keluarga besar Oma yang sejak awal banyak berdomisili di kota ini.Â
Hari Sabtu kemaren adalah hari yang membahagiakan buat kami merayakan hari ulang tahun ke 84 Ibu kami tercinta. Kami memanggilnya Oma Eng Kusumah Lopulalan. Syukuran dirayakan di Bogor ditengah tengahPerayaan ini begitu dalam maknanya karena ternyata mensyukuri hidup saat kita hidup itu tidak mudah. Â Dan semakin orang tua kami bertambah usianya, mensyukuri kehadirannya di tengah tengah kami adalah anugerah luar biasa bagi kami anak, menantu, cucu dan saudara.
Dalam syukuran itu terasa sekali persaudaraan itu hadir. Syukuran diadakan di rumah sepupu yang Muslim, sementara kami dan ibu kami beragama Katolik, Saudara yang lain beragama Kristen. Namun itu tidaklah mengurangi keriuhan yang hadir dalam canda dan tawa. Segala hutang piutang dan perbedaan untuk sementara hilang, digantikan oleh perasaan sebagai sesama saudara.
Dalam syukuran itu pula kakak kami menyusun sebuah buku yang berisi sedikit cerita tentang orangtua kami sejak muda, saat menjalin biduk berkeluarga, Saat ayah kami berpulang sampai dengan cerita mengenai kehidupan sehari hari Oma Eng saat ini. Buku ini banyak berisi cerita keluarga yang kami sudah familiar.Â
Namun diluar itu, banyak cerita yang kami baru tahu tentang sejarah keluarga Ibu kami yang memang memiliki darah Cina peranakan dari Pekalongan ini. Tentang bagaimana Buyut kami banyak berkiprah dalam perjuangan negeri ini. Termasuk didalamnya menjadi tuan rumah dari Perjanjian Linggarjati di daerah Cirebon tahun 1946. Juga aktif dalam menggalakkan kesenian daerah Sunda di daerah Bogor dan Rangkas Bitung di tahun 1960 an.
Foto-foto lama  banyak menghiasi buku tersebut. Seperti pergi ke ruang waktu yang berbeda. Suatu kali keluarga ini pernah ada, eksis dan merekalah buyut kami yang menjadi cerita awal dari keluarga besar kami. Wajah dan perawakannya terlihat jelas dari foto foto itu.Â
Siapa ya ini ? siapa ya yang tinggi itu ? Wajah yang ini kok familiar ya , siapa ya ini ? pembicaraan yang disertai cerita lanjutan oleh Om dan Tante, adik dari Ibu kami, yang masih ingat beberapa orang atau peristiwa tertentu di masa itu. Kami terkaget kaget sendiri, karena ternyata banyak yang kami tidak tahu.Â
Sejarah keluarga memang berjalan cepat. Tidak hanya kami, tentu banyak keluarga saat ini  berkumpul untuk sebuah rasa syukur atas waktu yang sudah diberikan Nya. Suatu saat, tentu kita akan ada di foto foto lama itu,  dan entah masih dikenali oleh cicit kita atau tidak. Atau, malah sang cicit akan bertanya ke orang tuanya dengan mengerenyitkan dahi," Siapa ya ini ?" sambil menunjuk foto kita. Dan orangtuanya.. dengan bijak menjawab," Yah, itu buyut kita ... yang Papa juga lupa namanya..."Â
Hehehe... kasiaannnn dehhh...
Mungkin teknologi saat itu sudah sangat maju, sehingga saat cicit kita mengeluarkan kameranya, diarahkan ke foto lama itu, ada fasilitas face recognition, langsung keluarlah nama kita..... Sang cicit kemudian mencari tahu di Search Engine dan keluarlah segala riwayat baik buruk kakek buyutnya ini, termasuk tulisan tulisan di Kompasiana yang entah masih ada atau tidak puluhan tahun ke depan.Â
Apa yang masih diingat oleh para cicit tentang kita ya ? Apa mereka masih ingat kalau buyutnya nyicil KPR sampai belasan tahun ? Buyutnya punya mobil ? kayaknya enggak deh. Itu gak penting buat cicit kita. Dan buat kita juga mungkin gak penting mereka tahu tentang sejarah hidup kita.
Yang penting itu cicit kita, anak keturunan kita hidup sehat, selamat , beruntung dan lancar hidupnya. Itu sepertinya lebih penting.Â
Jadi kalau nanti, foto kita tidak dikenali oleh keturunan kita, jangan ngambek ya. Saat itu mungkin kita sudah melihat diantara awan awan putih dan tersenyum geli....oalah urip...urip...ternyata begitu ya.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H