Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengunjungi Tiga Museum di Jakarta, Menapak Tilas Sejarah Kemerdekaan Indonesia

31 Agustus 2018   03:22 Diperbarui: 31 Agustus 2018   10:14 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana belajar di STOVIA (dok. pribadi)

Sabtu pagi itu, 25 Agustus 2018, kami dari komunitas Clickompasiana bergabung dengan komunitas jelajah budaya berkumpul di Tugu Proklamasi dalam acara napak tilas kemerdekaan 2018. Agendanya adalah mengunjungi 3 museum yang berlokasi tidak jauh dari Tugu Proklamasi di kawasan Menteng.

Museum pertama yang saya kunjungi adalah Museum Kebangkitan Nasional yang terletak di Jalan Abdurrahman Saleh No.26 Jakarta Pusat, tidak jauh dari RSPAD Gatot Subroto. Bangunan bercat putih tersebut didirikan sejak tahun 1899 merupakan tempat lahirnya organisasi pergerakan modern pertama kali dengan nama Boedi Oetomo.

Sebuah deretan tulisan "School tit Opleiding van Inlandsche Arsten" terpampang di atas pintu masuk gedung. STOVIA, demikian singkatan dari tulisan tersebut, tak lain adalah sekolah kedokteran sekaligus asrama siswa pada masa penjajahan Belanda.

Gedung STOVIA (dok. pribadi)
Gedung STOVIA (dok. pribadi)
Sebelumnya STOVIA adalah sebuah sekolah dokter dengan nama Sekolah Dokter Jawa yang yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreeden atau yang sekarang disebut Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Karena jumlah pelajar terus meningkat, maka dibangunlah gedung STOVIA ini.

Awal mula STOVIA didirikan karena maraknya wabah penyakit kulit seperti cacar yang mematikan, di Purwokerto, Jawa Tengah. Pada saat itu sekitar sepertiga dari warga Indonesia terinfeksi penyakit kulit tersebut. Pelajar yang lulus dari STOVIA dikirim ke berbagai daerah untuk membantu masyarakat.

Suasana belajar di STOVIA (dok. pribadi)
Suasana belajar di STOVIA (dok. pribadi)
Di museum ini kita bisa melihat diorama berupa patung-patung yang menggambarkan suasana belajar pada saat itu. Selain itu ada peralatan medis tradisional yang digunakan untuk kegiatan praktikum. Di salah satu ruang yang cukup luas terdapat sejumlah ranjang atau tempat tidur untuk pasien.

Museum kedua yang saya kunjungi adalah Museum Joang 45 yang terletak di kawasan Menteng. Pada masa dahulu sekitar tahun 1930-an daerah tersebut merupakan hutan yang banyak ditumbuhi pohon menteng.

Daerah ini merupakan tanah milik orang Arab yang kemudian dibeli oleh pemerintah Hindia Belanda untuk dijadikan pemukiman orang-orang Belanda. Seiring perkembangan kita Batavia, pada tahun 1938 dibangun sebuah hotel bernama Hotel Schomper.

Museum Joang 45 (dok. pribadi)
Museum Joang 45 (dok. pribadi)
Pada waktu Belanda menyerah kepada Jepang tahun 1942, gedung tersebut diambil alih dan diserahkan kepada jawatan propaganda Jepang (Sendebu). Sejak Juli 1942 oleh Sendebu diserahkan kepada pemuda untuk tempat pendidikan para pemuda, menyokong pemerintah Jepang di Indonesia.

Jepang membolehkan gedung ini dipergunakan mendidik para pemuda dalam menyongsong kemerdekaan. Jepang bermaksud mendidik para pemuda Indonesia untuk menjadi kader demi kepentingan Asia Timur Raya, namun berhasil dibelokkan oleh para pemimpin Indonesia yang ditugaskan menjadi guru di tempat ini dengan menanamkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Gambaran perjuangan tahun 1945-an (dok. pribadi)
Gambaran perjuangan tahun 1945-an (dok. pribadi)
Di Museum Joang 45 ini dapat dilihat jejak perjuangan kemerdekaan RI dengan koleksi benda-benda peninggalan para pejuang Indonesia seperti mobil dinas resmi Presiden dan Wakil Presiden RI Pertama (REP 1 dan REP 2).

Kita juga bisa melihat koleksi foto-foto dokumentasi dan lukisan yang menggambarkan perjuangan sekitar tahun 1945-1950-an. Beberapa tokoh perjuangan seperti Ahmad Soebardjo,  Sukarni, Chaerul Saleh, dan Adam Malik ditampilkan dalam bentuk patung-patung dada.

Selanjutnya saya berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang juga berlokasi di Menteng, tidak jauh dari Taman Suropati. Bangunan museum ini pada tahun 1945 adalah kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda.

Rumah Laksamana Muda Maeda (dok. pribadi)
Rumah Laksamana Muda Maeda (dok. pribadi)
Pada 16 Agustus 1945, Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Subardjo diterima Laksamana Muda Tadashi Maeda di kediamannya. Mereka menjelaskan kepada Maeda tentang akan diadakannya pertemuan untuk persiapan menjelang Indonesia Merdeka.

Menjelang dini hari sekitar pukul 03.00 WIB tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Subardjo memasuki ruang makan. Bung Karno mempersiapkan draft naskah proklamasi, sedangkan Bung Hatta dan Ahmad Subardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.

Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi (dok. pribadi)
Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi (dok. pribadi)
Setelah konsep yang disusun mereka bertiga disetujui hadirin, Bung Karno meminta Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi ditemani BM. Diah. Kemudian Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah tersebut di atas piano yang terletak di bawah tangga menuju lantai 2.

Konsep naskah proklamasi dibawa ke serambi muka di mana para hadirin telah menunggu. Bung Karno membacakan secara perlahan dan berulang-ulang dan beliau bertanya kepada para hadirin tentang setuju atau tidak terhadap rumusan itu.


***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun