Karena B telah wanprestasi, pada 10 Mei 2022, C mengajukan gugatan kepada B agar melunasi hutangnya itu di Pengadilan Negeri setempat, disertai dengan permohonan sita jaminan atas tanah dan bangunan yang sama dengan yang telah dijual B kepada A .
Secara hukum apa yang dilakukan oleh C sudah lazim dalam gugatan hutang-piutang seperti itu. Gugatan wanprestasi hutang-piutang biasanya selalu disertai dengan permohonan conservatoir beslag. Supaya jika tergugat tidak mampu atau tidak mau membayar, maka harta bendanya yang dimohonkan untuk disita jaminan dapat disita oleh pihak penggugat dengan perantara juru sita Pengadilan untuk dilelang.
Dasar hukumnya Pasal 1131 KUH Perdata: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, manjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.
Masalahnya adalah bagaimana dengan nasib A yang telah terlebih dahulu membeli tanah dan bangunanan tersebut secara sah, tetapi belum melakukan balik nama atas namanya?
Dalam kasus ini yang paling menentukan pertama ada dua hal yang sama pentingnya. Yaitu, siapakah yang terlebih dahulu melakukan perbuatan/tindakan hukum atas obyek sengketa yang sama? Ia yang lebihdulu, haknya mengesampingkan hak siapa yang kemudian. Dalam hal ini A yang terlebih dahulu (10 Januari 2022) telah membeli dari B tanah dan bangunan tersebut secara sah menurut UU, yaitu dengan PPJB di hadapan PPAT. Sedangkan C baru mengajukukan gugatannya di PN pada 10 Mei 2022.
Hal kedua, apakah telah terjadi peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut dari B kepada A? Mengingat A belum melakukan balik nama atas namanya?
Pasal 616 KUHPerdata menentukan, penyerahan atas suatu benda tidak bergerak (dalam hal ini tanah) dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPerdata, antara lain dengan melakukan pendaftarannya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap perolehan, peralihan, dan pembebanan hak atas tanah harus didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Atas pendaftaran tersebut BPN akan mencatatnya di dalam Buku Tanah dan menerbitkan Sertifikat Tanah-nya untuk diserahkan kepada pemegang haknya sebagai bukti pemilikan hak atas tanah tersebut.
Dalam kasus di artikel ini, A belum melakukan pendaftaran atas PPJB-nya di BPN, Â atau dalam bahasa awamnya A belum belakukan balik nama menjadi atas namanya terhadap tanah dan bangunan yang dibeli dari B itu. Sertifikat tanahnya masih atas nama B. Â
Apakah dengan demikian belum terjadi peralihan hak atas tanah dari B kepada A?