Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Presiden dan Nasib Hutan Indonesia

15 Maret 2014   11:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:55 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Kabut asap yang melanda Pekanbaru (sumber: kompas)"][/caption]

Kabut asap yang melanda beberapa daerah di Sumatera masih saja belum berakhir. Ini bukanlah kejadian pertama yang dialami oleh Indonesia. Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya kebakaran hutan Sumatera juga menimbulkan kabut asap yang bahkan sampai mengganggu udara negara tetangga. Kebakaran yang sepertinya dilakukan secara sengaja untuk pembukaan hutan demi ketersediaan lahan untuk perkebunan, pertambangan dan kegiatan lainnya. Juga belasan tahun lalu di era Orde Baru, kebakaran juga terjadi di Kalimantan karena program pembukaan lahan gambut secara besar-besaran.

Bertolak dari peristiwa kebakaran dan pembukaan hutan yang tak juga berhenti, ada dua pertanyaan yang timbul. Pertama, seberapa besarkah penyusutan luas hutan yang ada di Indonesia? Dan kedua, apakah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah (presiden) dan mengapa pemerintah (presiden) sepertinya terkesan membiarkan peristiwa ini terus berlangsung?

Perubahan luas hutan dalam satu dasawarsa terakhir disajikan cukup jelas pada situs Global Forest Watch. Sebuah peta dunia dilengkapi dengan warna yang menandakan luas hutan yang berkurang dan juga yang bertambah, dan tentunya jumlah hutan yang berkurang (yang ditandai dengan warna merah) jauh lebih dominan dibandingkan dengan jumlah yang bertambah (warna biru).

[caption id="attachment_299158" align="aligncenter" width="640" caption="Perubahan luas hutan di Indonesia (sumber: Global Forest Watch)"]

1394830571420029063
1394830571420029063
[/caption]

Perubahan luas hutan tersebut hampir terjadi di seluruh benua atau negara, tak terkecuali Indonesia. Warna merah tampak begitu dominan terjadi di Sumatera dan Kalimantan, dan mulai menjalar ke Sulawesi. Selama kurun Januari 2000 – Desember 2012, Indonesia mengalami pengurangan luas hutan sebesar 15,8 juta hektar, dan hanya mengalami penambahan 6,97 juta hektar. Di tahun 2012 sendiri, 2 juta hektar hutan telah menghilang. Sungguh angka yang mencengangkan!

[caption id="attachment_299159" align="aligncenter" width="640" caption="Perubahan luas hutan Indonesia (sumber: Global Forest Watch)"]

1394830662396771767
1394830662396771767
[/caption]

Pengurangan luas hutan tersebut berdampak besar terhadap lingkungan. Bencana alam seperti banjir dan longsor terjadi di hampir semua daerah di Indonesia. Di awal 2014 ini saja sudah terjadi banyak bencana: banjir di Jakarta dan kota-kota di Jawa, longsor di Manado juga kabut asap di Riau dan Sumatera Barat. Bencana alam ini tidak lepas dari berkurangnya hutan (termasuk pembakaran hutan) dan area terbuka hijau. Selain bencana alam, hal tersebut juga berakibat pada berkurangnya habitat alami bagi satwa seperti orang utan dan gajah.

Nah, untuk mencegah kerusakan hutan yang makin besar, maka presiden baru nanti harus memiliki komitmen yang kuat pada usaha pelestarian hutan. Setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan terkait dengan pelestarian hutan tersebut:

Pertama, mereview kembali setiap peraturan perundangan dan perizinan pembukaan hutan yang ada saat ini. Presiden perlu membuat kebijakan tata kelola hutan yang tetap memerhatikan keseimbangan lingkungan. Tantangan presiden terpilih nanti adalah bisa mengubah paradigma yang selama ini menjadikan hutan sebagai sumber daya yang dieksploitasi habis-habisan. Presiden terpilih perlu harus mengubah manajemen pengelolaan hutan yang lebih baik dari saat ini.

Kedua, pengawasan yang ketat dan konsisten termasuk memberikan sanksi bagi setiap pelaku pelanggaran. Tak ada gunanya peraturan disusun sebagus mungkin, namun dalam pelaksanaanya terjadi penyimpangan karena kurangnya pengawasan. Nyata bahwa di Indonesia saat ini terjadi penyelewengan terkait dengan masalah hutan. Korupsi kehutanan yang merugikan keuangan negara yang berhasil diungkap KPK tahun lalu menjadi bukti bahwa pengawasan tidak atau belum dilakukan dengan baik.

Lemahnya pengawasan tersebut karena adanya rantai korupsi. Selama ini hutan dianggap sebagai mesin uang bagi kalangan politisi. Politisi busuk tersebut membentuk rantai korupsi dan kolusi dengan pengusaha yang merusak alam. Kuatnya rantai tersebut bisa jadi telah membuat presiden enggan untuk menindak politisi-politisi curang, apalagi jika mereka berada di tubuh partai pendukung presiden.

Ketiga, masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Dalam hal ini, masyarakat yang lebih berperan adalah masyarakat adat yang bermukim di sekitar hutan. Kasus perampasan tanah adat seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan kesempatan besar bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Hutan adalah rumah bagi masyarakat adat, yang sudah diwariskan turun-temurun. Kearifan-kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat sangat membantu kelestarian hutan. Masyarakat Serampas di Bengkulu misalnya, melarang keras penebangan kayu yang ada di lembah dan hulu sungai karena bisa menyebabkan erosi. Kayu-kayu yang ditebang juga biasanya untuk kebutuhan sendiri dan kayu bakar, serta tidak boleh untuk diperjualbelikan.

Nah, sudah saatnya pelestarian hutan dimulai saat ini. Pilihan kita pada pesta demokrasi 2014 akan menentukan nasib hutan-hutan di Indonesia. Karena itu janganlah golput, dan pilihlah wakil rakyat dan presiden yang berkomitmen terhadap kelestarian hutan.

Referensi: - Global Forest Watch - Mongabay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun