Mohon tunggu...
Daniel Keynes
Daniel Keynes Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Aegroto dum anima est, spes est

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan Ultra Petita Menurut Hukum di Indonesia

26 Februari 2023   20:18 Diperbarui: 27 Februari 2023   14:20 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PUTUSAN ULTRA PETITA MENURUT HUKUM INDONESIA

Ultra Petita merupakan istilah dalam hukum yang berasal dari bahas latin yaitu ultra yang memiliki arti sangat, sekali, ekstrim, berlebihan dan petita yang  memiliki arti permohonan. Menurut Yahya  Harahap, ultra petita yaitu mengabulkan melebihi tuntutan yang terdapat dalam gugatan. Asas ultra petita bisa terdapat dalam putusan dan penetapan. Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) HIR putusan terdiri atas putusan sela dan putusan akhir.

Ultra petita merupakan putusan hakim yang diputuskan dengan dua keadaan yaitu: putusan yang melebihi dari  yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum atau putusan hakim terhadap perkara yang tidak dituntut. Putusan ultra petita terdiri atas beberapa jenis antara lain: (i) Putusan pengadilan yang diputuskan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum. Hakim dapat menjatuhkan vonis melebihi dari tuntutan jaksa penuntut umum berdasarkan hukuman maksimum dalam undang-undang; (ii) putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa, tetapi tidak sesuai dengan pasal yang dituntut. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang  menyatakan bahwa dalam musyawarah hakim harus sesuai dengan surat dakwaan dan semua yang telah terbukti dalam persidangan. Maka dalam hal ini hakim  seyogyanya majelis hakim memberikan  putusan yang sesuai dengan pasal yang didakwakan; (iii) putusan yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah terhadap tindak pidana yang  didakwakan oleh jaksa penuntut umum yang  setelahnya dijatuhkan pidana melebihi ancaman pidana atau kurang dari batas ancaman minimum dari pasal yang didakwakan.

Pengaturan mengenai ultra petita diatur dalam Pasal 178 ayat (3) Het Herzienne Indonesisch Reglement (HIR) dan Pasal 189 ayat (3) Rbg yang melarang untuk menjatuhkan putusan ultra petita terhadap terdakwa. Pembahasan mengenai ultra petita seiring perkembangan zaman mengarah kepada diperbolehkannya putusan ultra. Pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memperbolehkan putusan antara lain: (i) Terdapat hubungan erat satu sama lain; (ii) Hakim bersifat aktif dalam menjatuhkan putusan sesuai dengan perkara; (iii) Hakim dapat menjatuhkan putusan melebihi tuntutan dengan  pertimbangan sesuai dengan kejadian materiil yang diijinkan atau sesuai dengan posita berdasarkan putusan MARI  No. 556K/Sip/1971 dan putusan MARI No. 425.K/Sip/1975; (4) Hakim berwenang  menentukan besarnya nominal nilai ganti rugi yang selayaknya meskipun penggugat  memiliki hak mendapatkan nilai ganti kerugian tersebut dan dapat memutuskan berdasarkan petitum subsidair apabila hakim merasa lebih dekat dengan keadilan. 

Penerapan ultra petita diterapkan dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma’aruf dengan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana yang telah terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 340 subsidier Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dalam Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang menyatakan bahwa

“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun,”

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

  1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

  2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

 Pada sidang dengan terdakwa Ferdy Sambo, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati dengan tuntutan jaksa yaitu pidana seumur hidup. Putri Candrawathi divonis hukuman 20 tahun penjara dengan tuntutan jaksa yaitu 8 tahun penjara. Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun penjara dengan tuntutan jaksa 8 tahun penjara. Majelis hakim dalam perkara ini menjatuhkan vonis yang melebihi tuntutan jaksa, namun hal ini dapat dilakukan karena tidak melebih ancaman  maksimal hukuman dari pasal yang digunakan dalam perkara.

Dalam penjatuhan vonis terhadao Ferdy Sambo yang lebih berat daripada tuntutan terdapat beberapa pertimbangan majelis hakim yang terdiri atas 5 poin antara lain: (i) Tindakan Ferdy Sambo dilakukan kepada ajudannya yang telah mengabdi selama 3 tahun kepadanya; (ii) Tindakan yang mendatangkan duka terhadap keluarga korban Nofriansyah Yosua  Hutabarat; (iii) Perbuatan Ferdy Sambo menimbulkan keresahan dalam masyarakat; (iv) Ferdy Sambo memiliki kedudukan sebagai Aparat Penegak Hukum yaitu Pejabat Utama Polri sebagai Kadiv Propam Polri, menurut majelis hakim perbuatan tersebut telah mencoreng nama baik instansi tersebut; (v) Tindakan yang dilakukan  oleh Ferdy Sambo telah mengikutsertakan beberapa anggota Polri; (vi) Ferdy Sambo dalam memberikan keterangan dalam sidang berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatan yang dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun