Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerindra dan Politik SARA

14 Juni 2018   01:04 Diperbarui: 14 Juni 2018   01:14 1833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Bidang Hubungan dan Kajian Strategis PP GP Ansor Nuruzzaman dalam sebuah diskusi bertajuk Pembubaran HTI dan Amanat Konstitusi Kita di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).(KOMPAS.com/Kristian Erdianto)

Patut diduga bahwa putusan Prabowo (Gerindra) untuk mengusung Ahok mendampingi Jokowi itu merupakan bagian dari strategi Prabowo untuk memperbaiki citranya yang sebelumnya buruk karena berlatar belakang rezim Orde Baru yang dikenal sebagai antiChina.

Prabowo menggunakan Ahok untuk memperbaiki citranya demi cita-citanya maju di Pilpres 2014, supaya terkesan ia sebagai sosok yang nasionalis, demokratis dan toleran, sehingga seorang WNI yang dobel minoritas seperti Ahok, Tionghoa dan Kristen pula, ia pilih sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta.   

Di masa-masa itu, ketika ada orang yang bertanya kepada Prabowo di akun Twitter-nya, bagaimana jika FPI berdemo untuk menurunkan Wagub Ahok yang nota bene kader Gerindra, Prabowo menjawabnya tegas:

"Siapapun yang ingin demo lengserkan Ahok karena alasan SARA harus berhadapan dengan saya ..."

(Twitter)
(Twitter)
Namun setelah Ahok menyatakan diri keluar dari Partai Gerindra (10/9/2014)  karena tidak setuju dengan keinginan Gerindra untuk mengubah Undang-Undang untuk mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden kepada MPR, dan sejak itu berseberangan dengan Gerindra, sampai mencapai puncaknya di Pilgub DKI Jakarta 2017, terbukalah kedok Prabowo dan Gerindra, tampillah wajah aslinya.

Setelah mencoba menggapai kekuasaan dengan cara-cara demokratis dan sportif gagal dicapai, maka strategi menggunakan isu SARA pun digunakan. Terbukti sangat efektif di Pilgub DKI Jakarta 2017. Maka itu, diduga mereka pun akan menerapkannya juga di Pilpres 2019.

Etnis Ahok yang Tionghoa, dan agamanya yang Kristen, yang sebelumnya dibela Prabowo, justru dijadikan titik lemah Ahok untuk diserang Gerindra demi kemenangan Anies-Sandi.

Apalagi Ahok kemudian melakukan blunder fatal dengan menyinggung soal Al-Maidah 51, itu ibarat ia memberi senjata gratis lengkap dengan amunisinya kepada pihak lawan untuk menyerangnya, padahal sebelumnya mereka tidak punya senjata andalan untuk itu.

Maka dengan koordinator utama FPI pimpinan Rizieq Shihab, Ahok pun diserang dengan kekuatan penuh bersenjatakan agama, demo "aksi bela Islam" berjilid-jilid pun digelar, yang paling terkenal adalah aksi bela Islam pada 21 Februari 2017 di depan Gedung DPR,  yang kemudian dikenal dengan aksi 212. Ketua Presidium 212 ketika itu juga dijabat oleh Ustaz Ansufri Idrus Sambo.

Hasilnya kemenangan telak Anies-Sandiaga terhadap Ahok-Djarot.

Atas jasa besarnya di Pilgub DKI Jakarta 2017 itu pun Prabowo Subianto memuji dan berterima kasih kepada Rizieq Shihab dan FPI-nya yang telah berjuang (dengan senjata agama itu) demi kemenangan Anies Sandiaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun