Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dahlan Iskan Ditahan, Jawa Pos pun Angkat Bicara

30 Oktober 2016   17:32 Diperbarui: 31 Oktober 2016   09:19 5748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penetapan mantan Menteri BUMN, yang juga pemilik media raksasa: Grup Jawa Pos, Dahlan Iskan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, pada 27 Oktober 2016, cukup mengejutkan publik. Sebab selama ini publik mengenal Dahlan Iskan sebagai sosok yang berintegritas tinggi, dan sangat ulet dalam bekerja. Slogan 'kerja, kerja, kerja' merupakan slogan yang dipopulerkannya.

Selama 10 tahun (2000-2010) menjadi Direktur Utama PT Panca Wira Usaha (PWU), BUMD milik Pemprov Jawa Timur, Dahlan Iskan mengaku ia tidak pernah mau menerima gajinya. Dengan kata lain lain, ia menjalani jabatan itu hanya merupakan perwujudannya mengabdi kepada negara, dalam hal ini kepada Provinsi Jawa Timur.

Lagi pula, sebagai konglomerat terbesar kedua di Indonesia, rasanya besaran gajinya sebagai Dirut PT PWU relatif merupakan jumlah yang kecil bagi Dahlan, tetapi justru dari jabatannya itu pula, sekarang, ia tertimpa masalah hukum besar.

Sebelum Dahlan, mantan manajer PT PWU, Wisnu Wardhana sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejati Jawa Timur dalam kasus yang sama.

Sebagai manajer PT PWU, Wisnu-lah yang melakukan penjualan 33 aset tanah dan bangunan milik Pemprov Jatim yang beberapa di antaranya dijual dengan harga jauh di bawah NJOP, dan menurut Kejati Jawa Timur, ada sejumlah uang hasil penjualan aset-aset itu yang diduga tidak disetor ke kas negara.

Setelah menetapkan Wisnu sebagai tersangka, Kejati Jawa Timur mencekal Dahlan, lalu setelah memeriksanya secara maraton sebanyak lima kali bertutut-turut, pada Jumat, 27 Oktober itu, ia pun ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.

Kuasa hukum Dahlan Iskan, Pieter Talawai, menyatakan, pihaknya pasti akan mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangka dan ditahannya kliennya itu: "Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, seseorang bisa jadi tersangka kalau ada dua alat bukti primer atau yang cukup untuk membuktikan adanya mens rea atau niat jahat," katanya.

Dahlan menyatakan, ia ditetapkan sebagai tersangka hanya karena sebagai Dirut PT PWU, dialah yang menandatangani dokumen-dokumen penjualan tersebut, ia yang punya maksud baik mengabdi kepada negara tanpa pamrih, tidak mau digaji, kini malah dijadikan tersangka, dituding korupsi (padahal tidak ada bukti aliran dana yang mengalir kepadanya).

Dahlan juga menyatakan bahwa ia tak heran diperlakukan demikian karena ia memang sedang diincar oleh yang berkuasa.

Saat digiring ke mobil tahanan, Dahlan mengatakan kepada wartawan:

  • "Biarlah sekali-kali terjadi, seseorang yang mengabdi dengan setulus hati dengan menjadi direktur utama perusahaan daerah yang dulu seperti itu jeleknya, yang tanpa digaji sepuluh tahun, tanpa menerima fasilitas apa pun, harus menjadi tersangka yang bukan karena makan uang, bukan karena menerima sogokan, bukan karena menerima aliran dana, melainkan karena harus tanda tangan dokumen yang disiapkan anak buah."
  • "Saya tidak kaget dengan penetapan sebagai tersangka ini, dan kemudian juga ditahan. Karena seperti anda semua tahu saya memang sedang diincar terus oleh yang berkuasa."

Siapakah yang dimaksud dengan 'yang berkuasa' itu?

Pernyataan Dahlan ini memang mengundang tanda tanya, siapakah penguasa yang dimaksud oleh Dahlan Iskan, dan untuk apa 'penguasa' itu mengincar Dahlan untuk dipenjara?

Publik pun hanya bisa menebak-nebak, tetapi rasanya memang tidak mungkin yang dimaksud penguasa oleh Dahlan itu adalah Presiden Jokowi; untuk apa Jokowi melakukan itu, dia tak punya kepentingan apapun untuk memenjarakan Dahlan. Jokowi selama ini tidak pernah melakukan intervensi hukum di perkara apapun, dan harus diingat pula ketika Pilpres 2014, Dahlan juga termasuk pendukung penting Jokowi-JK. Sepanjang masa kampanye Pilpres 2014 itu, koran-koran yang dimiliki Dahlan, di bawah naungan Grup Jawa Pos, pemberitaan-pemberitaan positif tentang Jokowi-JK kerap dimuat.

Pihak Istana, melalui Juru Bicara Johan Budi, demikian juga Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sudah membuat pernyataan bahwa mereka bukan penguasa yang dimaksud Dahlan, tidak ada kepentingan apapun dengan Dahlan Iskan.

Konfirmasi dari Istana itu juga sudah dibenarkan oleh Pieter Talawai.

Apakah penguasa yang dimaksud oleh Dahlan itu adalah penguasa di Kejaksaan Agung/Kejati Jawa Timur?

Kelihatannya begitu, dilihat dari reaksi koran-koran yang dimiliki Dahlan Iskan, terutama koran Jawa Pos merespon penahanan big boss-nya itu.

Kepala Kejati Jawa Timur Maruli Hutagalung membantah ada intervensi dari Kejaksaan Agung dalam kasus tersebut, demikian juga ia menolak sebagai telah menyalahgunakan kewenangannya untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka dan langsung ditahan itu. Katanya, pihaknya sudah bekerja secara profesional, dan telah ditemukan dua bukti yang cukup untuk menetapkan Dahlan sebagai tersangka dan langsung ditahan itu.

Apakah itu sungguh-sungguh murni berdasarkan hasil penyidikan yang profesional dari pihaknya, ataukah ada kepentingan pribadi tersembunyi di baliknya, yang pasti sebagai Jaksa Tinggi Jawa Timur, ia paling bertanggung jawab atas penetapan Dahlan sebagai tersangka dan langsung ditahan itu.

Reaksi Jawa Pos
Ketika mengetahui pertama kali berita tentang penetapan dan penahanan Dahlan Iskan itu di internet (Kamis malam, 27/10/2016), saya pun membathin, koran-koran milik Dahlan Iskan, terutama Jawa Pos pasti akan bereaksi hebat mengenai penahanan big boss-nya itu. Jaksa Tinggi Jawa Timur Maruli Hutagalung pasti akan menjadi target utama 'pembalasan' itu, apalagi Maruli selama ini ditengarai juga punya masalah hukum (dugaan korupsi), jadi ada amunisi untuk menyerangnya.

Selama ini Jawa Pos tidak terlalu mengekspos kasus yang diduga melibatkan Maruli Hutagalung itu, tetapi begitu Kejati Jawa Timur yang dipimpinnya menetapkan Dahlan sebagai tersangka dan menahannya, saya merasa Jawa Pos pasti akan mengekspos habis-habisan kasus yang diduga melibatkan Maruli itu.

Dugaan saya itu terbukti, ketika keesokan paginya, Jumat (28/10), koran Jawa Pos terbit dengan berita utama tentang penetapan Dahlan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Kejati Jawa Timur itu, dengan judul: 'Dahlan: Saya Sedang Diincar Terus, Saya Tidak Kaget'.

Ditambah dengan informasi bahwa nyawa Dahlan bisa terancam jika ditahan di sel tahanan biasa, karena sebagai pasien transplantasi hati, ia harus selalu hidup dalam lingkungan yang bersih dan steril.

Berita itu dimuat di halaman depan paling atas, dan di bawahnya berita tentang Maruli Hutagalung yang diduga juga bermasalah dengan hukum (korupsi) menyita halaman depan jauh lebih besar, sehingga berita tentang Maruli itu justru lebih menonjol daripada berita tentang Dahlan Iskan.

Dengan memuat foto Maruli Hutagalung berukuran besar di halaman muka itu, Jawa Pos menulis beritanya judul lebih besar daripada judul berita tentang Dahlan Iskan: 'KPK Selidiki Dugaan Suap untuk Maruli'.

Menurut berita Jawa Pos itu, KPK saat ini sedang mengembangkan kasus dugaan suap penanganan korupsi bantuan sosial (bansos) si Sumatera Utara yang diduga diterima oleh Maruli Hutagalung ketika ia menjadi Direktur Penyidikan (Dirdik) Tindak Pidana Khusus Kejagung. Maruli diduga menerima suap itu dari mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudji Nugroho, agar menghentikan penyidikan kasus bansos yang sedang disidik oleh Kejaksaan Agung itu.

Untuk diingat, kasus korupsi bansos Sumatera Utara itu sempat disidik oleh Kejati Sumatera Utara, tetapi kemudian diambil-alih oleh Kejaksaan Agung yang ketika itu Dirdik-nya dijabat oleh Maruli Hutagalung, lalu kasus itu sempat tidak terdengar perkembangannya, sebelum akhirnya diambil-alih KPK, yang berhasil mengungkapkan kasus itu yang melibatkan Gatot dan istri mudanya Eva Susanti, mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella, dan pengacara kondang O. C. Kaligis. Mereka semua berjasil dipenjarakan KPK.

Ketika dikonfirmasi, Maruli membantah tuduhan telah menerima suap itu. Kata dia, ia sudah pernah diperiksa Jamwas, dan tidak ditemukan ada buktinya.

Namun demikian, KPK telah menyatakan akan terus menyelidiki kasus tersebut sebagai pengembangan dari kasus sebelumnya yang melibatkan Gatot Pudjo Nugroho csitu.

Belum cukup, di bawah berita tentang Maruli itu, Jawa Pos juga memuat pernyataan Ketua Setara Institute Hendardi tentang kinerja Jaksa Agung Prasetyo, dengan judul 'Hendardi: Jaksa Agung Tak Ada Prestasi'.

Jawa Pos, Jumat, 28/10/2016
Jawa Pos, Jumat, 28/10/2016
Keesokan harinya, Sabtu, 29 Oktober 2016, Jawa Pos kembali memuat berita utamanya di halaman depan mengenai reputasi Maruli Hutagalung, masih dengan foto Maruli berukuran besar (berbeda pose), Jawa Pos menayangkan berita itu dengan judul 'Maruli Tak Patuh Lapor LHKPN: - Harta Terlapor Hanya Rp. 2,5 miliar; ICW Desak KPK Tuntaskan Bansos' dilengkapi dengan grafis mengenai 'Jejak Maruli di kasus Suap Bansos.'

Sedangkan di bagian atas halaman depan dimuat beberapa pernyataan dari beberapa tokoh yang seluruhnya bersimpatik kepada Dahlan Iskan, mereka tidak percaya Dahlan Iskan korupsi, dan mempertanyakan langkah Kejati Jawa Timur itu. Di antaranya yang dijadikan judul berita adalah pernyataan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, dengan judul 'JK Prihatin, Tidak Percaya Dahlan Melanggar; - Kecaman terhadap Kejati Jatim Bermunculan'.

Juga ada berita tentang 'Dukungan Pengusaha hingga Wartawan' terhadap Dahlan Iskan.

Di halaman 4 yang khusus memuat rubrik Opini, Jawa Pos juga menyorot kasus hukum yang menimpa Dahlan Iskan, dengan titik berat pada kritik terhadap pihak kejaksaan:

di-j-30-2-5815dcf506b0bd4f048b4567.jpg
di-j-30-2-5815dcf506b0bd4f048b4567.jpg
di-jp-291016-5815c811589773a71994e326.jpg
di-jp-291016-5815c811589773a71994e326.jpg
Di hari ketiga (Minggu, 30/10/2016), saat tulisan ini dibuat, Jawa Pos masih memuat berita tentang kasus Dahkan Iskanitu di halaman muka korannya. Kali ini tentang pernyataan-pernyataan simpatik beberapa tokoh lagi, di antaranya pernyataan dari mantan Ketua MK Mahfud MD, dengan judul berita 'Banjir Simpati, Mulai Ulama hingga Mahmud MD'. Selain itu ada juga 'Slank Cemaskan Kesehatan Dahlan'.

Lalu, lagi-lagi dengan tayangan yang lebih mencolok Jawa Pos menulis berita tentang Maruli yang tidak pernah memperbaharui LHKPN-nya, dengan judul 'KPK Tagih LHKPN Maruli'.

di-30-5815cb3bd19273611d261830.jpg
di-30-5815cb3bd19273611d261830.jpg
di-30-mh-5815cb499b9373c455e9fb06.jpg
di-30-mh-5815cb499b9373c455e9fb06.jpg
Bagaimana dengan hari ini, Senin (31/10), apakah Jawa Pos sudah puas 'menyerang balik' pihak Kejaksaan, khususnya Kepala Kejati Jawa Timur Maruli Hutagalung itu? Jika belum, apa kira-kira materi yang akan digunakan Jawa Posuntuk serangan baliknya itu? Mari kita lihat.

Yang tetap menjadi tanda tanya bagi saya adalah jika memang benar yang dimaksud Dahlan Iskan dengan 'yang sedang berkuasa' sedang mengincarnya itu adalah pihak Kejaksaan (Kejaksaan Agung/Kejati Jawa Timur). Untuk apa mereka merasa perlu mengincar Dahlan, tentu dengan maksud untuk memenjarakannya, tetapi untuk kepentingan apa Dahlan harus dipenjarakan? Apakah memang selama ini diam-diam ada permusuhan antara Dahlan Iskan dengan Kejaksaan? Tentang apa? ****

Artikel terkait: Logika Kecurigaan Keterlibatan Jaksa Agung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun