Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Sejarah Sumpah Pemuda dan Peran Warga Keturunan Tionghoa

1 November 2017   23:50 Diperbarui: 28 Oktober 2020   19:59 12233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Sumpah Pemuda, di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat. Dahulu adalah rumah kos milik Sie Kong Liong, yang digunakan sebagai tempat diselenggarakan Kongres Pemuda II, pada 28 Oktober 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda (Tempo.co)

Ironisnya, di masa kini, justru bermunculan tokoh-tokoh yang mengedepankan politik identitas, memainkan politik populisme, yang dengan sengaja mempertentangkan perbedaan itu berdasarkan dikotomi etnis dan/atau agama; pribumi vs nonpribumi, Islam vs kafir, mengatasnamakan rakyat miskin melawan kaum pemodal besar, rakyat tertindas melawan penguasa lalim, disertai dengan pengaburan, pemutarbalikan sejarah, dan penyebaran kebencian SARA, untuk memperoleh dukungan politik sesaat demi meraih kekuasaan, tanpa memperdulikan dampak destruktifnya berupa ancaman besar terjadinya perpecahan di antara sesama anak bangsa. Yang penting menang dan berkuasa dulu, urusan ancaman perpecahan bangsa urusan nanti.

Dengan menggunakan teknologi dan pengaruh besar media sosial, tokoh-tokoh tersebut secara terstruktur, sistematis, dan masif berupaya semaksimal mungkin meracuni cara berpikir anak-anak muda (pemuda-pemudi) Indonesia yang jumlahnya hampir separuh dari penduduk Indonesia, untuk larut bersama mereka di dalam politik identitas, bersikap intoleran, dengan menanamkan rasa kebencian dan permusuhan SARA terhadap semua orang Indonesia yang tidak sepaham, dan bukan "golongan mereka."

Patut dipertanyakan apakah semangat Sumpah Pemuda tidak ada di dalam kamus berpikir mereka.

Persatuan, kesatuan, dan kelangsungan NKRI pun terancam, jika masyarakat mulai terpecah-belah, berbagai aliran radikalisme, yang bertentangan dengan Sumpah Pemuda dan Pancasila pun akan dengan semakin berpotensi masuk menguasai Indonesia.

Beruntunglah Indonesia masih mempunyai kekuatan persatuan yang jauh lebih kuat. Masih jauh lebih banyak para pemuda-pemudi Indonesia masa kini (anak-anak muda milenial) yang punya wawasan yang sangat luas, karena memanfaatkan secara positif teknologi internet dan media sosial, yang dengan segala macam kreativitasnya bersatu-padu membangun Indonesia dalam semangat persatuan Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda tertanam di dalam jiwa anak-anak muda milenial ini.

Hal tersebut diperkuat dengan adanya beberapa organisasi masyarakat (keagamaan) yang menghimpun para pemuda-pemudi Indonesia untuk menjaga nilai-nilai keberagaman, toleransi, persatuan, dan perdamaian yang belakangan ini terancam.

Sebagaimana ditulis koran Kompas edisi "Sumpah Pemuda" (28/10/2017), di artikelnya yang berjudul: "Anak Muda Jaga Indonesia".

Lewat kreativitas dan kecerdasan yang dimilikinya, anak muda masa kini berusaha mengambil peran untuk memajukan Indonesia. Gerakan ini memberi harapan baru bagi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Ruang gerak yang diisi atau diciptakan anak muda masa kini merentang luas. Kaum muda yang bergabung dalam Maarif Institue, misalnya, aktif bergerak menjaga nilai keberagaman, toleransi, persatuan, dan perdamaian yang belakangan ini terancam. "Segelintir elite politik ada yang berupaya memanfaatkan kelompok radikal untuk meraih kepentingan politiknya. Harus ada kontra-wacana terhadap gerakan ini," ujar Abdullah Darraz (33), Direktur Eksekutif Maarif Institute, Kamis (26/10), di Jakarta.

Darraz dan anak muda Maarif Institute ingin Indonesia tetap utuh. Mereka berupaya mengedukasi publik dan menyebarkan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Lewat pengajian, mereka mempertemukan ulama moderat dan progresif untuk membahas fikih kebinekaan.

Jalan serupa juga ditempuh anak-anak muda yang bergabung di Nahdlatul Ulama (NU). Fariz Alniezer (29) adalah kader NU yang menjadi penggerak komunitas Omah Aksoro. Mereka rutin menggelar acara bedah buku dan kebudayaan untuk menyemai nilai-nilai keindonesiaan untuk membuka pikiran publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun