Demi melindungi kepentingan pemilik kartu sendiri, demi ketertiban, demi kepastian hukum, pencegahan terjadinya kejahatan pencurian data pemilik kartu yang bersumber dari double swipe itu, Gubernur BI itu menegaskan bahwa BI telah memerintahkan bank dan penerbit kartu kredit dan kartu debit untuk menindak tegas pedagang (merchant) yang melanggar larangan double swipe itu. Sedangkan bagi pemilik kartu, diharapkan menggunakan haknya untuk menolak jika kartunya hendak digesek lagi di mesin kasir.Larangan double swipe tersebut ternyata sudah berlaku sejak 2016, yaitu dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016. Namun, selama ini, karena kurangnya sosialisasi, masyarakat pada umumnya belum mengetahuinya.
Sedangkan, bank dan penerbit kartu (acquirer), tidak tegas terhadap merchant yang melakukan pelanggaran double swipetersebut, yang ada cuma teguran yang sifatnya formalitas, yang segera diabaikan oleh merchant, sedangkan bank dan penerbit kartu pun selanjutnya pura-pura tidak tahu, karena jika bank/penerbit kartu melakukan pemutusan hubungan kerjasama bisnis dengan merchant, apalagi dengan merchantbesar, maka mereka akan kehilangan sumber pendapatan non-bunga berupa komisi dari setiap pembayaran dengan menggunakan kartu itu (fee based income).Adapun ketentuan Pasal 34 huruf b PBI tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 34
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang:
b. menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data dan informasi transaksi pembayaran
Sedangkan yang dimaksud dengan "menyalahgunakan data dan informasi" itu dijelaskan di bagian Penjelasannya, yaitu:
Penjelasan
Pasal 34
Huruf b
Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan data dan informasi” adalah pengambilan atau penggunaan data selain untuk tujuan pemrosesan transaksi pembayaran misalnya pengambilan nomor kartu, card verification value, expiry date, dan/atau service code pada kartu debet/kredit melalui cash register di pedagang (double swipe).
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo menyatakan bahwa mulai sekarang jika masih ada merchant yang membandel dengan tetap melakukan double swipe itu maka kepada bank dan penerbit kartu sebagai acquirer diwajibkan untuk menjatuhkan sanksi berupa pemutusan kerja sama bisnis dengan merchant yang bersangkutan, dan/atau Bank Indonesia dapat menjatuhkan sanksi kepadanya berupa di-black-listdan dicabut kewenangannya untuk menjalankan semua pembayaran dengan menggunakan kartu di semua EDC.
Untuk lebih efektifnya larangan tersebut, Bank Indonesia juga mengharapkan kerja sama nasabah pengguna kartu dengan ikut mengawasinya. Nasabah kartu diharapkan menggunakan haknya untuk menolak jika ada kasir yang hendak menggesek lagi kartunya ke mesin kasir.Pengguna kartu juga diharapkan mau melaporkan kepada Bank Indonesia, apabila mengetahui masih ada merchant yang melakukan double swipe, karena bagaimanapun juga peraturan ini dimaksud juga untuk melindungi kepentingan pengguna kartu dari kemungkinan menjadi korban kejahatan kartu kredit/debit.
Menurut Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto, Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, diterbitkan ga setelah terjadi beberapa kejahatan penggunaan kartu kredit/debit yang setelah disidik polisi ternyata bersumber dari double swipe itu(Jawa Pos), dengan demikian larangan double swipemerupakan sesuatu yang harus direspon dengan sangat serius oleh semua pihak. Divisi/departemen di Bank Indonesia yang siap menangani setiap pengaduan dan laporan yang berkaitan dengan transaksi non-tunai (dengan transfer internet Banking, dan menggunakan kartu kredit/debit) adalah divisi yang telah dibentuk Bank Indonesia sejak 1 Agustus 2013, namanya: Departemen Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran.
Pembentukan departemen ini dilatarbelakangi oleh makin meningkatnya transaksi dalam sistem pembayaran serta sebagai bentuk kepedulian terhadap seluruh konsumen sistem pembayaran. Fungsi divisi ini adalah edukasi, konsultasi dan fasilitasi. Kegiatan ini pada akhirnya diharapkan dapat membantu konsumen yang ingin meminta informasi dan/atau penanganan permasalahan sistem pembayaran.
Untuk menghubungi departemen ini, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan menelepon langsung ke nomor Bicara: 131, atau mengirim e-mail ke: bicara@bi.go.id.
- Konsumen telah menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara dan telah ditindaklanjuti
- Tidak terdapat kesepakatan antara konsumen dengan penyelenggara
- Merupakan masalah perdata yang tidak sedang dalam proses atau belum diputus oleh lembaga mediasi, arbitrase atau peradilan
- Konsumen mengalami kerugian finansial.