Senin kemarin bisa jadi bagi sebagian orang adalah hari pertama masuk kerja setelah menikmati libur lebaran pekan lalu. Berbagai cerita mengalir, mulai dari macet horor di perjalanan hingga suasana gembira bertemu sanak saudara di kampung halaman. Semua itu menjadi bahan perbincangan di tempat kerja sambil menikmati kue khas dari daerah asal.Â
Saya sendiri saat ini masih berada di Pati, karena baru Senin pekan depan masuk kerja. Ini menjadi kesempatan bagi saya untuk lebih leluasa mendatangi tempat-tempat wisata yang ada di kota Pati dan sekitarnya, dan juga menikmati Bodo Kupat (Lebaran Ketupat) yang dirayakan seminggu setelah Idul Fitri. Sudah bertahun-tahun saya melewatkan momen Lebaran Ketupat ini karena terbatasnya cuti yang didapat. Kisah mengenai Lebaran Ketupat mudah-mudahan bisa saya tulis pada kesempatan lainnya.
Pada tulisan ini saya berbagi tentang kunjungan saya ke Waduk Seloromo, salah satu waduk yang berada di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Waduk yang berada di sebelah timur Gunung Muria ini berusia cukup tua, dibangun pada masa pendudukan Belanda tahun 1930. Gunung Muria sendiri menjadi perbatasan bagi 3 kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Pati, Kudus, dan Jepara.
Senin sore sekitar jam 4.30 berangkat dari kota Pati, dan sekitar 30 menit kemudian tiba di Waduk Seloromo atau disebut juga Waduk Gembong. Pemandangan menuju lokasi cukup menyegarkan mata dengan pohon-pohon hijau, kebun singkong juga kebun tebu. Pohon-pohon randu berukuran besar dan tinggi masih banyak dijumpai, di mana hasil panennya yang berupa kapuk randu dipergunakan untuk material pengisi kasur, bantal dan guling.
Saat tiba di waduk, matahari belum terlalu rendah turun ke arah barat dan masih menimbulkan warna putih keperakan pada permukaan air. Debit air cukup tinggi saat itu, meski bulan Juli ini sebenarnya masuk ke dalam musim kemarau. Sebelumnya hingga awal bulan Juli, hujan beberapa kali masih turun di Pati dan sekitarnya. Bahkan bulan lalu di beberapa tempat sempat terjadi banjir.
Setelah mendapat hasil tangkapan yang lumayan, pria tersebut menyerahkannya kepada seorang ibu yang telah menunggu di darat. Beberapa lembar uang diterima oleh nelayan dari ibu tersebut.
Â