Saya sangat yakin semua adat di negeri musyawarah dan Mufakat merupakan cara utama dalam mengambil setiap keputusan.Â
Akar permasalahan ini ada di dunia pendidikan, ada di kampus kampus dan sekolah sekolah. Lalu apa yang harus direvolusi dalam dunia Pendidikan kita?Â
Kata kebebasan pun sering digunakan dalam dunia Pendidikan sehingga baik pendidik maupun peserta didik merasa bebas melakukan apapun yang ada dihatinya tanpa memandang nilai dan norma yang ada, tanpa mengedepankan musyawarah dan Mufakat dengan bijaksana dan Hikmat.Â
Orang-orang di dunia Pendidikan merasa tabu dengan demokrasi karena demokrasi dianggap akan merusak marwah pendidikan.Â
Anggapan ini terlalu berlebihan, musyawarah dan Mufakat dengan Hikmat dan bijaksana sudah jarang dilakukan di dunia pendidikan. Otonomi, otoritas, dan voting menjadi alasan untuk tidak melakukan musyawarah dan Mufakat di kampus.Â
Akibatnya mahasiswa menjadi sangat terbiasa berbicara di luar konteks dan koridor. Hal ini pun terjadi akibat dari metode pembelajaran yang diterapkan di proses pembelajaran kita hanya sebatas ceramah, ceramah, dan ceramah yang pada akhirnya memberikan Penugasan.Â
Kita berfikir dengan memberikan tugas yang banyak kita telah membangun karakter penerus bangsa ini.Â
Bahkan di negeri ini ada sebuah kampus yang memberikan 6 Penugasan kepada mahasiswanya untuk setiap mata kuliah yang diampuh. Apalagi jika setiap tugas diberikan oleh masing-masing mata kuliah tanpa terintegrasi. Bisa dibayangkan apa yang terjadi?Â
Proses pembelajaran seharusnya memberikan tidak hanya pengetahuan namun juga pengalaman yang membentuk afektif (sikap) dan psikomotorik (keterampilan) bagi peserta didiknya baik pada level individual maupun kelompok. Bukan sekedar memberikan tugas membuat mahasiswa sibuk meng-copy paste tulisan orang lain.Â
Diskusi, Problem Based Learning, dan Project Based Learning saya pandang perlu dijadikan metode yang sering dilakukan dalam proses pembelajaran. Konsep Learning harus lebih diutamakan dibanding teaching dalam proses pembelajaran.Â
Sehingga nilai musyawarah dan mufakat lebih bisa sering dipraktikkan dan menjadi pengalaman empiris bagi penerus bangsa.