Pandemi COVID-19 yang mulai masuk ke Indonesia awal Maret 2020 kemarin telah mengubah setiap individu untuk berubah secara dinamis. Gaya hidup kenormalan baru telah mengubah setiap kegiatan masyarakat khususnya di dunia pendidikan. Mulai April 2020, pemerintah mengharuskan setiap kegiatan belajar  dilaksanakan dari rumah sehingga setiap guru dan siswa dituntut untuk berpikir kreatif dan siap menghadapi cara belajar baru. Ketika mulai diterapkannya sistem belajar dari rumah, awalnya seluruh siswa maupun guru dibuat kocar-kacir, terlihat dari beberapa daerah yang punya banyak kendala teknis, seperti ketersediaan perangkat teknologi, jaringan internet dan lain-lain.Â
Sejak awal pandemi COVID-19 siswa dan guru dituntut untuk kembali belajar hal baru. Guru dan siswa harus bersikap adaptif terhadap sistem pembelajaran jarak jauh yang mengharuskan mereka harus berkomunikasi lewat internet. Berbagai metode harus diterapkan para guru agar metode pengajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh para siswa. Banyak guru yang berusaha untuk berpikir kreatif dalam menyampaikan materinya, seperti mulai membuat video pengajaran, berkomunikasi via aplikasi zoom, melaksanakan pengerjaan tugas, latihan dan ujian melalui Google Classroom, dan lain-lain. Namun, pada kenyataannya tidak semua kreativitas yang telah disiapkan oleh para guru dapat dipahami dengan baik oleh para siswa dalam pembelajaran jarak jauh ini. Penyampaian materi melalui media video pengajaran maupun metode pengajaran lainnya sering kali membuat beberapa siswa merasa bosan dan jenuh.
Kendala-kendala tersebut tidak dapat dihindari sehingga perlu peran orangtua yang juga harus kembali belajar mengenali kebutuhan sang anak sebagai siswa. Peran orangtua dalam sistem pembelajaran jarak jauh sangatlah penting. Kondisi belajar dari rumah yang membuat anak hanya bisa berdiam di dalam rumah membuat orangtua harusnya memiliki tanggung jawab untuk memantau perkembangan pendidikan sang anak. Jika sebelum pandemi terjadi, beberapa orangtua menyerahkan sepenuhnya aktivitas anak mereka kepada guru ataupun sekolah, saat ini kondisinya sudah berubah. Setiap anak tidak bisa lagi sepenuhnya dipantau oleh guru-guru mereka. Oleh karena itu, peran guru dalam mendidik anak sebagai siswa kini diambil oleh para orangtua.
Saya tidak bisa mengatakan para guru lepas tangan terhadap siswanya selama masa pandemi. Namun, kenyataan dimana kondisi pandemi ini memang benar telah mengubah posisi mendidik sang anak ke dalam rumah yaitu melalui orangtua. Orangtua mau tak mau harus mengajari anaknya materi-materi yang tak dapat dipahami. "Pakai Om Google saja, nak!" pikir beberapa orangtua. Namun, hal itu tanpa disadari membuat anak tidak menikmati proses dalam belajarnya sehingga banyak anak tidak berpikir kreatif dan kritis.
Kondisi pandemi yang membuat posisi mendidik anak pindah ke orangtua di rumah telah membuat orangtua harus kembali belajar untuk memahami anak, tidak hanya dari segi kognitif sang anak, tetapi juga karakter atau etika. Orangtua tidak lagi punya alasan kesibukan kerja untuk tidak bisa mengenal sang anak dikarenakan sesuai anjuran pemerintah semua aktivitas harus dilakukan di rumah. Kini, kondisi pandemi telah membuat para orangtua telah merasakan bagaimana tanggung jawab guru dalam mendidik anak mereka sebagai siswa. Ketika sebelum pandemi, mungkin beberapa orangtua lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya sang anak kepada guru ataupu sekolah, namun kondisi pandemi telah menguji para orangtua tentang menghadapi kesiapan mereka dalam mendidik anaknya dari segala aspek. Itulah yang menjadi pertanyaan besar saat ini, "Siapkah para orangtua menghadapi kondisi ini?".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H