"Dia sebut-sebut Ahok, pemerintah thagut. Yang di Makassar juga begitu. Itu juga yang diajarkan ISIS. Pemerintah thagut, polisi thagut, beda keyakinan thagut yang harus dimusuhi," jelasnya.
Politik identitas khususnya politik agama yang memecah belah rakyat yang mana kah yang dimaksud Stanislaus Riyanta?
Apalagi kalau bukan, yang paling utama adalah apa yang pernah terjadi di pilkada DKI Jakarta 2017?
Inilah pilkada yang paling destruktif sepanjang sejarah Indonesia. Ketika hanya demi memperoleh jabatan gubernur DKI Jakarta, untuk masa jabatan 5 tahun, mereka tega menghalalkan segala cara dengan menggunakan agama sebagai senjata andalannya untuk memenangi pilkada tersebut. Bukan lagi visi dan misi. Karena mereka tidak percaya diri, jika hanya mengandalkan visi dan misi merasa pasti akan kalah.
Agama sebagai senjata andalan untuk jabatan gubernur tersebut bukan agama murni, tetapi merupakan manipulasi dari agama itu sendiri. Agama dipolitisir dan dimanipulasi sedemikian rupa untuk mempengaruhi sebanyak mungkin pemilih agar membenci calon lawannya atas dasar alasan agama yang telah dimanipulasi itu.
Politik kebencian dibalut agama-lah yang dikumandangkan secara terstruktur, sistematis, dan masif, di hampir setiap kesempatan kepada sebanyak mungkin warga DKI Jakarta. Agama dimanipulasi dan dipolitisir dengan propaganda kebencian secara maksimal terhadap calon gubernur lawannya, yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan di masjid-masjid di seantero DKI Jakarta digunakan penceramah untuk menyebarkan kebencian atas nama agama tersebut. Maksudnya adalah dengan kebencian tersebut warga DKI Jakarta pasti tidak akan memilih Ahok.
Memilih Ahok yang kafir pasti akan masuk neraka (sebaliknya memilih calon mereka akan masuk surga). Ada pula ancaman bahwa mereka yang tetap memilih Ahok, jenazahnya dan jenazah keluarganya tidak akan disholati.
Saking terstruktur, sistematis, dan masifnya serangan terhadap Ahok dengan menggunakan sentimen kebencian agama, dan masjid-masjid pun digunakan untuk keperluan itu, hingga bukan hanya Ahok, tetapi juga calon pasangan wakil gubernurnya, Djarot Syaiful Hidayat, yang nota bene sesama Islam pun ikut dibenci.
Jumat, 14/4/2017, seusai menunaikan ibadah sholatnya di Masjid Al-Atiq, di Tebet, Jakarta Selatan, Djarot diusir ramai-ramai oleh jemaah di sana yang sebagian besar adalah para pemuda.
Lewat pengeras suara masjid, terdengar seruan kepada jemaah agar tidak memilih pemimpin kafir dalam Pilkada DKI. Bahkan, saat Djarot bersiap meninggalkan masjid, mereka berteriak, "Usiiir!! Usiiirr...". Mereka juga menyerukan takbir dan mengimbau agar jemaah memilih pemimpin seiman.
"Itulah bentuk yang saya sebut sebagai politisasi masjid, untuk kepentingan-kepentingan politik praktis,” sesal Djarot saat itu.