Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Badut-badut Jam Gadang

8 Januari 2014   17:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu saya turun dari mobil angkutan umum di sebuah persimpangan jalan. Setelah merogoh kocek 2.500 rupiah, saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Dari tempat saya turun tadi, saya menyeberang dan kemudian masuk sebuah jalan yang cukup teduh oleh pepohonan besar di sepanjang sisinya. Di kiri jalan sebuah taman tertata asri dengan patung Bung Hatta berdiri gagah. Tak lama, sampailah saya di Jam Gadang yang menjadi ikon kota Bukittinggi.

[caption id="attachment_289073" align="aligncenter" width="620" caption="Jam Gadang, Bukittinggi."][/caption]

Suasana sangat ramai mengingat hari itu adalah hari libur. Pengunjung memadati kawasan wisata Jam Gadang, sambil sesekali memotret menara berwarna putih dengan empat jam di keempat sisinya serta atap khas rumah adat Minang di bagian atasnya itu. Pengunjung yang lain duduk di bangku-bangku taman, di bawah pohon bahkan lesehan di lantai ubin dan rumput. Tak ketinggalan penjual makanan, minuman, atau cinderamata ikut mencari rezeki.

Kehadiran badut-badut dengan kostum meniru tokoh-tokoh film kartun terkenal menjadi daya tarik tersendiri. Mereka berkeliling di sekitar Jam Gadang dan menawarkan diri untuk berpotret bersama dengan pengunjung. Imbalan sukarela pun diberikan oleh pengunjung kepada badut-badut itu. Ada kalanya badut-badut ini sengaja mendekati pengunjung yang siap-siap berpose untuk dipotret.

[caption id="attachment_289077" align="aligncenter" width="620" caption="Berpose bersama badut"]

13891763601228335153
13891763601228335153
[/caption]

[caption id="attachment_289102" align="aligncenter" width="620" caption="Di antara tiga badut"]

1389178045201335160
1389178045201335160
[/caption]

Di tengah panasnya Bukittinggi saat itu, beberapa badut membuka kostum mereka. Mereka membuka kostum bagian kepala sehingga kelihatanlah wajah asli orang di dalamnya. Barulah saya tahu bahwa mereka masih anak-anak, hal yang tak saya ketahui sebelumnya mengingat tinggi badut yang seimbang dengan tinggi orang dewasa. Ah, mereka mungkin anak-anak sekolah yang sedang refreshing atau mengisi waktu libur. Begitu pikir saya waktu itu.

[caption id="attachment_289080" align="aligncenter" width="620" caption="Badut hijau. Badut kuning"]

1389176596498958182
1389176596498958182
[/caption]

[caption id="attachment_289084" align="aligncenter" width="620" caption="Wajah-wajah belia itu"]

1389176700817104500
1389176700817104500
[/caption]

Sekitar jam 3 sore datanglah Bang Rey menjemput saya. Kami pun berkenalan sebentar, lalu meninggalkan Jam Gadang menuju rumahnya. Bang Rey ini warga asli Bukittinggi, yang bersedia membantu saya selama berada di kota itu termasuk menyediakan rumahnya untuk tempat saya menginap. Bang Rey juga menemani saya saat berkunjung kembali ke Jam Gadang pada malam harinya, serta ke Ngarai Sianok keesokan paginya sebelum saya melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh.

***

Foto-foto perjalanan ke Sumatera Barat kembali saya lihat di laptop kemarin malam. Saya teringat dengan badut-badut itu, namun tak banyak yang saya ketahui tentang mereka selain usia mereka yang masih belia. Karena kebetulan saya lihat Bang Rey sedang online di Facebook, saya mencoba mencari informasi tentang badut-badut belia itu.

Tentang mereka yang saya pikir adalah anak-anak Bukittinggi yang masih bersekolah, ternyata tidaklah 100% benar. Kebanyakan mereka sudah tidak sekolah lagi dan berasal dari luar Bukittinggi, sebagian besar dari Nias. Mereka adalah anak-anak 'boring', begitu istilah yang dipakai oleh Bang Rey, yaitu anak-anak yang kabur dari rumah orang tua mereka.

"Kabur dari Nias? Jauh sekali..., " tanya saya tak percaya.

"Ya, begitulah kalau anak-anak tidak diperhatikan, " jawab Bang Rey.

[caption id="attachment_289090" align="aligncenter" width="620" caption="Tak lagi bersekolah?"]

1389176852509544141
1389176852509544141
[/caption]

Mereka 'berprofesi' sebagai badut di Jam Gadang hanya di waktu siang saja. Malam harinya mereka libur. (Dan memang saya tak melihat kehadiran mereka pada saat begadang di Jam Gadang waktu itu). Tak hanya di hari libur, badut-badut belia ini ada juga yang bekerja di hari biasa karena memang mereka tidak bersekolah. Kostum badut yang dipakai anak-anak tersebut adalah kostum sewaan, pakai uang setoran. Ada semacam perkumpulan atau kelompok yang mengatur.

***

Saya kembali melihat wajah-wajah belia di balik kostum badut itu. Wajah-wajah polos anak-anak negeri ini. Ada perasaan galau berkecamuk. Seharusnya mereka bersekolah dan tidak berada di tempat itu, begitu protes saya dalam hati.

Saya kembali teringat patung Bung Hatta yang hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari Jam Gadang. Sepanjang ingatan saya, Sumatera Barat banyak melahirkan tokoh-tokoh terpelajar seperti Bung Hatta (yang memang lahir di Bukittinggi), Tan Malaka, Sutan Syahrir, H. R. Rasuna Said dan masih banyak lagi. Entah bagaimana perasaan Bung Hatta seandainya beliau masih hidup dan melihat tak jauh dari rumahnya banyak anak-anak yang tak lagi bersekolah dan terpaksa mencari uang untuk menghidupi diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun