Mohon tunggu...
Jerremiah P
Jerremiah P Mohon Tunggu... Freelancer - Who am i?

Hanya sekedar mencoba, kalah atau menang adalah takdir yang tak terelakkan...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Sore di Seberang Istana

6 Mei 2020   01:27 Diperbarui: 7 Mei 2020   02:16 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bunga yang mulai gugur. (sumber: pixabay/Miguel Á. Padriñán)

Seperti biasa, dia berjalan melintas seberang istana
Tempat orang-orang dengan wibawa
Berdiskusi tentang jelata katanya
Anggun mewah mereka bertukar canda
Tepat ketika satu persatu jelata meregang nyawa
Tidak seperti biasa, kini dia berhenti di sana
Tanpa takut mengangkat senjata
Para algojo menjadi waspada
Membalas todongkan ke kepala
Dia diam, tidak mematik senjata
Tapi akhirnya tersungkur sebab peluru menembus dada
Dia mati di seberang istana
Ketika langit akan menjadi senja
Tapi mati bukan akhir cerita
Sebab harus ada yang membersihkan raga dari seberang istana
Tubuh kaku itu ditelanjangi membuktikan noda
Catatan lirih menggiring duka
Goresan darah diatas luka
Berucap menjadi saksi bagi dia yang tiada

"Sebab lebih baik bagiku mati denganmu oleh senjata
Daripada harus kelaparan karena menanti mimpi yang tak kunjung nyata"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun