Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyusuri Desa Wisata Tembi

18 Februari 2017   01:06 Diperbarui: 5 Mei 2020   00:22 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omah Tembi Homestay (dokumentasi pribadi)

Lalu lintas di jalan raya Parangtritis ramai lancar pada hari minggu siang itu. Saya berada di dalam shuttle bus bersama rombongan peserta lari yang hendak kembali dari venue lomba Pantai Depok menuju Malioboro, seusai mengikuti Coast to Coast Night Trail Ultra Run yang dimulai pada pada Sabtu malam dan selesai Minggu siang. Kondisi tubuh yang kelelahan membuat sebagian besar peserta tertidur cukup nyenyak.

Di KM 8.5, saya turun dari bus. Saya menunggu beberapa menit di emperan rumah warga di pinggir jalan, hingga akhirnya sebuah becak motor melintas dan saya hentikan. Sebuah nama homestay saya sebut, namun bapak pengemudi becak motor tidak mengetahui secara persis lokasi homestay. Dengan bantuan Google Maps di gawai yang saya aktifkan, kami masuk ke jalan desa dan tiba di lokasi yang berjarak 500-an meter saja dari jalan raya. Omah Tembi Homestay tempat saya menginap berada di kawasan Desa Wisata Tembi. Tepatnya di Dusun Tembi, Desa Timbulharjo, Sewon Bantul yang berada di timur jalan raya Parangtritis. 

Omah Tembi Homestay (dokumentasi pribadi)
Omah Tembi Homestay (dokumentasi pribadi)
Bangunan khas jawa menjadi ciri utama homestay. Rumah beratap limasan dengan dinding dan pintu kayu berpelitur warna coklat. Sebuah teras berada di bagian depan memiliki seperangkat meja dan kursi yang juga berbahan kayu berwarna coklat. Sebuah gentong tanah liat berada di pojok teras, yang difungsikan sebagai tempat sampah. Lantai dari ubin berukuran 20 x 20 sentimeter berwarna kelabu, yang sering digunakan pada rumah-rumah desa tahun 80-an. Masuk ke bagian dalam, ada juga dua kursi dan sebuah meja kayu. Di belakangnya ada sebuah tempat tidur dengan seprei berwarna putih. Saya segera membersihkan tubuh di kamar mandi, lalu membaringkan diri untuk melunasi hutang tidur sejak hari Sabtu kemarin.

Dering telepon membuat saya terbangun. Resepsionis memberitahu bahwa welcome drink sudah disiapkan di teras. Hari sudah gelap, hampir jam 7, dan hujan turun menjemput malam. Saya memesan ke resepsionis seporsi bakmi jawa godog untuk makan malam karena cuaca yang kurang memungkinkan untuk pergi ke luar penginapan. Dan Minggu malam itu wedang uwuh dan bakmi godog menjadi menu ternikmat, sementara hujan dan suara kodok yang terdengar dari sawah di sebelah penginapan makin menyempurnakan kesyahduan. 

Nikmatnya wedang uwuh (dokumentasi pribadi)
Nikmatnya wedang uwuh (dokumentasi pribadi)
Suara hujan sudah tak terdengar meski langit mendung masih menghiasi Senin pagi. Saya bergegas keluar kamar untuk melihat-lihat suasana Tembi. Di seberang jalan depan homestay terhampar sawah dengan tanaman padi yang masih berwarna hijau segar. Deretan huruf berukuran besar berwarna putih menjadi latar belakangnya. Sebuah saung atau gazebo dari kayu berada di tengah sawah. Seorang pria dewasa bersama tiga anak kecil sedang bersantai di dalam gazebo, menikmati kesegaran pagi a la Tembi.

Hijaunya menyegarkan pandangan (dokumentasi pribadi)
Hijaunya menyegarkan pandangan (dokumentasi pribadi)
Saya beranjak dari tempat tersebut, berjalan kaki menyusuri jalan desa yang sehari sebelumnya saya lalui saat saya diantar oleh becak motor dari jalan raya Parangtritis menuju homestay. Tak jauh dari homestay, sekira lima puluhan meter saja, ada Rumah Gamelan. Sayang sekali tempat ini masih tertutup pintunya pagi itu. Melalui kaca jendela, saya melihat di dalam ruangan terdapat seperangkat gamelan jawa. Sayang sekali, belum ada aktivitas di sini. Saya melanjutkan perjalanan berkeliling desa.

Rumah Gamelan (dokumentasi pribadi)
Rumah Gamelan (dokumentasi pribadi)
Beberapa kali saya berjumpa warga, lalu tegur sapa dalam bahasa Jawa terjadi di antara kami. Rumah-rumah warga di Tembi sebagian besar masih mempertahankan model jawa dengan atap berbentuk joglo dan limasan, sementara bagian dinding ada yang terbuat dari papan atau kayu dan ada pula yang permanen dari tembok bata. Pohon-pohon seperti mangga, melinjo, rambutan, jambu atau nangka, juga kandang ayam banyak ditemui di pekarangan rumah warga. Banyak warga yang menyewakan kamar atau rumahnya untuk pengunjung yang datang ke Tembi.

Monumen Gempa (dokumentasi pribadi)
Monumen Gempa (dokumentasi pribadi)
Sumur dan dinding yang terdampak gempa (dokumentasi pribadi)
Sumur dan dinding yang terdampak gempa (dokumentasi pribadi)
Di perempatan desa, saya berhenti sejenak melihat papan bergambar peta Tembi dan berawal dari peta ini saya mulai mendatangi lokasi-lokasi yang ada.  Lokasi pertama yang saya kunjungi adalah monumen gempa yang diperuntukkan untuk mengenang gempa yang melanda Yogyakarta satu dekade silam. Monumen ini berupa satu rumah warga yang sudah hancur yang sengaja dibiarkan tidak dibangun kembali. Sebuah papan bertulis "Monumen Gempa" dalam posisi terbalik, sementara di belakangnya ada bekas bangunan dengan sedikit dinding tersisa. Tumbuhan liar nampak di antara puing bangunan.

Berikutnya saya mengunjungi galeri batik. Rumah yang difungsikan sebagai galeri berada di sisi kanan, sementara di sisi kirinya ada sebuah ruang terbuka di mana pagi itu tiga wanita terlihat sedang mulai membatik. Masuk ke bagian dalam rumah di sisi kanan, bermacam lukisan indah di atas kanvas dipajang di galeri ini. Tentunya lukisan ini untuk dijual. Saya mencoba melihat sticker kecil yang ditempelkan di dekat setiap lukisan. Lukisan berukuran besar 1x2 meter bisa seharga 2-3 juta rupiah, sementara lukisan kecil ratusan ribu rupiah. 

Sedang membatik (dokumentasi pribadi)
Sedang membatik (dokumentasi pribadi)
Galeri Lukisan (dokumentasi pribadi)
Galeri Lukisan (dokumentasi pribadi)
Dari galeri saya melanjutkan berkeliling desa. Namun tak lama kemudian gerimis mulai turun, padahal masih ada beberapa tempat menarik yang belum saya kunjungi. Saya bergegas kembali menuju ke homestay tempat saya menginap, kemudian pada tengah hari saya check out dan meninggalkan Tembi. Meski cuma sehari, saya sangat menikmati suasana Desa Wisata Tembi. Kekhasan suasana pedesaan Jawa yang ada di sini patut untuk dicoba dinikmati saat berkunjung ke Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun