Pertanyaannya: kenapa perintah Zulkifli Hasan kepada kader PAN di DPR itu tidak digubris, bahkan mereka juga tidak melaporkan kepadanya tentang Fraksi PAN telah ikut menjadi inisiator penggunakan Hak Angket itu?
Suara Pembaruan edisi 21 Februari 2017, menulis di salah satu artikelnya mengenai kejanggalan sikap salah satu fraksi di DPR yang ikut menjadi inisiator penggunaan Hak Angket, padahal parpol-nya merupakan parpol pendukung Pemerintah.
Menurut Suara Pembaruan, mereka memperoleh informasi dari sumber yang bisa dipercaya, bahwa hal itu bisa terjadi karena ada tokoh senior parpol tersebut yang meskipun sudah lama secara formal mundur dari kepengurusan partai, tetapi secara nyata ia tetap mengendalikan parpol-nya itu, sedangkan ketua umumnya sendiri tidak bisa berbuat banyak jika tokoh senior itu yang memberi perintah. Ibaratnya ketua umum itu hanya ketua umum boneka saja, jika sang tokoh telah bertindak.
Menurut informan Suara Pembaruan itu. manuver sejumlah anggota fraksi (PAN) sejatinya sudah ditentang sang ketua umum. Namun, ketua umum definitif kalah pengaruh dengan sang tokoh senior. Bahkan, dia kabarnya tak memiliki otoritas penuh dalam menentukan arah kebijakan partai. Justru tokoh senior dimaksud yang mendominasi keputusan strategis partai, dan dialah pula yang sebenarnya masih “the realketua umum,” yang memerintahkan PAN harus ikut menandatangani inisiatif Hak Angket itu.
Meskipun Suara Pembaruan tidak menyebutkan parpol mana yang dimaksud, tetapi dengan mudah kita dapat menebak bahwa yang dimaksud itu adalah Partai Amanat Nasional (PAN), karena di antara keempat parpol penandatanganan usulan Hak Angket itu, hanya PAN saja yang berada pada posisi parpol pendukung Pemerintah, tetapi juga justru bersamaan dengan itu mempersoalkan secara serius kebijakan yang telah diambil Presiden Jokowi itu.
Sedangkan mengenai tokoh senior yang meskipun sudah lama mundur dari kepengurusan partai, tetapi tetap masih mengendalikan partainya itu, termasuk yang memberi perintah ikut dalam inisiatif Hak Angket itu, siapakah dia?
Dugaan saya, dia adalah pendiri dan sesepuh PAN sendiri, yang bukan lain adalah Amien Rais, salah satu tokoh yang sampai ke sum-sumnya sangat membenci Ahok, maupun Jokowi. Diduga dialah yang memberi perintah kepada para kader PAN di DPR, sehingga PAN pun ikut menjadi inisiator Hak Angket bersama dengan tiga parpol oposisi: Gerindra, PKS, dan Demokrat.
Dalam berbagai kesempatan Amien Rais saat berpidato, pernah mengekspresikan kebencian terhadap Ahok dengan berbagai julukan penghinaan untuk Ahok. Mulai dari sebutan, “sontoloyo”, “dewa kecil ingusan”, “dajjal”, sampai “antek asing,” umpatan bernuansa rasis kepada Ahok pun tidak jarang keluar dari mulutnya.
Ketika unjuk rasa besar-besaran yang bertajuk “aksi bela Islam” diselenggarakan pada 4 November 2016, Amien Rais juga turut di dalamnya, dan menjadi salah satu orator utama yang berteriak-teriak mengancam Presiden Jokowi, mendesaknya agar Ahok harus segera ditangkap dan dipenjarakan karena telah melakukan penistaan agama.
Dalam salah satu pernyataannya yang pernah diucapkannya, Amien Rais pernah juga mengultimatum Presiden Jokowi agar segera menahan Ahok, jika tidak mau, dia akan memimpin rakyat pisah dari Indonesia.
"Jangan sampai saya yang akan memimpin semua rakyat Indonesia pisah dari Indonesia, bila Ahok tidak segera ditangkap," katanya ketika memberi sambutan dalam acara Resepsi Milad ke-107 Muhammadiyah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya, Minggu, 20 November 2016 lalu (sumber).