“Saya juga memohon Pak Jokowi, presiden kita, untuk memberikan penjelasan, dari mana transkrip atau penyadapan itu? Siapa yang menyadap? Supaya jelas jelas, yang kita cari kebenaran. Ini negara, negara kita sendiri, bukan negara orang lain. Bagus kalau kita bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik, adil dan bertanggungjawab.”
Apakah SBY sedang berfantasi, ia sedang disadap oleh Presiden Jokowi, lalu ketahuan, lalu Presiden Jokowi memilih mengundurkan diri, kalau kalau tidak mundur, pasti akan di-impeach?!
Seolah-olah untuk mewujudkan fantasi “Boss Besar”-nya itu juga, Partai Demokrat pun sudah mulai ambil ancang-ancang untuk membuat DPR mengadakan hak angket mengenai penyadapan yang dilakukan kepada SBY itu.
Padahal di dalam pernyataan Ahok, maupun pernyataan anggota tim pengacaranya: Humphery Djemat kepada Ma’ruf Amin yang dipermasalahkan itu, sepatah katapun mereka tidak menyebutkan bahwa mereka mempunyai bukti berupa rekaman percakapan telepon, maupun transkrip percakapan telepon antara SBY dengan Ma’ruf itu. Yang mereka katakan mereka punya bukti ada kontak telepon antara SBY dengan Ma’ruf sehari sebelum Ma’ruf menerima Agus Yudhono dan Sylvia Murni di kantor PBNU, Jakarta Pusat itu.
Bukti itu dapat berupa apa saja, tidak harus merupakan rekaman percakapan telepon, sebagaimana yang diilusikan SBY dalam memainkan lagi perannya sebagai yang terzalimi (victim play). Tampaknya yang dimaksud dengan bukti oleh pihak Ahok itu adalah pemberitaan di liputan6.com, dan salah satu edisi majalah Tempo, yang memang ada menyebutkan adanya percakapan telepon tersebut, sehari sebelum Ma’ruf bertemu dengan Agus Yudhoyono dan Sylvia Murni di kantor pusat PBNU, Jakarta Pusat. Empat hari kemudian terbit fatwa MUI bahwa Ahok telah menistakan Quran dan ulama.
Mengenai tuduhan SBY tentang penyadapan terhadap dirinya itu, Jokowi menegaskan, hal tersebut seharusnya SBY mengklarifikasikan langsung kepada Ahok dan kuasa hukumnya di pengadilan, bukan kepada dirinya.
"Itu juga isu pengadilan, tanyakan ke sana. Tanyakan, yang berbicara tanyakan, jangan barangnya dibawa ke saya,"tegas Jokowi.
Sedangkan mengenai hasrat besar SBY yang ingin bertemu dengannya, Presiden Jokowi mengatakan, ia akan mengatur waktu khusus untuk bisa bertemu secara resmi dengan SBY, tetapi harus terlebih dahulu pihak SBY mengajukan surat permohonan tertulis resmi kepada Menteri Sekretariat Negara untuk itu. Bagaimana ia bisa mengatur waktu pertemuan resmi dengan SBY itu, sedangkan permohonan tertulis itu tidak pernah disampaikan ke Istana Negara?
Presiden RI ke-3; B.J. Habibie, dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6; Try Sutrisno, juga menyampaikan surat resmi terkait dengan permohonan untuk bertemu dengan Presiden Jokowi. Surat permohonan tersebut kemudian ditindaklanjuti dan dicarikan waktu yang tepat bagi pertemuan keduanya dengan Presiden yang terlaksana pada tanggal 19 Januari 2017 lalu.
"Sudah saya sampaikan bolak balik, waktunya akan diatur tetapi kalau ada permintaan, ya,"tegas Jokowi.
Dengan demikian, Jokowi juga membantah pernyataan SBY yang mengatakan bahwa sebenarnya Jokowi ingin bertemu dengannya, tetapi dihalang-halangi oleh 2-3 orang dekat Jokowi.