Saat pertama kali membaca sinopsisnya, saya langsung berpikir siapa orang yang mau senekat sosok Sita ini? Nah, motivasi serta ambisi Sita akan dijelaskan dengan sangat kuat di paruh awal film ini.
Kelebihan utama Siksa Kubur dibandingkan film horor Indonesia lain adalah di story telling. Siksa Kubur bukan sekadar film yang menjual kengerian lewat jumpscare murahan, tidak juga hanya mengandalkan penciptaan suasana seram seperti The Witch.
Siksa Kubur berangkat dari kejadian pilu yang dialami tokoh utamanya, yang menjadi motor tindakannya nyaris sepanjang film.
10--15 menit awal dari film ini adalah kunci. Kalau sampai bagian itu terlewat, keterhubungan kita dengan dua karakter utama, Sita dan Adil, akan jauh berkurang.
Sound design di adegan pembuka ini juga juara! Joko Anwar memberi bumbu-bumbu ketukan ritmis yang membuat suasana menjadi tidak nyaman, mengingatkan saya akan film Silent Hills.
Sementara paruh kedua adalah bagian yang paling sering menjadi perdebatan warganet. Opini mereka terbelah dua, antara tidak suka karena dianggap tidak penting dan terlalu panjang, atau suka karena banyak memunculkan teka-teki.
Saya sendiri berada di pihak kedua. Sebagai penyuka film "mikir", Siksa Kubur memberikan beberapa hal yang perlu direnungkan sepulang dari bioskop. Layaknya film Jokan lainnya, film ini bukan tipe sekali tonton dan selesai begitu credit scene muncul.
Film Siksa Kubur bersifat multitafsir dan mengajak kita melihat maknanya dari sudut pandang-masing-masing. Saya sarankan kalian untuk melihat berbagai teori yang berseliweran setelah menonton, karena teori-teorinya liar dan menarik!
Pastikan kalian juga fokus terhadap semua dialog dari para tokohnya, karena tidak ada dialog yang sia-sia.
Nah, setelah diajak bersabar untuk set up cerita di satu jam pertama, kita lalu disuguhkan babak ketiga yang gonjang-ganjing! Klimaks Siksa Kubur berani saya nobatkan sebagai salah satu adegan terbaik dalam sejarah perfilman Indonesia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!