gelandang timnas sepakbola yang begitu piawai menggiring si kulit bundar. Ia ikut sukses membawa Indonesia meraih medali emas sepakbola SEA Games 1987.

Aku ingat waktu itu Indonesia mengalahkan Malaysia di partai final di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Gol tunggal kemenangan timnas dicetak oleh almarhum Ribut Waidi, pemain dari Pati. Bola menyusur tanah yang disepak Ribut  tak mampu ditangkap oleh kiper dari negeri jiran.  120 ribu  penonton di SUGBK bersorak menyambut gol itu. Sementara di kampung kecil berjarak 500 kilometer dari Jakarta, aku bersorak menyaksikan kemenangan timnas dari layar tv hitam putih.

Setelah SEA Games 1987 dan 1991, hingga kini Indonesia belum pernah lagi menjadi juara sepakbola di Asia Tenggara. Bahkan ketika aku berkesempatan melihat secara langsung final sepakbola SEA Games 1997 di Jakarta, Indonesia kalah adu penalti dari Thailand. Dalam dua dasawarsa terakhir, gelar juara umum SEA Games menjadi barang langka yang sulit direbut oleh Indonesia. Sangat disayangkan!

Selain Rully, nama-nama lain dari Papua juga memiliki sumbangsih besar terhadap olahraga nasional. Seperti Lisa Rumbewas, Boaz Salossa, dan nama lain. Mereka atlet-atlet perkasa yang lahir dan ditempa secara fisik dan mental oleh gunung, bukit, lembah, danau, dan laut di Papua.

Februari 2020 lalu, Menpora memastikan Papua siap menyelenggarakan PON XX ini. PON kali ini menjadi perpaduan olahraga, keindahan alam, dan budaya Papua. Aku berandai-andai bisa melihat secara langsung PON ke-20 ini. Menyaksikan sendiri betapa serunya duta-duta terbaik olahraga nasional bertanding dan berlomba. Pun melihat kemegahan Stadion Lukas Enembe dan Jembatan Youtefa, serta keindahan Lembah Baliem, Danau Sentani, dan Teluk Cendrawasih.

Dua satwa asli Papua menjadi maskot PON. Ada Drawa si burung cendrawasih, dan Kangpho si kangguru pohon. Cendrawasih dijuluki burung surga karena warna-warni bulunya yang indah. Sementara kangguru pohon punya warna bulu yang menarik, coklat muda dan kuning keemasan.

Namun, PON XX harus diundur karena pandemi. Seperti even besar Piala Eropa dan Olimpiade 2020, PON XX juga mundur ke tahun 2021. Sebanyak 37 cabang olahraga dipertandingkan dan dilombakan pada 2-15 Oktober nanti.

PON XX berbeda dan spesial karena dilaksanakan di tengah pandemi. Tentunya ada tantangan besar dalam pelaksanaan ajang olahraga nasional terbesar pertama di tengah pandemi ini.

Tantangan pertama yaitu kesehatan. Setiap orang yang terlibat dalam ajang ini harus divaksinasi. Atlet, tim ofisial, wasit, panitia, volunteer, keamanan, staf hotel dan penginapan, semua yang terlibat secara langsung di PON XX harus sudah mendapat vaksin Covid-19. Jangan sampai PON menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Kita bisa belajar dari penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 yang tengah berlangsung.

Kedua, tantangan keamanan. Isu-isu keamanan yang melibatkan TNI-Polri dan kelompok bersenjata beberapa waktu lalu, tidak boleh terjadi. Harus ada jaminan keamanan, sehingga setiap atlet bisa bertanding dengan rasa tenang.

Ketiga, tantangan sosial. Even berskala besar memiliki dampak bagi masyarakat lokal. PON Papua bisa memberi dampak positif bagi masyarakat, pelaku budaya dan pariwisata, UMKM, dan pelaku bisnis lain di Papua. Namun dengan adanya pandemi yang belum usai, perlu kerja keras untuk mengatur bagaimana agar masyarakat Papua bisa berpartisipasi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Terakhir, tantangan prestasi. PON XX bukan hanya sebagai ajang untuk menentukan provinsi mana yang paling banyak meraup medali. Lebih dari itu, PON Papua mampu melahirkan atlet-atlet berprestasi yang nantinya bisa mengharumkan nama Indonesia di level regional hingga internasional.

Bukan perkara mudah, namun tidak berarti tak mungkin dilakukan. Perlu kerja keras dan dukungan dari semua pihak. Sebesar apa pun tantangan yang dihadapi, optimisme harus kita miliki.

Keberhasilan menjawab setiap tantangan tersebut akan menjadikan PON Papua sebagai mentari harapan baru dari timur. Jika PON I berhasil menjadi ajang untuk membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia benar-benar ada, maka suksesnya PON XX akan membuktikan bahwa Indonesia bisa melaksanakan even olahraga besar di tengah pandemi.

Lebih dari itu, PON XX menjadi mentari harapan dari timur, di mana akan lahir putra-putri bangsa berprestasi dunia. Kita semua harus optimis akan ada Rully, Lisa, Boaz baru yang muncul dari PON Papua ini. Kita pasti bisa meraih lagi medali emas sepakbola dan menjadi juara umum di Asia Tenggara, dan bisa berbicara lebih banyak di level Asia dan dunia.

Torang Bisa!

***

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun