Lemahnya pengawasan tersebut karena adanya rantai korupsi. Selama ini hutan dianggap sebagai mesin uang bagi kalangan politisi. Politisi busuk tersebut membentuk rantai korupsi dan kolusi dengan pengusaha yang merusak alam. Kuatnya rantai tersebut bisa jadi telah membuat presiden enggan untuk menindak politisi-politisi curang, apalagi jika mereka berada di tubuh partai pendukung presiden.
Ketiga, masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Dalam hal ini, masyarakat yang lebih berperan adalah masyarakat adat yang bermukim di sekitar hutan. Kasus perampasan tanah adat seharusnya tidak terjadi jika pemerintah memberikan kesempatan besar bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Hutan adalah rumah bagi masyarakat adat, yang sudah diwariskan turun-temurun. Kearifan-kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat sangat membantu kelestarian hutan. Masyarakat Serampas di Bengkulu misalnya, melarang keras penebangan kayu yang ada di lembah dan hulu sungai karena bisa menyebabkan erosi. Kayu-kayu yang ditebang juga biasanya untuk kebutuhan sendiri dan kayu bakar, serta tidak boleh untuk diperjualbelikan.
Nah, sudah saatnya pelestarian hutan dimulai saat ini. Pilihan kita pada pesta demokrasi 2014 akan menentukan nasib hutan-hutan di Indonesia. Karena itu janganlah golput, dan pilihlah wakil rakyat dan presiden yang berkomitmen terhadap kelestarian hutan.
Referensi: - Global Forest Watch - Mongabay