Muhammad mengakuinya, bahwa ia memang pernah menjadi anggota FPI di makassar, Sulawesi Selatan, namun tidak sampai masuk di level struktural. Aktifitasnya di FPI pun, kata dia, sudah lama dihentikan, sebelum menjadi Ketua Bawaslu.
Pertanyaannya: Setelah tidak lagi menjadi anggota FPI, apakah Muhammad juga sudah melepaskan paham yang dianut dengan keras oleh FPI, yaitu bahwa hanya orang beragama Islam saja yang boleh menjadi pimpinan di NKRI ini?
Jika belum, patut diduga Muhammad masih merupakan seorang simpatisan FPI dengan segala macam paham radikalisme dan intoleransinya. Dengan demikian tentu saja kredibilitasnya sebagai pihak yang netral sebagai salah satu syrat menjadi Ketua Bawaslu dan Ketua KPU, menjadi diragukan.
Dengan statusnya yang meragukan itu sungguh sangat disayangkan Muhammad ternyata bisa lolos seleksi bahkan sampai menjadi Ketua Bawaslu, dan kini mencalonkan diri untuk menjadi pimpinan KPU Pusat, yang akan menjadi penyelenggara dan penanggung jawab pemilihan umum untuk periode 2017-2022, termasuk kelak pilpres 2019.
Jangan sampai KPU pun kelak dipimpin oleh orang-orang yang ternyata diam-diam merupakan bagian dari atau simpatisan ormas-ormas radikal dan intoleran, atau yang punya paham politik yang sama dengan mereka. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H