Sehari sebelum Ahok kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta aktif, Anies Baswedan pun memberi komentar. Komentar apa lagi, seperti biasa, kalau bukan bernada menyindir negatif kepada Ahok?
Anies berkomentar dengan menyatakan harapannya agar setelah aktif Ahok jangan menyalahgunakan otoritasnya untuk kepentingan kemenangannya. Seolah-olah Ahok pernah atau biasa melakukan hal seperti itu.
"Yang penting adalah jangan menggunakan otoritas untuk kepentingan kemenangan, karena justru ini ujian bagi kewiranegaraan dalam demokrasi," ujar Anies di Jakarta Selatan, Sabtu (15/4/2017).
Kenapa Anies berkomentar seperti ini?
Mungkin karena Anies khawatir dengan berita sebelumnya yang beredar di media sosial bahwa setelah Ahok aktif pada hari itu juga, Minggu, 16 April 2017, ia akan mendampingi Presiden Jokowi meresmikan masjid raya pertama milik Pemprov DKI Jakarta, yaitu Masjid Hasyim Asy’ari, yang akan diresmikan pada 16 April itu juga.
Anies diduga sangat khawatir jika Ahok hadir bersama Presiden Jokowi di acara peresmian Masjid Raya yang pembangunannya diprakarsai oleh Jokowi (ketika Gubernur DKI Jakarta), dan proses pembangunannya dilanjutkan oleh Gubernur Ahok itu, akan mempengaruhi warga DKI Jakarta untuk memilih Ahok.
Diduga karena dengki dan paranoid sedang dialami Anies, sehingga dia sering khawatir jika gerak-gerik Ahok akan mengundang simpatik warga pemilih untuk memilih Ahok. Juga, biasanya, memang orang menilai orang lain berdasarkan kebiasaan atau cara berpikirnya sendiri. Kalau terbiasa memanfaatkan jabatan, memanfaatkan masjid sebagai ajang kampanye, demikianlah dia berpikir orang lain pun pasti seperti dia.
Maka itu, sebelum Gubernur Ahok benar-benar hadir mendampingi Jokowi di peresmian Masjid Hasyim Asy’ari itu, Anies pun buru-buru memberi komentar itu. Paranoidnya kambuh, takut kehadiran Ahok di acara peresmian itu akan memberi keuntungan bagi Ahok di Pilgub DKI.
Faktanya, acara peresmian Masjid Raya Hasyim Asy’ari oleh Presiden Jokowi itu dimajukan ke Sabtu, 15 April 2017, dan Ahok tidak diundang, karena statusnya yang masih non aktif.
Seolah punya hubungan bathin, kekhawatiran Anies Baswedan itu pun seia sekata dengan Bawaslu DKI Jakarta, yang ikut-ikutan khawatir seperti Anies, dan bergerak begitu cepatnya, sangat pro aktif luar biasa untuk mencegah Ahok hadir di acara itu.
Begitu mendengar Masjid Raya itu akan diresmikan pada Sabtu, 16 April 2017, dan Ahok akan ikut hadir mendampingi Presiden Jokowi, Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti pun cepat-cepat minta klarifikasi ke Pemprov DKI Jakarta, apakah Ahok diundang dan akan hadir. Panwas-nya pun segera disiagakan agar bisa secepatnya bergerak mencegah Ahok hadir, jika benar Ahok akan hadir, karena kata dia, Bawaslu harus tegas dalam hal ini, yaitu, tempat ibadah dilarang dijadikan ajang kampanye. Sekalipun Ahok yang saat itu akan berstatus Gubernur DKI Jakarta aktif, cuma mendampingi Jokowi, bukan yang meresmikannya, tetap saja dilarang. Alasannya, karena kehadiran Ahok itu akan menimbulkan kesan negatif masyarakat, dan kehadiran Ahok itu sudah termasuk bentuk kampanye.
"Peresmian masjid, saya sudah kontak Pemprov. Yang ramai tersebar di media sosial, Pak Ahok akan meresmikan tanggal 16 April 2017. Tapi setelah kita klarifikasi bahkan yang meresmikan Pak Jokowi tanggal 15 April. Panwas kita sudah mau menghentikan, konsultasi ke jajaran Pemda karena di media sosial begitu," kata Mimah Susanti di dalam acara diskusi Polemik di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (15/4/2017).
Sedangkan Panwaslu Jakarta Barat pun sudah siap-siap mengirim surat himbauan kepada pihak Ahok-Djarot agar jangan hadir, meskipun jika diundang. Peringatan lisan sudah lebih dulu disampaikan.
Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan lewat telepon kepada tim pasangan Ahok-Djarot, agar Ahok dan Djarot tidak hadir dalam acara peresmian Masjid Raya yang berada di bilangan Daan Mogot itu. Meskipun tidak menyampaikan visi-misi, tetap saja tidak boleh, karena kehadiran Ahok/Djarot di acara peresmian Masjid itu akan menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat sebagai bagian dari kampanye. Tidak boleh kampanye di rumah ibadah, katanya.
"Kalau di tempat ibadah masuk pada posisi paslon sudah include. Kehadirannya sudah memenuhi unsur kampanye," ujar Puadi.
"Kalau kejadian hari ini mereka dimajukan, kalau Pak Jokowi tidak masalah peresmian. Tapi ketika Pak Ahok dan Djarot hadir, rentan, orang persepsinya tetap walaupun sebagai kepala daerah," tegas Puadi.
Padahal, tidak ada peraturan apapun yang melarang Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk hadir di acara seperti peresmian sebuah masjid itu, Bawaslu DKI dan Panwaslu DKI melarang hanya berdasarkan persepsi yang sangat subyektif dari mereka.
Ketegasan dan pro-aktifnya Bawaslu DKI dan Panwaslu DKI terhadap Ahok-Djarot itu justru semakin memperkuat indikasi tentang keberpihakan mereka terhadap Anies-Sandi, setelah beberapa kasus sebelumnya sudah pula menunjukkan indikasi keberpihakan Ketua KPUD DKI Soemarno terhadap pasangan calon nomor urut 3 itu, seperti pemasangan gambar Aksi 212 yang menuntut Ahok dipenjara di profil WhatsApp.-nya; pertemuannya dengan Anies Baswedan di TPS 029, di Kalibata, Jakarta Selatan; mengulur waktu jadwal acara penetapan pasangan calon putaran kedua untuk menunggu kedatangan Anies-Sandi; dan membiarkan DPT bermasalah di beberapa TPS yang menyebabkan masyarakat yang berpotensi memilih Ahok-Djarot tidak dapat menggunakan hak pilihnya; dan dugaan kesengajaan memilih kelompok komunitas tertentu yang anti-Ahok untuk mengajukan pertanyaan yang menyudutkan Ahok-Djarot di acara debat final Pilgub DKI, 12 April lalu.
Reaksi cepat Bawaslu DKI dan Panwaslu DKI terhadap kemungkinan Ahok dan Djarot, terutama Ahok, hadir di peresmian Masjid Raya Hasyim Asy’ari tersebut di atas sangat bertolak belakang dengan sikap mereka kepada Anies Baswedan (dan Sandiaga Uno) yang justru berkali-kali telah melakukan kampanye langsung di beberapa masjid, yang isinya selalu menjelek-jelekkan bahkan mengfitnah Ahok (misalnya, tentang penggusuran 300 lebih pemukiman miskin), dan meng-framming Ahok sebagai gubernur yang tak punya hati nurani, anti warga miskin.
Di hari yang sama dengan kesibukan Bawaslu/Panwaslu mencegah Ahok hadir di acara peresmian Masjid Raya Hasyim Asy’ari itu (Sabtu, 15/4/2017), justru Anies Baswedan melakukan peresmian sebuah masjid di kawasan Cipayung, Jakarta Timur (Tribunnews.com), dan hal itu sama sekali tidak dipersoalkan Bawaslu DKI, dan Panwaslu DKI.
