Indonesia, negeri yang kita cintai ini memang sungguh indah dan juga kaya. Kekayaan alam yang terbentang di sepanjang khatulistiwa tersebut adalah pesona yang luar biasa indahnya. Setiap pulau, laut, pantai, juga gunung adalah anugerah istimewa yang diberikan kepada negeri kita ini. Tak hanya alamnya yang kaya, Indonesia juga memiliki beragam budaya yang unik di setiap masyarakat yang ada.
Pulau Maratua, salah satu pulau yang terletak di Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur adalah salah satu pulau yang memiliki alam yang indah dan juga budaya yang memesona. Salah satunya adalah upacara tolak bala yang dilakukan oleh penduduk Maratua tersebut. Saya cukup beruntung berkesempatan menyaksikan salah satu upacara adat tersebut saat melakukan perjalanan ke Derawan dan pulau-pulau sekitarnya beberapa hari yang lalu.
Upacara yang bertujuan untuk menolak bala ini dilakukan satu kali dalam satu tahun. Untuk tahun ini, upacara tersebut dilaksanakan pada hari Senin, 24 Desember 2012 yang lalu. Sejak subuh hujan yang begitu deras mengguyur Pulau Maratua, hampir selama empat jam tiada henti. Gelombang laut juga sudah tiga hari terakhir cukup besar. Sekitar pukul 9 pagi hujan mereda dan saya pun bergegas menuju pantai yang terletak beberapa meter saja di belakang rumah penduduk tempat saya menginap (home stay) di pulau tersebut.
Ratusan penduduk telah berkumpul di pantai Maratua yang masih berawan tebal, agak ke tengah di bagian yang ada air lautnya. Tak berapa lama kemudian, upacara tolak bala tersebut pun dimulai. Tetua adat memimpin doa terlebih dahulu untuk meminta keselamatan kepada Sang Pencipta. Dan selesai memanjatkan doa, ratusan penduduk tua dan muda, lelaki dan perempuan pun beramai-ramai mencipratkan air laut kepada orang-orang di sekitarnya. Suasana yang semula hening pun berubah menjadi ramai penuh kegembiraan.
Setelah puas melakukan ciprat-menciprat air laut, para penduduk bergerak ke tepi pantai. Di sana telah menunggu beberapa makanan dan minuman untuk dinikmati bersama. Kembali tetua adat memimpin doa terlebih dahulu, dan kemudian makanan yang berupa ketupat tersebut dibagikan kepada penduduk yang hadir. Tak lupa saya pun ikut menikmati ketupat dan segelas susu untuk menghangatkan pagi yang berawan dengan udara yang cukup adem saat itu.
Dan akhirnya upacara sederhana yang berlangsung kurang dari satu jam itu pun selesai. Para penduduk mulai beranjak meninggalkan pantai, kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing. Namun beberapa anak tampak masih enggan meninggalkan pantai. Mereka tetap bermain-main air dengan gembiranya. Berikut beberapa foto yang bisa menggambarkan upacara tersebut.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H