Pada 5 September 2022, Komnas HAM dan Komnas Perempuan merilis temuan dan kesimpulan mereka bahwa diduga kuat Putri Candrawathi, istri dari mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo telah dilecehkan secara seksual oleh (almarhum) Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Di rumah pribadi Ferdy Sambo di Magelang, pada 7 Juli 2022. Sehari sebelum Yosua dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo di kompleks perumahan Polri, Duren Tiga, Jakarta.
Berdasarkan temuan itu, Komnas HAM dan Komnas Perempuan merekomendasikan kepada Bareskrim Polri untuk menyelidiki dugaan adanya kasus pelecehan seksual oleh Yosua tersebut.
Rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan kepada polisi tersebut menimbulkan pertanyaan dari aspek hukum: Seberapa signifikan kah penyelidikan terhadap dugaan pelecehan seksual terhadap Putri oleh Yosua itu? Mengingat Yosua sebagai terduga pelakunya telah meninggal dunia?
Pakar hukum yang juga Dekan Fakulkas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, Â Liona Nanang Supriatna menilai, polisi tidak perlu menanggapi rekomendasi Komnas HAM dan Komnas Perempuan tersebut. Karena penuntutan pidana terhapuskan jika tertuduh meninggal dunia.
"Jadi rekomendasi Komnas HAM untuk Polri terkait pelecehan itu abaikan saja. Jadi KUHP kita, tidak menganut post humos trail. Artinya tidak ada pengadilan bagi orang yang meninggal dunia."
Nanang mengatakan, Â secara logika hukum, pelecehan seksual apapun yang terjadi yang dilakukan kepada siapapun dan pelakunya sudah meninggal, penegak hukum tidak memiliki kewenangan menuntut pidana.
Jadi, secara hukum, kasus dugaan pelecehan seksual terhadap Putri oleh Yosua itu sudah tidak penting lagi karena Yosua sebagai terduga pelakunya sudah meninggal dunia. Apalagi buktinya pun sangat lemah kalau tak mau disebut tidak ada. Hanya Putri saja yang mengaku ia dilecehkan oleh Yosua tanpa didukung oleh bukti apapun dan saksi langsung siapapun.
Apalagi jika dikaitkan dengan kasus pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo. Tidak penting dan tidak relevan untuk polisi dan publik.
Lalu, untuk apa Komnas HAM dan Komnas Perempuan merekomendasikan kepada polisi untuk menyelidiki kasus itu lagi?
Satu-satunya pihak yang berkepentingan kasus itu tetap diadakan adalah pihak Putri sendiri, terutama untuk kepentingan Ferdy Sambo, suaminya. Karena kasus pelecehan seksual itu dapat dijadikan faktor yang meringankan hukuman Ferdy Sambo kelak di persidangan. Dari ancaman hukuman maksimal hukuman mati sebagai pelaku pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) menjadi hanya pelaku pembunuhan biasa dengan ancaman maksimal hukuman 15 tahun penjara. Â Sebagaimana sudah saya uraikan di artikel saya sebelumnya.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyanti dalam pernyataan pers bersama Komnas HAM itu menegaskan bahwa Putri sebagai korban dugaan pelecehan seksual, yaitu percobaan pemerkosaan, itu enggan melaporkan ke polisi karena ia malu, menyalahkan diri sendiri, dan takut terhadap ancaman pelaku (Yosua).
"Kami perlu menegaskan bahwa keengganan pelapor untuk melaporkan kasusnya sedari awal itu karena memang merasa malu dalam pernyataannya. Ya, merasa malu, menyalahkan diri sendiri, takut pada ancaman pelaku, dan dampak yang mungkin mempengaruhi seluruh kehidupannya dalam kasus ini posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun memiliki anak perempuan," pernyatan Andi Yentriyanti.
Penegasan Ketua Komnas Perempuan itu jelas salah, dan justru menunjukkan janggalnya pengakuan Putri tentang pelecehan seksual yang dilakukan Yosua kepadanya itu.
Tidak benar bahwa sejak awal Putri enggan melaporkan dugaan pelecehan seksual terhadapnya itu ke polisi. Karena Justru Putri sejak awal sudah melaporkan dugaan pelecehan seksual itu, yaitu pada 9 Juli 2022 ke Polres Jakarta Selatan. Hanya sehari setelah peristiwa pembunuhan Yosua itu. Hanya saja saat itu laporannya TKP di rumah dinas Ferdy Sambo di kompleks perumahan Polri, di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Setelah terbongkar skenario palsu terbunuhnya Yosua, TKP-nya diubah Putri menjadi di rumah pribadi suaminya di Magelang.
Kenapa Ketua Komnas HAM Andi Yentriyanti bisa bilang, sejak awal Putri enggan melaporkan tentang dugaan pelecehan seksual yang dialaminya ke polisi? Padahal, faktanya sejak awal Putri sudah melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke polisi.
Atas laporan tersebut, setelah melakukan penyelidikannya, pada 12 Agustus 2022 polisi mengumumkan, menghentikan penyelidikan terhadap laporan Putri Candrawathi itu karena tidak ditemukan bukti yang cukup. Sebaliknya, polisi justru menduga laporan palsu tersebut hanya untuk melengkapi skenario kasus terbunuhnya (pembunuhan) Brigadir Yosua itu.
Komnas Perempuan menyinggung tentang status Putri yang adalah istri seorang petinggi Polri dengan usia  menjelang 50 tahun, yang tertekan jiwanya karena dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Yosua terhadapnya. Tetapi, Komnas Perempuan tidak melihat justru pada status Putri sebagai istri seorang petinggi Polri, dan berusia menjelang 50 tahun itulah juga adanya kejanggalan itu.
Bagaimana bisa Yosua yang hanya berpangkat Brigadir, ajudan yang merangkap seperti asisten rumah tangga bisa begitu nekad dan konyolnya melakukan kekerasan seksual terhadap istri dari komandannya sendiri, istri dari Kadiv Propam Polri yang berpangkat Inspektur Jenderal, di rumah komandannya itu. Apalagi di saat itu juga mereka tidak sendirian.Â
Anehnya lagi, saat itu Putri tidak berteriak, marah, dan mengusir Yosua. Sebaliknya, sesaat setelah itu ia malah mencari Yosua, menyuruh Bripka Ricky Rizal memanggil Yosua untuk berbicara berdua di kamarnya, yang nota bene merupakan TKP.
Yosua adalah seorang pemuda belia berusia 27 tahun, gagah dan ganteng. Punya pacar cantik yang masih berusia 25 tahun. Namanya Vera Maretha Simanjuntak. Menurut keterangan dari keluarganya, Yosua dan Vera  berencana akan menikah dalam tahun depan (sekitar Maret 2023).
Logiskah seorang pemuda belia seperti Yosua punya hasrat seksual terhadap seorang perempuan berusia menjelang 50 tahun, yang lebih pas menjadi ibunya? Yosua pasti bukan seorang Gerontophilia (kelainan seksual orang muda yang hanya birahi kepada orang lanjut usia).
Mengenai pernyataan Komnas Perempuan bahwa Putri takut dengan ancaman pelaku (Yosua), kejanggalannya sudah saya ulas di artikel saya sebelumnya.
Sulit diterima nalar seorang istri Jenderal, istri dari Kadiv Propam Polri, pemilik dan penguasa rumah, justru takut dengan ajudannya sendiri. Apalagi di saat itu di rumah itu ada dua asisten rumah tangganya, Kuat Ma'aruf dan Susi. Ditambah lagi beberapa ajudan lainnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan, Putri Candrawathi adalah pemohon perlindungan korban yang paling unik. Baru pertamakali ada sejak LPSK berdiri ada pemohon perlindungan seperti Putri. Sebab dia yang meminta perlindungan kepada LPSK, tetapi tidak mau memberi keterangan apapun kepada LPSK untuk proses verifikasi kasus dan perlindungannya.
"Ibu PC adalah pemohon perlindungan yang paling unik kepada kasus kekerasan seksual yang saya tangani, dan pembuktian secara hukum," kata Edwin, dalam acara Gathering Media di Bandung, Jawa Barat, 23/9/2022.
"Satu-satunya pemohon sepanjang LPSK berdiri yang tidak bisa, tidak mau dia menyampaikan apapun kepada LPSK. Padahal, dia yang butuh LPSK. Hanya ibu PC pemohon yang seperti itu selama 14 tahun LPSK berdiri," katanya.
LPSK tidak mungkin begitu saja memenuhi permohonan perlindungan dari seseorang, pasti ada syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi. Bagaimana mungkin LPSK memberi perlindungan kalau yang bersangkutan sama sekali tidak mau memberi keterangan yang dibutuhkan LPSK. Sikap Putri itu merupakan suatu kejanggalan lain dari sejumlah kejanggalan yang pernah disebut.
Sikap Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang mengabaikan semua kejanggalan tersebut, dengan menyampaikan rekomendasi mereka untuk polisi menyelidiki dugaan kuat pelecehan seksual itu  sesungguhnya merupakan sesuatu yang patut dipertanyakan.
Kalau mau menduga-duga. Lebih masuk akal dugaan yang diutarakan oleh Bibi Brigadir Yosua, Roslin Emika, saat merespon Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang mengungkit kembali kasus dugaan pelecehan seksual oleh Yosua terhadap Putri Candrawathi itu.
Roslin dalam tanggapannya itu, selain meminta agar Komnas HAM dan Komnas Perempuan menyampaikan bukti-bukti, bukan hanya berdasarkan pengakuan Putri, juga menyampaikan dugaan yang sebaliknya. Yaitu, kata dia, jangan-jangan justru Putri-lah yang menginginkan (menggoda) Yosua (untuk melakukan hal yang tak pantas), tetapi ditolak Yosua. Saking malunya, Putri menangis, membalikkan keadaan dengan memfitnah Yosua.
"Jangan-jangan ibu PC ini yang menginginkan anak kami, tapi anak kami tidak mau. Akhirnya saking malunya Bu PC dia menangis, dia berteriak dan membalikkan fitnah kepada anak kami," katanya.
Roslin menyitir kisah Yusuf dan istri Potifar, seorang kepala pengawal Firaun, di dalam Alkitab, di Kitab Kejadian Pasal 39, yang menurutnya, bisa jadi mirip dengan yang sebenarnya dialami Yosua dengan istri mantan Kadiv Propam Polri itu.
Berikut kutipan pasalnya:
Adapun Yusuf  telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia ke situ. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu.Â
Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai  TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf.Â
Sejak ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang. Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri.Â
Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya. Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: "Marilah tidur dengan aku." Tetapi Yusuf menolak  dan berkata kepada isteri tuannya itu: "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah."Â
Walaupun dari hari ke hari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan  bujukannya itu untuk tidur di sisinya dan bersetubuh dengan dia.Â
Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, edang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada di rumah. Lalu perempuan itu memegang baju  Yusuf sambil berkata: "Marilah tidur dengan aku."Â
Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar. Ketika dilihat perempuan itu, bahwa Yusuf meninggalkan bajunya dalam tangannya dan telah lari ke luar, dipanggilnyalah seisi rumah itu, lalu katanya kepada mereka: "Lihat, dibawanya ke mari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku, tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras. Dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak sekeras-kerasnya, ditinggalkannyalah bajunya padaku, lalu ia lari ke luar. "Â
Juga ditaruhnya baju Yusuf itu di sisinya, sampai tuan rumah pulang. Perkataan itu jugalah yang diceritakan perempuan itu kepada Potifar, katanya: Â "Hamba orang Ibrani yang kaubawa ke mari itu datang kepadaku untuk mempermainkan aku. Tetapi ketika aku berteriak sekeras-kerasnya, ditinggalkannya bajunya padaku, lalu ia lari ke luar."Â
Baru saja didengar oleh tuannya perkataan yang diceritakan isterinya kepadanya: begini begitulah aku diperlakukan oleh hambamu itu, maka bangkitlah amarahnya. Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung.Â
Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf  dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu. Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya. Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil.
***
Pada 4 Agustus 2022, Roslin di akun Face Book-nya mengunggah sebuah foto Yosua dengan kue ulang tahunnya, disertai dengan tangkapan layar tulisan ucapan selamat ulang tahun dalam bahasa Inggris kepada Yosua yang disebut Roslin berasal dari Putri. Ucapan ulang tahun tersebut mencerminkan bahwa kedekatan Putri dengan ajudannya itu. Berikut ucapannya:
This is my message in your birthday...
Today hopefully whatever you wish n pray for will come true.
I hope that hope will also bring happiness.
And I'm so gratefull to have you as a bodyguard, friend n family.
You're such a great staff.
Hope your birthday is a special as you are..
Happy Birthday My Great bodyguard SUA.
(Ini adalah pesanku di hari ulang tahunmu.
Hari ini berharap apapun yang kamu inginkan akan segera terkabul.
Aku juga berharap apa yang kamu mau membawa kebahagiaan.
Dan aku bersyukur memiliki kamu sebagai pengawal, teman, dan keluarga.
Kamu sungguh staf yang baik.
Berharap ulang tahun ini akan menjadi sebaik kamu.
Selamat ulang tahun, pengawal terbaikku SUA)
Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi, Edwin Partogi, berdasarkan pengakuan Bharada Richard Eliezer (Bharada E), sebenarnya Brigadir Yosua adalah ajudan kepercayaan dan kesayangan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Ia dipercaya mengurus keuangan dan keperluan rumah tangga keluarga Ferdy Sambo, dan juga keperluan para ajudan lainnya, sopir sampai asisten rumah tangga keluarga Ferdy Sambo.
"Dari apa yang diterangkan Bharada E, menurut kami Brigadir J punya posisi yang spesial. Artinya dia adalah sopir dan ajudan melekat Ibu PC," papar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi (23/8/2022).
Di antara mereka, hanya Yosua yang difasilitasi kamar di rumah pribadi keluarga Sambo di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Yosua disebut menjadi koordinator para ajudan Ferdy Sambo.
"Dia punya kamar sendiri di Saguling rumah pribadi, dan dia orang kepercayaan FS dan Ibu PC. Karena kebutuhan dari 8 orang polisi yang melekat ke Pak FS itu, kalau ada kebutuhan lewat almarhum Yosua," jelas Edwin.
Kesaksian Richard itu didukung dengan beredarnya tangkapan layar percakapan akrab dengan WhatsApp antara Putri dengan adik Yosua, Reza, yang juga polisi, yang diunggah jurnalis Kompas TV, Aiman Witjaksono di akun Twitter-nya, @AimanWitjaksono, Â pada 22 Agustus lalu. Foto tangkapan layar itu diperoleh Aiman dari Kamaruddin Simanjuntak, pengacara keluarga Yosua.
Dari percakapan akrab di WhatsApp yang dilakukan saat Putri berada di Magelang itu, terlihat memang sosok Yosua merupakan ajudan kesayangan keluarga Ferdy Sambo. Lebih-lebih dengan Putri. Â Hubungan mereka sudah sangat dekat seperti anak dengan orangtua. Selain ajudan, Yosua juga merangkap seperti asisten rumah tangga keluarga Ferdy Sambo. Sampai menyeterika pakaian-pakaian yang diduga seragam sekolah anak Ferdy Sambo dan Putri pun dilakukannya.
Kegiatan Yosua yang sedang menyetrika pakaian seragam sekolah itu dipotret Putri dan dikirim ke Reza disertai komentar yang menunjukkan keakraban Putri dengan Yosua dan Reza.
"Lihat ini abang kau ni, rajin kali, kau datanglah ke sini bantuin abangmu. Dia multitalenta, sampai bingung mau kasih gaji berapa, karena banyak yang dikerjakan. Bukan hanya sebagai ajudan, tapi sampai menyetrika baju anak."Â
"Kakaknya rajin bangettttt.. Luar biasa sampai nyetrika luwes bangetttt".
Keakraban Putri dengan Yosua itu juga merupakan faktor yang membuat pengakuan Putri ia telah dilecehkan secara seksual oleh Yosua janggal. Kalau benar seperti itu, tentu tak ada lagi keakraban di antara mereka. Apalagi mereka juga masih seatap sampai dengan saat kembali ke Jakarta, sebelum terjadi pembunuhan itu.
Selain itu, viral pula foto Putri Candrawathi bersama dengan tiga ajudannya. Salah satunya Brigadir Yosua yang memegang ponsel dengan tangan kirinya untuk memotret mereka. Putri berdiri mepet di belakang Yosua, tangannya memegang tangan kanan Yosua. Terkesan mesra.
Seandainya saja, dugaan Bibi Yosua tersebut di atas ada benarnya. Bahwa Putri yang menginginkan (menggoda) keponakannya itu, tetapi ditolak, lalu Putri berbalik memfitnahnya. Maka nasib Yosua yang merupakan ajudan merangkap "ART" kesayangan keluarga Ferdy Sambo itu memang dapat dibandingkan dengan sebagian kisah Yusuf dengan istri Potifar.
Hanya akhir kisah mereka berbeda bagai bumi-langit. Kisah Yusuf happy ending. Istri Potifar melaporkan Yusuf ke suaminya, Â Potifar, ia hendak diperkosa Yusuf. Potifar murka, dan "hanya" memenjarakan Yusuf. Tapi kemudian berkat ketepatannya menafsirkan mimpi Firaun hingga menyelamatkan Mesir dari musibah kelaparan hebat, berkat kejujuran, kecakapan, kecerdasannya, dan kerajinannya, akhirnya Yusuf menjadi tangan kanan langsung Firaun.
