Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Berpantun

15 Januari 2014   17:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:48 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah siapa yang terlebih dulu memulai, hari ini saya melihat di group FB Fiksiana bertebaran bermacam postingan berupa pantun. Seperti biasanya, para anggota group tersebut saling mem-bully satu dengan yang lain di dalam isi pantun tersebut. Tentunya bullying yang dilakukan hanya sekedar untuk bercanda karena memang anggota di group tersebut sudah terbiasa bercanda. Tujuannya untuk mempererat hubungan semata. Salah satu contoh pantun yang diposting di group tersebut bisa dilihat di bawah ini.


makan nasi semur jengkol
selain jengkol ada pula tongkol
D** Pur***ti memang bahenol
tapi sayang tukang ngompol

Pantun adalah salah satu jenis karya sastra yang ada di Indonesia. Dibandingkan dengan jenis karya sastra yang lain seperti cerpen, fabel, drama atau novel, maka pantun adalah jenis sastra yang sangat sederhana. Ciri-ciri pantun adalah terdiri dari empat baris dimana tiap barisnya biasanya berisi 8 hingga 12 suku kata. Baris pertama dan kedua disebut sebagai sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi pantun.

Pantun pada umumnya memiliki rima akhir yang berpola /abab/ yang artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga, dan baris ketiga sama dengan keempat. Selain pola /abab/ tersebut, ada juga pantun yang berpola /aabb/ atau /abba/.

Pantun sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia di bangku sekolah dahulu, banyak contoh pantun lama yang tentunya sudah sering kita baca. Misalnya pantun di bawah ini.




berguru ke padang datar
dapat rusa belang kaki
berguru kepalang ajar
bagai bunga kembang tak jadi

Dilihat dari bentuknya, pantun memiliki bermacam jenis. Ada pantun kilat atau yang disebut dengan karmina. Dinamakan kilat karena memang pantun jenis ini hanya terdiri dari 2 baris saja. Baris pertama sebagai sampiran, dan baris kedua sebagai isi atau tujuan pantun. Contoh pantun kilat seperti di bawah ini.




gendang gendut tali kecapi
kenyang perut senanglah hati

sudah gaharu cendana pula
sudah tahu bertanya pula

Kemudian ada juga yang disebut dengan talibun, yaitu pantun yang berisi lebih dari 4 baris dalam satu baitnya. Namun jumlah baris haruslah genap, misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika dalam satu bait terdiri atas 6 baris, maka 3 bait pertama sebagai sampiran dan 3 bait terakhir adalah isi dengan rima berpola /abcabc/. Jika terdiri 8 baris, maka 4 baris pertama adalah sampiran dan 4 baris selanjutnya sebagai isi, rima berpola /abcdabcd/. Berikut contohnya:


kalau anak pergi ke pekan
yu beli belanak pun beli
ikan panjang beli dahulu
kalau anak pergi berjalan
ibu cari sanak pun cari
induk semang cari dahulu


Ada lagi pantun berkait atau pantun berantai. Pantun ini terdiri dari beberapa bait, dimana bait yang satu dengan bait yang lain sambung-menyambung. Baris kedua dan keempat pada bait pertama akan dipakai kembali oleh baris pertama dan ketiga pada bait kedua. Hubungan ini berlaku juga untuk bait ketiga, keempat, dan seterusnya. Ada sebuah postingan yang pernah saya unggah di kanal puisi, yang termasuk sebagai pantun berantai. Berikut penggalan beberapa baitnya:



induk macan beranak lima
di rusia mencari mangsa
selamat malam rekan semua
ijinkan saya berbagi cerita

di rusia mencari mangsa
menuju kutub bertemu rusa
ijinkan saya berbagi cerita
kisah hidup seorang pekerja

menuju kutub bertemu rusa
tanduk lancip bagai trisula
kisah hidup seorang pekerja
mengadu nasib di kota jakarta

tanduk lancip bagai trisula
rusa menyerang macan pun lari
mengadu nasib di kota jakarta
hidup meradang setiap hari


(selengkapnya bisa baca di sini).

Nah, tentu sangat menarik jika kita belajar mengenai pantun ini apalagi jika dilakukan sambil bercanda bersama dengan teman-teman kita seperti yang dilakukan di group FB Fiksiana. Selain untuk refreshing, juga untuk melestarikan karya satra negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun