Mohon tunggu...
daniel lopulalan
daniel lopulalan Mohon Tunggu... Penulis - Student of life

Belajar berbagi. Belajar untuk terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Menelaah Sisi Emosi dalam Investasi

8 Juni 2023   23:00 Diperbarui: 10 Juni 2023   03:19 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini saya menonton beberapa film di Netflix yang membahas soal penipuan di bidang investasi. Salah satu yang menarik adalah tentang Madoff. 

Seorang pialang canggih yang menghebohkan Wall Street karena penipuan ala skema ponzi yang dilakukannya hampir selama 30 tahun. Melibatkan sejumlah orang penting, dan tentu saja kaya, di Eropa dan Amerika.

Modus operandinya relatif sederhana karena hanya tinggal memindahkan uang yang disetor dari investor baru ke investor lama. 

Ada yang mengagumkan adalah bagaimana sejumlah orang penting, kaya dan mestinya berpendidikan, kehilangan akal sehatnya selama bertahun tahun dan percaya kepada seorang Madoff.

Setahun lalu juga masih teringat kasus robot trading yang memainkan Forex dengan skema ponzi. Itupun masih dengan skema yang sama dengan Madoff. 

Terakhir juga investasi Crypto yang dibungkus juga dengan cara yang sama, ditambahi dengan keyakinan para influencer dan pengamat yang sangat meyakinkan pendengarnya bahwa investasi ini sangat aman untuk dilakukan.

Berbicara mengenai terlalu percaya kepada orang lain membuat saya penasaran untuk mencari apakah ada penelitian yang terkait mengenai hal ini. 

Dan sejauh pencarian di Google sampai 4 halaman, surprise, saya kok tidak menemukan artikel yang terkait dengan hal ini. 

Hal yang terdekat ada kata " fanatik" yang percaya buta ke seseorang atau ideologi dan menjalankannya tanpa pikir panjang. Namun sepertinya kalau dijelaskan dengan logika fanatik saja kok seperti kurang tepat.

Mungkin bila ada pembaca yang lebih paham dari saya mengenai hal ini bisa memberikan pendapatnya.

Sejujurnya, saya menemukan keunikan yang tidak biasa. Kalau seseorang menipu selama hampir 30 tahun, dia punya konsistensi untuk menipu yang sangat panjang. Menjaga kepercayaan selama 30 tahun itu tidak mudah, lho. 

Namun, sebaliknya juga begitu. Dari sisi investor juga aneh. Bagaimana mungkin kalau seseorang hanya "fanatik percaya" kepada investor kawakan, dia bisa kehilangan akal sehatnya begitu lama ?

Mari kita hindari penjelasan dengan logika hipnotis, gendam atau magic ya. 

Saya teringat ada sebuah penelitian psikologi yang meneliti bagaimana judi dapat membuat seseorang kecanduan. Salah satu penelitian itu menyebutkan bahwa  pada dasarnya otak manusia itu cenderung mencari pola. 

sumber: theheavypurse.com
sumber: theheavypurse.com

Bila seseorang mendapatkan pola itu, misalnya dengan menang berulang kali dengan cara tertentu, dia akan cenderung menyimpulkan bahwa permainan judi itu cocok untuk dirinya. Selanjutnya keputusan berikutnya akan didasarkan atas pola yang sudah diyakini.

Dia tidak lagi menganalisa bahwa judi itu probabilitas menangnya sangat kecil dan bahwa dirinya sebetulnya masuk perangkap permainan agar bisa memasukkan taruhannya lebih besar lagi. Perangkap permainan untuk lebih serakah dan dengan sadar memilih bersikap tidak rasional.

Menjadi penting , tentu saja , untuk tetap rasional dengan menjaga jarak pada setiap tawaran investasi yang menggiurkan. Tidak ada makan siang gratis. 

Artinya, semua tawaran yang menggiurkan pasti ada risikonya. Maka untuk bisa memilih keputusan yang tepat kita harus memiliki pengetahuan yang memadai.

Mengenali diri sendiri juga sangat penting. Seperti kata Morgan Hausel dalam bukunya The Psychology of Money, "Sepanjang terkait keputusan tentang uang, faktor emotional memegang peranan yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Lebih daripada faktor faktor lainnya."

Tetap sehat. Tetap waras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun