***
Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu seolah-olah lupa bahwa Putri Candrawathi yang mengaku telah mengalami pelecehan seksual itu merupakan salah satu tersangka dari pembunuhan berencana terhadap Yosua, yang diotaki suaminya, Ferdy Sambo. Â
Awalnya ia bersengkongkol dengan suaminya untuk membuat kesaksian dan laporan palsu bahwa kejadian pelecehan seksual itu terjadi di rumah dinas Ferdy sambo di Duren Tiga, Jakarta. Setelah ketahuan berbohong, ia mengatakan, ia berbohong atas arahan suaminya.
Perubahan pengakuan bahwa kejadian pelecehan seksual itu bukan di rumah Duren Tiga, Jakarta, tetapi di rumah pribadi mereka di Magelang pun, dikemukakan oleh Ferdy Sambo saat dia di sidang etik. Kemudian Putri juga mengatakan hal yang sama. Apakah ini bukan bagian dari rekayasa planning B setelah planning A gagal?
Orang yang pernah berbohong dan merupakan salah satu tersangka pembunuhan berencana itu, apakah bisa begitu saja dipercaya pengakuannya?
Justru pengakuan Putri Cendrawathi tanpa bukti yang cukup itu patut diduga kuat sebagai strategi persiapan untuk meringankan hukuman suaminya kelak saat di persidangan.
Skenario awal buatan Ferdy Sambo adalah ia tidak berada di TKP saat  terjadi pelecehan seksual oleh Yosua kepada istrinya di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta, yang diikuti dengan tembak-menembak antara Yosua dengan Richard Eliezer, yang mengakibatkan tewasnya Yosua itu.
Maksud dan tujuan skenario awal yang kemudian berantakan itu adalah Ferdy Sambo ingin cuci tangan, seolah-olah ia tidak ada sangkut paut dengan terbunuhnya (pembunuhan) Yosua. Sehingga ia tidak tersentuh hukum. Demikian juga dengan istrinya, Putri Candrawathi. Untuk Richard Eliezer yang ditumbalkan juga direncanakan bebas dari tuduhan pembunuhan, karena "yang terjadi adalah tembak-menembak", bukan pembunuhan. Kasus ditutup. Â
***
Setelah skenario awal itu berantakan. Terbongkar kejadian sebenarnya. Motif pembunuhan karena istrinya dilecehkan secara seksual oleh Yosua sangat penting bagi Ferdy Sambo. Motif itu diharapkan kelak di persidangan akan menjadi pertimbangan dan kesimpulan hakim bahwa pembunuhan tersebut bukan pembunuhan berencana yang diancam dengan hukuman terberat, yaitu hukuman mati (Pasal 340 KUHP), tetapi hanya pembunuhan biasa (Pasal 380 KUHP) yang ancaman hukuman terberatnya hanya 15 tahun penjara.
Bekas Hakim Agung Gayus Lumbuun, di acara Aiman Wicaksono, Kompas TV, 7/9/2022, mengatakan, faktor emosional, amarah dari Ferdy Sambo, setelah mendengar istrinya dilecehkan secara seksual, bisa menjadi faktor meringankan karena bisa jadi unsur pembunuhan berencana tidak terbukti.