Bila mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagaimana tersirat dalam pidato provokatifnya pada 2 November lalu, mengharapkan unjuk rasa besar-besaran anti-Ahok pada 4 November lalu mampu membuat Ahok akhirnya mengundurkan diri dari pencalanonnya sebagai gubernur DKI Jakarta, w.o. – kalah sebelum bertanding – dengan demikian melapangkan jalan anaknya: Agus Harimurti Yudhoyono memenangkan Pilgub DKI 2017, maka ia pasti kecewa berat.
Demikian juga bagi siapa saja mengharapkan dengan terjadinya unjuk rasa besar-besaran 4 November lalu, Ahok akhirnya mundur dari Pilgub DKI Jakarta, atau partai-partai politik pendukungnya akhirnya menarik dukungannya kepada Ahok, maka mereka semua harus gigit jarinya masing-masing, karena Ahok sudah menegaskan ia tidak akan mundur hanya dikarenakan mendapat tekanan hebat dari massa anti-Ahok tersebut.
Pada Sabtu, 5 November 2016, di Jalan Ki Mangunsarkoso Nomor 69, Menteng, Jakarta Pusat, dengan tegas Ahok mengaku rela ditangkap dan dipenjara jika dia memang bersalah membuat negara menjadi kacau. Namun, dia tidak mau dipenjara karena ulah fitnah seseorang.
"Saya sudah sampaikan kalau karena saya membuat negara kita begitu kacau, saya rela ditangkap dan dipenjara kok. Tapi saya tidak akan pernah mundur karena kalau saya mundur saya juga dipenjara. Kalau negara ini memang begitu kacau gara-gara seorang Ahok, saya rela ditangkap dan dipenjara, kenapa enggak? Tapi bukan karena difitnah menghilangkan kata 'pakai' itu, ya kan?"(detik.com)
Ahok mengatakan, ia sudah beberapakali menyampaikan permohonan maaf dengan setulus-tulusnya bahwa tidak ada niat sedikit pun dia menghina Al-Quran, dan agama Islam.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar, pada Sabtu kemarin, pun mengatakan Buni Yani, pengunggah video pidato Ahok terkait surat Al Maidah ayat 51 yang diedit dan disebarkan ke media sosial, berpotensi menjadi tersangka.
Jika kita mau dengan jujur, dengan hati bersih, bilamana perlu meminta pencerahkan dari Allah untuk memahami pidato Ahok secara keseluruhan di Kepulauan Seribu itu, maka sesungguhnya kita memang akan paham bahwa Ahok tidak mungkin melakukan penistaan agama tersebut.
Ahok tak mungkin mau melakukan tindakan super konyol dan “bunuh diri” tersebut di kala Pilgub DKI sudah semakin dekat, sedangkan penduduk DKI Jakarta sekitar 80 persennya adalah Muslim. Tentu akan merugikan dia sendiri, jika umat Islam di Jakarta marah, dan yang tidak mau memilihnya akan semakin banyak.
Ahok juga tidak mungkin dengan sengaja melakukan penistaan itu, karena ia juga pasti tahu, ia akan berhadapan dengan bukan saja umat Islam di Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia, bahkan dunia.
Ahok memang melakukan suatu kesalahan, tetapi dia pasti tidak punya maksud melakukan penistaan itu, seharusnya dia tidak perlu berbicara tentang agama, apalagi mengenai keyakinan orang lain, apapun alasannya.
Peristiwa ini merupakan suatu pelajaran dan hikmah besar buat Ahok.