Meskipun yang diresmikan Anies itu sebuah masjid kecil, dan dia bukan pejabat gubernur seperti Ahok, apakah hal itu bisa menjadi pembeda yang membenarkan Ahok tidak boleh hadir di acara peresmian masjid, sedangkan Anies bahkan boleh meresmikan masjid? Apa saja sebenarnya kriteria Bawaslu dalam hal ini?
Kampanye Anies dan Sandiaga pertama kali di masjid adalah ketika pada 12 Desember 2016,mereka berdua melakukan salat subuh berjamaah di masjid Sunda Kelapa. Salatberjamaah itu digagas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI. Gerakan ini menjadimotor unjuk rasa besar umat Islam pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016menuntut Ahok diadili dalam kasus dugaan penistaan agama.
Di dalam salah satu ceramah/kampanyenya Anies juga sempat menyinggung kedua aksitersebut sebagai aksi umat islam membela agamanya dari orang yangmelakukan penistaan. Dengan kata lain,sebenarnya ia juga adalah pendukung dari aksi yang menggunakan agama demikepentingan politiknya.
Maka itu tak heran, sekalipun itu jelas-jelas melanggar Undang-Undang Pemilu danPeraturan KPU, Anies Baswedan beberapa kali diketahui melakukan kampanye dimasjid-masjid, dan karena diduga memang berpihak kepada Anies-Sandi, KPUD DKI,Bawaslu DKI, dan Panwaslu DKI, tidak pernah sekalipun mempermasalahkannya.
Kita menjadi tak heran, ketika Cawagub Djarot Saiful Hidayat sampaidiusir dua kali dari masjid, yaitu pada 11 Maret 2017 dari Masjid Agung At Tin,Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, saat hendak memenuhi undangankeluarga mantan Presiden Soeharto untuk acara haul Soeharto, dan pada 14 April2017, di Masjid Jami Al’Atiq, Tebet, Jakrta Selatan, ketika bersembahyang disana, tidak ada satu pun suara yang mempermasalahkan kasus itu, baik dari KPUDKI, Bawaslu DKI, maupun Panwaslu DKI.
Demikian juga mereka tampaknya tidak terlalu ambil pusing dengan aksi Tamasya Al-Maidahyang hendak mendatangkan massa dari luar DKI Jakarta, untuk mendatangi TPS-TPSsaat hari pencoblosan, 19 April 2017 mendatang.
Meskipun telah mendapat laporan dari masyarakat, Bawaslu DKI pun terkesan tidak terlaluserius menanggapinya.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta, Muhammad Jufri di kantor Bawaslu DKI Jakarta, Sunter,Jakarta Utara, pada Minggu (16/4/2017), hanya mengatakan pihaknya akan memintaklarifikasi lebih dulu kepada pihak pelapor, dan akan melakukan pendekatanuntuk mendapat penjelasan yang lebih rinci dari pihak Panitia Tamasya Al-Maidahitu.
Padahal hari pencoblosan tinggal dua hari lagi, bahkan sebenarnya tinggal satu harilagi untuk persiapannya secara matang dengan jaminan keamanannanya yang tinggi,karena hari H-nya, tanggal 19 April-nya tidak dihitung, dan aksi itu punsesungguhnya merupakan rencana aksi intimidasi dengan kedok agama terhadap parapemilih yang berpotensi akan memilih Ahok-Djarot.
Kita tinggal mengharapkan adanya ketegasan yang tanpa kompromi dari Presiden Jokowi,Kapolri, dan Panglima TNI untuk menghalau mereka yang dari luar dan bukan wargaDKI Jakarta, yang merupakan bagian dari aksi Tamasyia Al-Maidah itu datang keTPS-TPS, pada 19 April nanti. Karena mereka sesungguhnya tidak punyakepentingan dengan Pilgub DKI itu, dan niatnya yang sebenarnya pun sebenarnyauntuk menakut-nakuti pemilih Ahok-Djarot dengan harapan dapat menggembosperolehan suara Ahok-Djarot.*****