Argentina, lebih khusus lagi tim nasional sepakbola Argentina, mempunyai tempat tersendiri di hati penggemar sepakbola. Apalagi saat ajang Piala Dunia berlangsung, nama Argentina selalu muncul menjadi favorit, tidak hanya bagi warga Argentina tetapi juga warga dunia lainnya.
Pun bagi saya, Argentina menjadi tim nasional yang menjadi favorit sejak perkenalan dan jatuh cintanya saya kepada dunia sepakbola yang bermula pada gelaran Meksiko 1986. Sang superstar Diego Maradona menjadi magnet tersendiri pada piala dunia kala itu.
Kemenangan dramatis 3-2 atas Jerman Barat pada partai puncak seakan menjadi sihir yang membuat seorang penggemar bola mula-mula seperti saya akan menjadikan Maradona dan Argentina sebagai idola sepakbola. Tidak ada yang bisa melebihi Argentina, begitu kata hati saya saat itu.
Empat tahun kemudian pada Piala Dunia Italia 1990, Argentina kembali bersua dengan Jerman Barat di final. Pertandingan berakhir untuk kemenangan Jerman Barat 1-0. Masih lekat ingatan saya, pada layar televisi hitam putih yang menampilkan sosok Maradona menangis sedih setelah pertandingan.
Saya juga merasa sedih saat itu dan sempat menjadikan tim nasional Jerman sebagai tim yang saya benci. Kebencian itu berlangsung hingga beberapa tahun, sebelum akhirnya benar-benar sirna seiring dengan bertumbuhnya nalar yang akhirnya bisa mengalahkan cinta mati dan fanatisme kanak-kanak saya.
Berjalannya waktu, beberapa Piala Dunia juga berlangsung. Argentina masih menyisakan sedikit ruang di hati saya sebagai tim favorit meskipun pikiran saya menilai tim-tim besar lainnya memiliki kans juara. Ya, perasaan dan logika memang kadang tidak sejalan.
Piala Dunia 2018 di Rusia, sejak pertandingan pertama fase grup, logika saya menyatakan bahwa Argentina tidak akan bisa tampil di final apalagi menjadi juara. Namun lagi-lagi, saya masih menyisakan 'hati' untuk Tim Tango.
Pada pertandingan pertama 16 besar di Kazan Arena, Argentina bertemu tim kuat Perancis. Logika saya memilih Perancis yang akan menang, sementara hati saya tetap memihak Argentina.Â
Pertandingan berlangsung sangat menarik. Kedua tim silih berganti melakukan serangan. Hasil akhir pertandingan sudah kita ketahui, 7 gol tercipta di mana 4 di antaranya menjadi milik Perancis.
Hasil akhir 4-3 ini kembali mengubur mimpi Messi cs menjadi kampiun Piala Dunia. Sedih, kecewa, dan tangis terlihat di wajah para pemain dan pendukung Argentina karena kekalahan tim yang didukungnya.
Lagu "Don't cry for me, Argentina" seolah menjadi soundtrack yang sangat pas untuk kekalahan tersebut. Entah secara kebetulan atau tidak, skor 4-3 bisa menggantikan kata 'for me' dalam lagu tersebut. Angka 4 dan kata 'for' dalam bahasa Inggris mirip pengucapannya, dan angka 3 dalam notasi lagu diucapkan dengan 'mi'.