Roy  menjelaskan,  berdasarkan  penjelajahan yang telah dilakukan oleh rombongan petinggi Demokrat yang dipimpin oleh SBY (2017), dan AHY (2018), di  Jawa Barat, Jawa Tengah sampai Jawa Timur, untuk mendengar suara rakyat secara obyektif, dapat disimpulkan bahwa memang benar Jokowi telah banyak membangun jalan, tetapi pembangunan itu tidak menyelesaikan masalah.
Karena, misalnya, harga BBM terus naik. Roy mengaku, ia mendengar sendiri keluhan rakyat tentang harga BBM kepada SBY itu saat SBY mendengar aspirasi rakyat di Bantul. Masalah lain, masalah di bidang kesehatan, berdasarkan data yang ada padanya, Â dulu di zaman SBY, rakyat bisa berobat menggunakan BPJS, mengenyam Puskesmas, tapi sekarang kolaps! Karena (Jokowi) terlalu banyak janji, murah, murah, tapi yang menanggung akhirnya kolaps.
Lalu, lanjut Roy, ada data dari Pertamina, pada tahun 2017, Pertamina subsidi dan defisit sebesar Rp. 29 triliun. Sedangkan, di tahun ini saja, sudah defisit Rp. 6 triliun per bulan demi pencitraan Jokowi tentang BBM satu harga. Itulah yang membuat negara ini tidak berkembang, atau ada pembangunan, tetapi tidak dirasakan oleh masyarakat, padahal seharusnya rakyatlah yang menerima atau merasakan hal ini.
"Itulah sebabnya, Partai Demokrat, ada yang menyebut, sebentar lagi ada warna Biru yang mendukung koalisinya Pak Jokowi. Dengan tegas, kami katakan, malam hari ini, biru yang dimaksud akan mendukung  itu, biru yang dimaksud belum birunya Partai Demokrat, bukan Biru-nya Partai Demokrat. Ya, itu klir! Jadi, itu supaya jelas!"
Saat Faisal Akbar dari Partai Hanura bertanya kepada Roy, apakah ini resmi (pernyatan dari Partai Demokrat)? Roy Suryo langsung menjawab, "Resmi, ya resmi, jadi klir!"
Roy melanjutkan kritikannya terhadap Presiden Jokowi, ia mengatakan bahwa yang diajarkan (oleh SBY) juga, pembangunan NKRI ini bukan dibangun hanya oleh Jokowi. Jokowi hanya melanjutkan pembangunan sepuluh tahun yang dilakukan oleh SBY.
(Tidak seperti Jokowi) SBY tidak pernah menafikkan, apa yang telah dilakukan oleh Bu Mega. Tidak pernah juga menafikan apa yang telah dilakukan oleh Gus Dur, Habibie, Soeharto, dan Bung Karno.Â
Roy juga menyinggung tentang panen yang dilakukan rakyat, tetapi tidak bisa dijual, karena kebijakan Presiden Jokowi tentang impor.
Sebagai penutup, Roy menyinggung tentang cerita wayang "Petruk Dadi Ratu" ("Petruk Jadi Raja"), yaitu kisah pewayangan yang menceritakan tentang Petruk yang tidak becus menjadi Raja (pimpinan) tetapi kemudian menjadi Raja, akibatnya negara pun menjadi semrawut, berantakan tidak keruan, akibatnya terjadi kekcauaan politik, dan rakyat pun menderita.
"Seperti itulah keadaan sekarang ini!" kata Roy Suryo.
Roy juga menyindir, tentang kisah di suatu negara pewayangan yang dipimpin Petruk, yang tampak dari luar halus, tetapi dalamnya jahaaat. "Semoga itu bukan di Indonesia," sindirnya.