Mohon tunggu...
daniel lopulalan
daniel lopulalan Mohon Tunggu... Penulis - Student of life

Belajar berbagi. Belajar untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Membeli Kepercayaan dalam Lautan Informasi Online

22 September 2023   23:00 Diperbarui: 23 September 2023   18:12 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berjualan secara live. Sumber: Shutterstock/BaLL LunLa via kompas.com

Beberapa peristiwa menggelikan terjadi dalam beberapa hari ini. Salah satunya, tempat dimana teman kami belajar data analyst tutup secara mendadak. Tutup begitu saja melalui pemberitahuan email. Padahal sebelumnya kegiatan belajar mengajar secara online masih aktif berjalan. 

Saya sempat menceritakan hal ini ke beberapa kawan dan dengan tertawa sinis mereka berkata, teman kami ini sudah jadi korban penipuan. Mungkin juga ada faktor ketidakhati-hatian disini. Tapi kenapa setelah 3 bulan yang begitu aktif, sekolah itu tutup? Tutup seketika.

Disini saya melihat kenapa sesuatu yang berbau online menjadi begitu rapuh ya. Padahal rapuhnya sebuah bisnis mungkin bukan soal online atau offline-nya bisnis itu. Itu mungkin murni faktor kemampuan menjalankan bisnis. Entah bisnis modelnya yang kurang pas dengan kebutuhan, atau salah asumsi. Namun yang jelas karena saat ini adalah masanya banyak bisnis di-online-kan, menjadi agak lumrah untuk sedikit berbicara tentang bisnis online dan bagaimana bisa tetap obyektif memandangnya.

Kalau dilihat sebetulnya apa sih yang dimaksud bisnis online. Sebuah bisnis autopilot-kah atau semua bisnis yang menggunakan internet bisa disebut bisnis online? Mungkin kita pakai definisi yang lebih mudah saja ya. Bahwa bisnis online adalah bisnis yang melibatkan internet atau sosmed, entah cuma seperberapa bagian, kita sebut saja itu bisnis online. 

BIsnis dengan platform internet menggunakan sosial media memiliki keuntungan dari sisi ruang dan waktu. Kita bisa mengaksesnya kapanpun dan dimanapun. Kita memiliki kemampuan untuk mengatur waktu kita sendiri dan di sisi lain memanfaatkan jasa yang ditawarkan 24 jam selama 7 hari seminggu. Kita sudah memanfaatkannya pada banyak bidang kehidupan sehingga menjelaskannya terasa kurang menarik.

Yang menarik adalah kalau bisnis internet itu gampang diakses, seberapa dapat dipercaya informasi yang diberikan oleh si pemberi informasi itu? seberapa thurstworthy bisnis itu? Ini yang sulit. karena ternyata di internet, dapat dipercaya itu dapat dibeli. Dibeli oleh apa? 

Yang pertama, kepercayaan yang dibeli oleh influencer. Namanya saja influencer, Tentu dia punya pengaruh terhadap pengikutnya. Kalau dia bilang A benar, maka A itu benar. Apakah A benar benar sungguh benar ? Belum tentu. Karena A yang disampaikan benar oleh influencer memiliki bias kerjasama komersial dibelakangnya. 

Apakah semua begitu ? tentu tidak semua, ada yang juga menyampaikan A secara obyektif juga. Namun jumlahnya mungkin tidak banyak.  Karena kan ini dilakukan awalnya untuk tujuan komersial, namanya juga market place di bisnis online, tentu kalau sifatnya komersial wajar saja. Soal obyektifitas seringkali menjadi hal yang kurang prioritas.

Yang kedua,kepercayaan yang dibeli oleh keseringan.  jika A semakin sering tampil di sosmed, maka A akan cenderung dianggap benar. Ini mungkin sudah menjadi sebuah rumus yang dipahami oleh para jagoan advertising atau promosi. Mestinya ada formulanya ketika sebuah keputusan membeli dipengaruhi oleh seberapa sering iklan product itu tampil di internet dan diakses di sosmed yang tepat.  Saya sendiri tidak tahu rumusnya. Namun menjadi sangat logis ketika sesuatu itu sering kita lihat, itu akan mempengaruhi preferensi kita akan sebuah pilihan. Entah itu pilihan kepada pembelian produk di bisnis online, pilihan untuk anggota DPR ataupun memilih presiden.

Yang ketiga, kepercayaan yang dibeli oleh preferensi machine learning atau AI. Sudah sering dijelaskan bahwa machine learning atau artificial Intelligent yang berada di belakang setiap program sosmed akan merekam setiap tindakan kita dalam mengakses internet. 

Tindakan itu akan mendefinisikan preferensi kita akan product dan akan diperkuat dengan semakin seringnya kita mendapat informasi yang mirip. Kemampuan ini yang banyak digunakan oleh pembuat product untuk menggulirkan "bola salju" ke arah yang tepat dan pada saatnya akan memberikan momentum yang diharapkan melalui sebuah pembelian product atau persetujuan terhadap sebuah issue tertentu.

www.oyindonesia.com
www.oyindonesia.com

Sehingga ketika kita kembali pada pertanyaan apakah informasi di internet itu obyektif dan dapat dipercaya ? Jawabannya tentu bisa sangat bervariasi. Bisa jadi mungkin pertanyaannya yang kurang tepat. Karena internet sebetulnya lebih bertujuan menyediakan informasi secara real time atau menjual gagasan secara real time. Soal obyektifitas dan kemampuan untuk dipercaya, kembali kepada kemampuan kita untuk mencari informasi dengan cara yang tepat, di tempat yang tepat, pada pihak yang punya kredibilitas.

Mungkin akan tetap ada kisah di bisnis online dimana orang mengalami kerugian atau kekecewaan terhadap product yang dibeli di internet, jasa yang ditawarkan via sosmed atau bahkan pilihan politik yang  kurang sesuai dengan janji di sosmed saat kampanye. 

Apapun itu, tetap waras adalah kuncinya. Jangan menyerahkan obyektifitas dan kepercayaan pada informasi di internet, karena itu adalah tugas kita untuk menyaringnya. Internet atau sosmed tetaplah sesuatu alat yang netral, sama seperti alat-alat lainnya. Tergantung kita bagaimana alat itu dapat berguna dan kita pakai untuk kualitas hidup yang lebih baik. 

Di dunia Artificial Intelligent ini, Internet atau sosmed memiliki caranya untuk perlahan membungkus kita dalam pikiran membenarkan diri. Bukan sosmed yang membuat kita tidak waras, tapi kemalasan kita untuk mencari informasi dan berfikir obyektif yang akan membuat kita perlahan tidak waras tanpa kita sadari.

Ayo tetap kerjakan PR kita untuk tetap melek, waras dan obyektif dalam ber-sosmed di era Artificial Intelligent ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun