Di DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan, dengan alasan masih dibutuhkan masyarakat di perkampungan, dan demi keadilan rakyat kecil, hendak membawa Jakarta mundur puluhan tahun ke belakang, dengan  melegalkan kembali becak yang secara resmi telah dilarang sejak 2007.
Dasar hukum larangan becak beroperasi di DKI Jakarta adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Â Ketentuan tentang larangan merakit, memasukkan, dan mengoperasikan becak tercantum pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 Perda tersebut.
Perda Nomor 8 Tahun 2007 itu diterbitkan saat Gubernur DKI Jakarta dijabat oleh Sutiyoso. Bertahun-tahun sebelum Sutiyoso (sejak sekitar 1980-an), gubernur-gubernur DKI sebelum dia, juga sudah berupaya menghapus becak dari Ibu Kota, dengan berbagai operasi razia becak, tetapi tak pernah berhasil. Â
Sampai pada era Gubernur Sutiyoso, penghapusan becak di seluruh wilayah DKI Jakarta efektif diberlakukan dengan dasar hukumnya Perda  2007 itu.  Â
Larangan beroperasinya becak diberlakukan karena dianggap kendaraan tradisional bertenaga manusia itu merupakan salah satu sumber utama gangguan ketertiban lalu lintas di Ibu Kota.
Selain pertimbangan mengganggu ketertiban umum berlalu lintas, profesi tukang becak juga dianggap kurang manusiawi, dan tidak akan pernah dapat mensejahterakan tukang becaknya.
Selain itu, dari perspektif perkembangan zaman, jelas becak sudah sangat tidak representatif lagi dengan kebutuhan masyarakat modern saat ini yang terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi, apalagi di kota-kota metropolitan seperti di Surabaya, dan megapolitan seperti Jakarta.
Kebutuhan masyarakat modern yang hidup di zaman serba digital berbasis teknologi dan informasi yang semakin canggih seperti sekarang ini terhadap moda transportasi adalah kemudahan, keamanan, kecepatan mendapatkannya, kecepatan sampai di tujuan, dan kepraktisan, Â dengan biaya murah, Â oleh karena itulah antara lain bermunculanlah sistem angkutan manusia berbasis teknologi internet (on-line / daring).
Ke depan, dalam tempo yang tidak terlalu lama lagi, akan bermunculan pula kendaraan-kendaraan masa depan dengan teknologi  artificial Intelligence  (kecerdasan buatan), yang prototipenya sudah ada sekarang, seperti mobil tanpa sopir, mobil listrik, mobil terbang, sampai ke angkutan massal berbentuk tabung yang diberi nama "Hyperloop" yang bisa mencapai kecepatan 1.000 km/jam!
Ketika masyarakat dunia fokus berpikir jauh ke depan mengenai kebutuhan transportasi manusia berteknologi tinggi di masa depan itu, terasa ironi saat Gubernur DKI Jakarta saat ini justru berpikir jauh ke belakang, dengan hendak menghidupkan kembali becak di Jakarta, dengan alasan demi keadilan dan kesejahteraan  rakyat kecil, karena Jakarta rumah untuk semua orang. Bukannya berpikir bagaimana membawa masyarakat Jakarta bersama-sama maju di masa depan.
Karikatur "Konpopilan" dengan tepat mengilustrasikan ironi "evolusi terbalik" tersebut di Kompas Minggu, 28/01/2018: