Replika dari partitur Indonesia Raya yang dimuat di koran Sin Po itu ada di Museum Sumpah Pemuda. Dipasang di tembok sebagai latar belakang replika para pimpinan kongres.
Sin Po juga yang pertama kali meniadakan istilah 'inlander' dari semua penerbitannya, karena dirasa sebagai penghinaan oleh rakyat Indonesia, dan menggantikannya dengan "Indonesia".
Sebagai balasannya, koran-koran milik orang Indonesia juga mengganti sebutan "Cina" dengan "Tionghoa" dalam semua penerbitannya. Dalam percakapan sehari-hari, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian juga mengganti kata "Cina" dengan "Tionghoa."
Setelah beberapakali berganti pemilik dan fungsinya, rumah bersejarah yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta itu, difungsikan sebagai Museum Sumpah Pemuda, diresmikan pada 20 Mei 1973 oleh Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Ali Sadikin. Pada 20 Mei 1974 diresmikan juga oleh Presiden Soeharto.
Dari sekelumit sejarah Sumpah Pemuda tersebut di atas, jasa dari Sie Kong Liong tidak dapat dikatakan kecil, tetapi kenapa namanya justru hilang dari narasi sejarah Sumpah Pemuda, terutama dalam buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah?
Hal ini dipertanyakan juga oleh sejarawan Indonesia, Didi Kwartanada. Ia mengatakan, ada yang menarik dari hilangnya nama Sie Kong Liong dari sejarah resmi Indonesia, karena sebagai pemilik rumah yang dengan sukarela menyediakan rumahnya untuk acara kongres dengan agenda memperjuangkan kemerdekaan Indonesia itu, ia menanggung risiko tinggi, ditangkap Pemerintah Hindia Belanda.
Menurut Pemandu Wisata Museum Sumpah Pemuda, Ari Bakti, atas jasa-jasa dari Sie Kong Liong ini, salah satu peserta Kongres Pemuda II dari Jong Celebes, bernama Jo Mandani, pada 1958, pernah mengusulkan ke Sekretariat Negara, untuk memberi penghargaan kepada Sie Kong Liong. Namun, tidak diketahui kabarnya hingga kini.
Maka dari itu, perlu kiranya, pemerintahan Jokowi menyelidiki kembali sejarah Sumpah Pemuda dan peran Sie Kong Liong di dalamnya, jika memang ia pantas menerima suatu penghargaan dari negara, termasuk gelar pahlawan nasional, maka Presiden Jokowi jangan ragu memberikannya.
**