Siapa tak kenal dengan film Star Wars? Film fiksi ilmiah yang disutradarai oleh George Lucas ini memang memiliki tempat tersendiri di hati para pecinta film. Seri terbaru atau yang ke-7 yang berjudul Star Wars: The Force Awakens akan segera tayang di bioskop-bioskop di Indonesia pekan depan. Star Wars Episode VII ini bahkan sangat ditunggu oleh pecinta film di Indonesia lantaran ada dua aktor Indonesia yang ikut bermain di film tersebut, yaitu Iko Uwais dan Yayan Ruhian. Nama terakhir bahkan ikut hadir dan menjadi narasumber di Kompasianival 2015.
Bertempat di Piazza Gandaria City Jakarta, di hari pertama Kompasianival tanggal 12 Desember 2015 ini salah satu sesi nangkring dengan tema Indonesia Juara Film berlangsung. Ada tiga narasumber yang hadir di acara ini yaitu Maulana M. Syuhada (penulis naskah), Ismail Basbeth (sutradara, penulis naskah) dan Yayan Ruhian (aktor laga). Ketiga tokoh ini berbicara banyak mengenai permasalahan terkait film Indonesia.
Contoh serupa juga diungkapkan oleh Maulana M. Syuhada yang juga seorang kompasianer (akun www.kompasiana.com/maulanasyuhada). Penulis buku 40 Days in Europe yang juga diangkat kisahnya dalam film berjudul sama, mengisahkan bagaimana angklung sebagai salah satu alat musik tradisional Indonesia begitu diapresiasi di luar negeri. Namun bagaimana dengan di Indonesia? Saung Mang Ujo di Bandung bahkan lebih banyak dikunjungi oleh para bule daripada masyarakat Indonesia.
Ismail Basbeth (sutradara film Mencari Hilal) bahkan lebih keras lagi mengritik apresiasi terhadap film nasional. Saat ini film-film Turki dan negara lain lebih banyak diminati masyarakat. Padahal film Indonesia memiliki kualitas yang tak kalah hebatnya. Beberapa film Indonesia sering diikutsertakan dan mendapat apresiasi di festival-festival internasional.
Ismail juga memberikan kritikan terhadap film nasional yang saat ini kehilangan ke-Indonesia-annya. Film-film nasional banyak menampilkan cerita tentang 'lu gue' saja. Padahal film nasional seharusnya lebih luas dari sekedar cerita pacaran anak Jakarta semata. Masih ada Papua, Kalimantan dan daerah lain yang memiliki budaya tersendiri yang seharusnya juga layak diangkat ke layar lebar.
Dengan logat Jawa yang kental meski berwajah Timur Tengah, Ismail Basbeth dengan keras mengatakan bahwa ketika panggung-panggung utama untuk film dikuasai oleh mereka yang lebih mencintai uang daripada mencintai kualitas film, inilah yang menjadikan para pelaku film memilih panggung yang lainnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H