(Gambar: kompas.com)
Penemuan sebuah teknologi baru akan selalu membawa dua dampak, positif dan negatif. Dua dampak yang berseberangan tersebut tentu bergantung pada bagaimana orang menggunakan teknologi.Â
Ketika seorang pandai logam berkebangsaan Jerman bernama Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg berhasil menciptakan mesin cetak pada tahun 1450-an, maka penemuan ini telah berjasa dalam memperkuat demokrasi di benua Eropa. Namun mesin cetak juga dipakai untuk menyebarkan fasisme oleh Nazi melalui surat kabar yang diterbitkannya.
Demikian pula dengan radio yang ditemukan oleh fisikawan Italia bernama Guglielmo Marconi, alat pemancar ini berperan dalam penyelamatan para penumpang kapal Titanic yang tenggelam pada tahun 1912.Â
Radio bahkan berperan juga untuk menyelamatkan demokrasi di Amerika Serikat pada era presiden Franklin Delano Roosevelt. Namun sebaliknya, radio pulalah yang digunakan oleh Joseph Goebbels, propagandis Hitler, untuk menyebar kebencian dan fasisme.
Hal serupa juga terjadi dengan internet. Teknologi ini lahir dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada 1969. Dari sebuah badan yang paling ketat soal perkara pembatasan, internet telah menjadi sebuah media yang justru bersifat bebas tanpa batas.Â
Sebagai teknologi yang mengusung filosofi kebebasan, internet menjadi oksigen dan nafas demokrasi untuk menyuarakan kebebasan berpendapat. Namun di sisi lainnya, atas nama kebebasan berpendapat jugalah kini marak pemberitaan yang bersifat negatif baik berupa kabar bohong (hoaks) maupun ujaran kebencian.
Internet dan "anak kandung"-nya yang bernama media sosial memiliki dampak di berbagai bidang kehidupan manusia, baik dampak positif maupun negatif. Di bidang ekonomi misalnya, perusahaan Go-Jek, Traveloka atau Tokopedia telah memanfaatkan internet dan mampu memberikan dampak positif tidak hanya bagi perusahaan tapi juga bagi masyarakat.Â
Atau beberapa waktu lalu ketika Lalu Muhammad Zohri menjadi juara dunia di Tampere, kabar tersebut dengan cepat tersebar melalui media mainstream dan media sosial dan menjadi sebuah gegap gempita yang mampu menaikkan kebanggaan dan optimisme kita sebagai bangsa Indonesia.
Lebih jauh lagi, media sosial juga memberikan peran dalam perubahan politik sebuah negara. Fenomena "Arab Spring" yang meledak beberapa tahun lalu membuktikan bagaimana media sosial mampu membawa perubahan politik. Media sosial menghadirkan suara-suara individu, yang tidak mungkin muncul dalam pemberitaan media-media mainstream.
Di sisi lain, dampak negatif juga bisa timbul dari internet dan media sosial. Melalui media sosial pula kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bisa menyebarkan ideologi dan teror ke seantero dunia, termasuk Indonesia. Bahkan ajang Piala Dunia 2018 di Rusia yang semestinya bebas dari unsur ideologi dan politik, sempat mendapatkan ancaman teror dari ISIS.