Sebaliknya dengan nasib Yosua, Â berakhir sangat tragis. Setelah ia dilaporkan Putri ke suaminya, Ferdy Sambo, ia hendak diperkosa Yosua. Suaminya itu murka, dan langsung mengeksekusi mati Yosua.
Tetapi, rupanya tangan Tuhan masih menjamah dalam kasus luar biasa ini. Sehingga rekayasa kasus Ferdy Sambo cs itu (Yosua tewas akibat dari tembak-menembak dengan Bharada E), pun berhasil dibongkar Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Yosua bukan tewas karena tembak-menembak, tetapi ditembak alias dibunuh secara terencana.
Awalnya Tim  Khusus Polri tersebut menemui jalan buntu. Meskipun berdasarkan penyelidikan mereka, mereka yakin kisah terbunuhnya Yosua itu janggal, tidak sesuai dengan faktanya, tetapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena tidak ada bukti yang bisa mematahkan skenario Ferdy Sambo cs itu. Semua rekaman CCTV tidak ada. "Hilang atau rusak".
Sebagaimana yang dilaporkan majalah Tempo edisi 20 Agustus 2022: Awalnya tim khusus penyidik Polri itu sudah nyaris putus asa karena tidak menemukan bukti apapun yang bisa menguak kasus tersebut.
Sampai pada sebulan setelah kasus itu, pada 9 Agustus 2022, setelah menggeledah sejumlah lokasi, akhirnya Tim Khusus secara tidak sengaja memperoleh rekaman DVR CCTV yang paling dicari.
Di antara tempat yang digeledah itu ada rumah anak buah Ferdy Sambo, Komisaris Baiquni Wibowo, yang lokasinya bersebelahan dengan rumah dinas Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Di rumah Baiquni, Tim Khusus menemukan sebuah laptop yang sudah patah menjadi dua. Hard disc-nya terbelah seperti dicincang dengan benda tajam. Tidak ditemukan DVR CCTV. Belakangan diketahui laptop itu pernah digunakan oleh Baiquni  dan tiga kolega lainnya menonton rekaman dari DVR CCTV. Setelah menontonnya mereka merusak laptop dan hard dic-nya. Rekaman DVR CCTV itu berasal dari CCTV di pos satpam persis di depan rumah Ferdy Sambo, yang sebelumnya disita oleh Komisaris Chuck Putranto atas perintah Ferdy Sambo.
Saat Tim Khusus Polri itu dengan perasaan putus asa hendak pergi dari rumah Baiquni, istri Baiquni menghampiri mereka membawa sekotak hard disc eksternal. "Ini enggak sekalian di bawa?" katanya, seperti ditirukan seorang penyidik. Mereka pun membawanya.
Saat penyidik Tim Khusus membuka isi memori eksternal itu saat tiba di Mabes Polri, mereka terperanjat ketika melihat isinya. Di situ ada rekaman DVR CCTV pos satpam di depan rumah Ferdy Sambo, dan juga ada rekaman CCTV dari rumah tetangganya, yang merekam dengan jelas detik-detik kejadian pembunuhan tersebut. Â Rupanya sebelum merusak dan menghilangkan rekaman DVR CCTV itu, Baiquni membuat kopiannya di hard disc eksternal yang secara tak sengaja justru diserahkan oleh istrinya ke penyidik Tim Khusus Polri.
Seorang penyidik dari Tim Khusus itu bilang kepada Tempo, ada campur tangan Tuhan hingga rekaman CCTV yang teramat sangat penting itu bisa mereka peroleh secara begitu 'ajaib'. Yang berkontribusi besar membongkar kasus pembunuhan Yosua itu. Berawal dari terungkapnya rekaman DVR CCTV itu polisi menetapkan para tersangka pembunuhan berencana terhadap Yosua, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'aruf. Berikut sejumlah perwira polisi dan para anak buahnya sebagai pelanggar etik berat dan  tersangka obstruction of justice (menghalangi proses penyidikan). Di antaranya telah dijatuhkan sanksi pemecatan dengan tidak hormat dari polisi. Termasuk Ferdy Sambo.Â
Setelah itu mereka akan disidangkan sebagai para tersangka pembunuhan berencana, dan sebagai tersangka tindak pidana obstruction of justice.
Memang tidak ada kejahatan yang sempurna. (dht)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H