Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tamasya Al-Maidah, Ketika Anies Berada di Kubu "Sana"

19 April 2017   08:54 Diperbarui: 19 April 2017   12:12 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Twitter TMC Polda Metro Jaya)

Hal tersebut dapat dilihat dari rencana aksi tersebut yang akan mengerahkan sekitar 100 orang yang disebut sebagai saksi di setiap TPS. Jumlah semua TPS yang ada di seluruh DKI Jakarta ada 13.000 TPS, jadi aksi Tamasya Al-Maidah itu memerlukan sedikitnya 1,3 juta orang.

Saksi apa yang mencapai 100 orang di setiap TPS!

Bagaimana bisa kegiatan tersebut dikatakan jauh dari intimidasi, dan bagaimana pemilih bisa merasa aman, dan nyaman, jika ketika dia mau mencoblos di TPS-nya, ada kumpulan massa yang sedemikian banyaknya di dekat TPS itu?

Ketua Panitia Tamasya Al-Maidah ustad Ansufri Sambo sendiri mengatakan, kegiatan itu berupa seratusan saksi yang hadir di setiap TPS untuk memantau, memotret, dan jika ada hal yang menurut mereka merupakan suatu kecurangan, maka massa tersebut akan segera meresponnya dengan berteriak-teriak, dan memotretnya.

"Target peserta kita berharap setiap TPS ada 100 orang kaum muslimin dan muslimat yang datang melihat. Jadi, Insya Allah sebanyak 1,3 juta akan datang," kata Ansufri.

"Cuma memang kalau di tengah itu ada kecurangan-kecurangan, kita akan ributin, kita sorakin, 'woi woi', paling begitu saja sebagai bentuk penjagaan. Sesederhana itu saja," ujar Ansufri enteng.

“Cuma” berteriak-teriak itu saja sudah pasti akan membuat takut para pemilih, itu saja sudah merupakan bentuk dari teror mental bagi pemilih. Dari “cuma berteriak-teriak” itu sangat bisa akan berlanjut pada aksi anarkis.

Lagipula, memangnya mereka semua itu siapa, sehingga merasa punya hak untuk menentukan suatu kejadian di TPS itu sebagai curang, atau tidak, dan merasa berhak berteriak-teriak seperti itu? Orang-orang yang bukan warga DKI Jakarta, tidak punya kepentingan apapun dengan Pilgub DKI, kok seenaknya saja datang dan bertindak “semau gue”.

Hanya Bawaslu DKI, Panwaslu DKI, bersama KPU DKI Jakarta saja yang punya wewenang untuk menentukan apakah suatu kejadian dalam suatu kegiatan Pilgub DKI itu termasuk suatu perbuatan kecurangan ataukah tidak, dan apakah sanksinya. Untuk kementukannya pun mereka tidak bisa langsung begitu saja menentukan di tempat, tetapi masih memerlukan proses konfirmasi dan investigasi.

Masyarakat juga tentu saja tidak senaif yang dikira Ketua Panitia Tamasya Al-Maidah ustad Ansufri  Sambo, FPI, dan kawan-kawannya itu, yang berulang kali mengatakan, aksi mereka itu merupakan aksi damai, cuma mendatangkan saksi-saksi di seluruh TPS di DKI Jakarta, dan menjamin tidak akan ada intimidasi dalam bentuk apapun, dan merasa tidak ada aturan yang dilanggar.

Padahal pengerahan massa di masa tenang, dan apalagi di hari pencoblosan sudah merupakan suatu pelanggaran, apalagi dengan maksud mengintimidasi pemilih sehingga tidak mau datang ke TPS, atau terpaksa memilih yang bukan pilihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun