"Dengan mendiskusikan pemikiran dan buku, orang mendapat ruang untuk berpendapat sekaligus mendengar pendapat orang lain," ungkap Fariz.
Pertengahan Oktober lalu, Omah Aksoro menggelar musikalisasi esai Mahbub Djunaidi, seorang tokoh NU yang banyak menyoroti problem kebangsaan. Sambil menyimak pesan Mahbub, khalayak menikmati musik jazz.
Aan Rukmana (35), Direktur Institute Etika dan Peradaban Paramadina, mengambil jalan literasi untuk mendidik sesama anak muda tentang pentingnya berpikir kritis dan menguasai konten media. "Berkat media sosial, anak muda lebih ekspresif dan tidak canggung dalam berpendapat. Sayangnya, ekspresi ini kadang tidak berdasarkan logika," kata Aan.
Anak-anak muda milenial itu pula yang dengan kreativitas berdasarkan pemikirannya tentang pentingnya bersatuan dalam perbedaan mencetuskan slogan baru sebagai "Sumpah Pemuda Milineal" : "Kita Tidak Sama, tetapi Bekerja Sama". *****
Daftar pustaka:
- Museumsumpahpemuda.com
- Koran Kompas, edisi 28 Oktober 2017
- Wikipedia
- Apakabardunia.com
- Israindonesia.org/keturunan-tionghoa-dalam-sumpah-pemuda/
- pojoksatu.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H