Dari Prambanan, peserta lari kemudian keluar menuju jalan-jalan perkampungan yang lebarnya hanya sekitar 5 meter. Sempitnya jalur ini membuat jalur cukup padat dan hanya bisa menampung 3-4 pelari dalam posisi sejajar atau berdampingan. Perlu kewaspadaan terhadap kondisi rute yang tidak rata, ditambah beberapa tempat yang penerangannya kurang.
Delapan kilometer pertama terhitung cukup mudah untuk saya tempuh. Namun mulai KM 8 hingga KM 18, jalur mulai menanjak. Berlari dan berjalan kaki menjadi cara yang saya pilih untuk menghemat tenaga sepanjang 10 kilometer tersebut. Kondisi yang masih pagi dengan suhu yang belum panas sangat membantu kenyamanan berlari.
Sambutan warga yang memberikan suntikan semangat kepada pelari perlu diapresiasi. Di KM 10 di Dukuh Sempu, Sleman penduduk setempat memberikan sambutan dengan pertunjukan budaya berupa atraksi gamelan Jawa. Sebuah pertunjukan yang menarik dan bisa memberikan semangat bagi pelari lambat seperti saya yang berjuang melawan jalur mendaki.
Jalur mendaki sepanjang 10 kilometer cukup melelahkan. Otot-otot paha dipaksa bekerja lebih berat untuk melewatinya. Beruntung saya tidak mengalami masalah serius pada kaki, meskipun rasa pegal harus saya alami lebih awal dibandingkan saat mengikuti marathon lain yang mengambil jalur jalan raya perkotaan yang relatif datar. Beberapa peserta terlihat mengalami kram pada otot kaki. Peserta lain atau tim medis secara sigap memberikan pertolongan.Â
Selepas KM 18, jalur berbelok ke arah  timur dan selatan. Jika sebelumnya melewati jalanan mendaki, kini berubah menurun. Jalur menurun memang lebih ringan ditempuh, namun otot lutut dan pergelangan kaki perlu bekerja lebih untuk menahan berat badan. Dengan kondisi jalur sebelumnya yang sudah menguras stamina, saya tetap memilih cara berlari dan berjalan untuk melanjutkan lomba.
Kelelahan otot pada bagian paha dan pergelangan kaki membuat saya beberapa kali berhenti untuk melakukan peregangan. Sempat saya minta bantuan tim medis memberikan es batu untuk mengompres kedua paha saya, sehingga saya bisa melanjutkan lari. Sebuah pos medis di KM 26 menjadi perhentian saya berikutnya.
Keputusan ini membuat saya tidak bisa menyaksikan keindahan jalur lomba berikutnya dengan pemandangan beberapa candi. Keindahan tersebut memang baru bisa dilihat setelah KM 30 ke atas. Ya sudahlah, saya belum beruntung. Semoga masih ada kesempatan bagi saya untuk mengulang lagi tahun depan.