Pukul 04.20 saya bangun. Tepatnya dibangunkan oleh suara pengingat Alarm Handphone. 5 Menit kemudian suara pengingat berbunyi lagi.Â
Kalau tetap tidak bangun, pengingatnya akan berbunyi lagi, sampai kita terbangun dengan kantuk, separuh sadar duduk di tepian tempat tidur.Â
Berdiri dengan malas, dannnn.... pengingatnya berbunyi lagi, tanda bahwa kita harus segera masuk kamar mandi untuk membilas diri.
Setiap hari, tanpa sadar, kita digerakkan oleh pengingat suara jam yang berbunyi nyaring.  Pengulangan pengingat suara kita atur sesuai dengan tingkat kemalasan masing masing, semakin sadar kalau malas, semakin banyak pengulangan itu berbunyi.
Sialnya, seringkali pengingat suara itu terdengar keras justru bukan oleh yang mengaturnya. Pengingat itu terdengar dan membangunkan orang lain, sementara buat kita yang mengatur alarmnya, kita asyik ngorok dan tertidur.
Doc Rivers, pelatih basket kenamaan asal Amerika Serikat mengatakan bahwa hidupnya sebetulnya dikendalikan oleh pengingat jam selama 30 tahun.Â
Pengingat jam-lah yang mebangunkan setiap pagi untuk bangun dan berlatih, seberapa ngantuknya pun dirinya, pengingat jam yang setia membangunkannya untuk menjadi seorang pebasket dan pelatih profesional yang giat berlatih setiap hari.
Diluar dari kebiasaan bangun dengan pengingat suara jam weker, banyak juga yang mencobanya dengan menepuk bantal 3 kali sambil berkata, terimakasih, besok aku bangun jam 4 pagi, bangun... bangun... bangun, hasilnya? Kadang kadang berhasil, kadang juga tidak.
Pengingat suara seperti alarm jam weker mungkin sudah diciptakan sejak lama sebagai pengingat. Sejak adanya lonceng gereja yang berdentang setiap jam tertentu. Ataupun ajakan beribadah umat Budha dengan suara lonceng,Â
Umat Muslim dengan suara Adzan, semua itu adalah pengingat untuk sebuah tujuan tertentu. Pengingat dengan suara kemudian bertahan cukup lama sebagai pengingat yang menginterupsi kegiatan yang sedang kita jalankan.Â
Adakah pengingat dengan menggunakan hal lain ? Pengingat dengan tanda visual banyak digunakan oleh nelayan sebagai penanda arah, atau penanda saatnya menangkap ikan, atau saatnya menepi karena badai.Â
Tanda visual itu bisa berbentuk bintang, atau rasi bintang, atau awan tebal. Atau bahkan bentuk matahari dan bulan pada saat gerhana, bulan sabit atau bulan mati.
Ternyata sebetulnya alam sudah memberikan kita banyak pengingat layaknya alarm jam weker untuk menginterupsi sesuatu yang sedang kita lakukan dengan nyaman.
Seperti misalnya naiknya temperatur bumi karena meningkatnya kadar karbon di atmosfir. Itu "alarm weker" yang berbunyi sebagai pengingat buat kita. Buat apa? Supaya kita sadar kalau polusi itu harus dicegah supaya suhu bumi tidak naik lagi.Â
Dengan "alarm weker" dalam bentuk panasnya suhu, kita akan terpaksa mengerem laju polusi untuk kehidupan yang lebih nyaman di bumi.
Mungkin kita tidak sadar, dan tertidur ngorok, saat menggunakan freon yang tidak ramah lingkungan, plastik yang sulit terurai, atau penggundulan hutan yang terus menerus.Â
Kita tidak sadar, sampai ada "pengingat dari jam weker" membangunkan kita dengan banjir, panas yang menyengat dan berkurangnya air bersih yang layak diminum.
Ebiet G Ade secara indah mengatakannya dalam sebaris syair dalam lagu Untuk Kita Renungkan,"Anak menjerit jerit, asap panas membakar, lahar dan badai menyapu bersih. Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat bahwa kita mesti banyak berbenah.."
Suara alarm weker yang berdering ternyata tidak hanya membangunkan kita di pagi hari untuk beraktifitas. Alarm weker juga adalah fenomena alam yang merupakan isyarat untuk berbenah, mengkoreksi diri untuk kehidupan manusia yang lebih baik.
Alarm weker bisa bersifat personal,  saat kita diingatkan dengan pertemuan dengan orang baru, situasi yang berbeda dan hal hal  yang menyenangkan atau menyedihkan.
Tidak semua dari kita tahu artinya. Sehingga, ada baiknya kita kembalikan ke Pemilik Alam, apa artinya ini buat saya. Jangan sampai kita tidak sadar dan tiba tiba malah jam kehidupannya yang berhenti berdetak, kan repot.
Tetap sehat dan semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H