Mohon tunggu...
daniel lopulalan
daniel lopulalan Mohon Tunggu... Penulis - Student of life

Belajar berbagi. Belajar untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Pihak Ketiga dalam Bisnis, Perlukah?

14 Juni 2023   23:30 Diperbarui: 16 Juni 2023   17:30 2226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meningkatkan omzet UMKM. (Dok. Shutterstock via kompas.com)

Dalam dunia bisnis jamak terdapat Pihak Ketiga yang membantu operasional sebuah perusahaan. Pihak Ketiga itu bisa disebut vendor subcontractor atau Outsourcing.

Pihak Pertama adalah perusahaan yang memberikan pekerjaan. Pihak Kedua adalah perusahaan yang menerima pekerjaan. Pihak Ketiga adalah perusahaan yang membantu Pihak Kedua menyelesaikan pekerjaan. 

Peranan Pihak Ketiga biasanya muncul karena beberapa alasan. Alasan pertama karena biasanya perusahaan tidak ingin repot mengurus hal yang bukan di bisnis intinya. Misalnya perusahaan minyak yang tentu ada kebutuhan untuk mengurus makan karyawannya. 

Kalau perusahaan minyak sekaligus menjadi pengurus catering, tentu aneh juga . Mending fokus ke bisnis minyak, sedangkan catering diberikan ke pihak ketiga dengan beberapa syarat perjanjian.

Alasan yang kedua munculnya pihak ketiga karena perusahaan tidak bisa fleksibel dalam berbisnis karena terkait regulasi. 

Seringkali hal ini terkait dengan adanya peluang di negara yang berbeda dengan regulasi yang berbeda yang lebih memungkinkan menggandeng Pihak Ketiga sebagai local company disana.

Alasan ketiga munculnya Pihak Ketiga sebagai syarat pemberdayaan masyarakat sekitar. Seringkali ini sebagai syarat Pihak Kedua menerima sebuah proyek. 

Pihak Ketiga disini lebih terkait dengan pemberdayaan, sehingga seringkali dari sisi kualitas masih perlu pembinaan lebih lanjut.

Tidak ada satupun perusahaan yang bisa mengerjakan semua hal. Sehingga kerjasama dengan Pihak Ketiga menjadi hal yang lumrah. Namun seringkali keberadaan Pihak Ketiga menjadi hal yang kurang pas. Dimana kurang pasnya ?

Kurang pas bila terjadi ketergantungan Pihak Kedua yang sangat tinggi terhadap Pihak Ketiga. Apalagi ketergantungan tersebut terkait dengan bisnis intinya. Hal ini yang mesti dihindari oleh pelaku kerja. 

Hl ini seringkali terjadi pada Pihak Kedua yang tidak memiliki keahlian namun mendapatkan pekerjaan. Pihak Kedua hanya sebagai makelar saja, yang sebetulnya bekerja adalah Pihak Ketiga. Ini yang cenderung mengarah ke korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sumber: venminder.com
Sumber: venminder.com

Perusahaan teman saya menerapkan kerjasama dengan Pihak Ketiga dengan cukup baik. Dia mengalihkan hampir semua pekerjaan support di Head Office-nya ke pihak ketiga. Tax, finance, legal dan IT. Sementara dia hanya fokus pada pekerjaan intinya sebagai kontraktor tambang. 

Tidak bisa disangkal ada banyak issue yang terkait dalam eksistensi perusahaan Pihak Ketiga. Seringkali regulasi pemerintah hanya memberikan aturan pada kerjasama Pihak Pertama dan Pihak Kedua. Sementara untuk kerjasama dengan Pihak Ketiga belum diatur dengan lebih detail.

Pihak Ketiga seperti diberikan pekerjaan tanpa ada persyaratan kualitas yang terlalu disyaratkan. Kewajibannya lebih pada pemenuhan Man Power secara kuantitatif. Sementara sisi kompetensi, kecukupan modal dan rekam jejak menjadi hal yang kurang diperhatikan.

Niat Pemerintah untuk memperbaiki kualitas Pihak Ketiga saat ini mulai dilakukan dan tentu patut dihargai. 

Karena memang siapapun yang bekerja, mau pihak Pertama, Kedua atau Pihak Ketiga semuanya harus bekerja berdasarkan regulasi yang ditentukan oleh Pemerintah. 

Di beberapa industri yang padat modal dan kritikal dari sisi safety seperti perminyakan, pertambangan dan industri kimia dasar  hal ini sudah diterapkan. Kepatuhan terhadap regulasi harus dilakukan oleh seluruh pihak yang bekerja di area  tersebut.

Sebetulnya kita sudah bekerja kearah yang benar. Kuncinya pada pemenuhan kompetensi sumber daya manusia yang terkait. 

Setiap kompetensi memiliki standard dalam bentuk sertifikasi yang berlaku secara nasional bahkan internasional. Baru setelah itu, kita menyesuaikan standar penggajian disesuaikan dengan kompetensi yang dimiliki. 

Saat ini kita sudah memiliki BNSP yang terkait sertifikasi profesi, ada pengurusan legalitas yang lebih terintegrasi dan di dalamnya terkait juga dengan persyaratan untuk memiliki SDM yang memiliki syarat kompetensi.

Masih banyak issue yang terjadi seperti misalnya kesejahteraan untuk karyawan Pihak Ketiga, Upah minimum, serta peningkatan kompetensi. Namun, dengan kerjasama yang baik dari semua pihak, issue terkait tentu bisa diselesaikan dengan baik.

Arahnya sudah benar. Tinggal arah yang benar tadi kita jaga implementasinya supaya tetap konsisten.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun