Jawabannya: Tengok saja ke masa menjelang pilgub DKI 2012, ketika LSI juga melakukan survei dengan hasil yang ternyata bertolak belakang dengan hasil pilgub yang sebenarnya.
Salah satu hasil survei lSI yang diumukan pada April 2012 menyebutkan bahwa pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta Foke-Nara tetap unggul dengan elektabilitas mencapai 49,1 persen (hanya sedikit di bawah 50 persen + 1, apa disengaja, ya?).
Terpaut jauh di posisi kedua adalah pasangan Jokowi-Ahok yang mendapat 14,4 persen suara, disusul pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik Rachbini dengan 8,3 persen suara, seterusnya pasangan yang lainnya.
Selain itu, LSI juga merilis empat alasan mengapa Foke, calon pertahana, masih unggul untuk bersaing di Pilgub DKI 2012 itu, yakni: pertama, Foke paling dikenal pemilih (98,4 pesen). Kedua, Foke paling disukai (79,1 persen). Ketiga, sebanyak 53,4 persen dari total responden mengaku puas dengan kinerja Foke.
Keempat, meski publik kurang puas tapi Foke masih dipercaya mengatasi banjir, sampah dan macet. Jumlah responden yang masih mempercayai Foke sebanyak 38,2 persen (detik.com).
Bukan hanya itu, di laman LSI, Denny JA pun gembar-gembor bahwa Foke-Nara bakal menang mudah di pilgub DKI 2012 itu dengan hanya satu putaran saja. Beberapa iklan pun dimuat di laman itu, bahkan Denny JA sendiri pun menjadi “bintang iklannya” yang intinya meyakini bahwa Foke-Nara akan menang dalam satu putaran saja.
Kabar angin pun beredar ketika itu bahwa LSI merupakan lembaga survei pesanan Partai Demokrat (SBY) demi kepentingan memenangkan Foke-Nara.
Hal itu dibantah oleh Denny JA. Ketika diminta konfirmasinya Denny hanya bilang, kalau dituding seperti itu, dia cukup hanya tersenyum saja.
Namun, di kesempatan lain, anak buah Denny JA, peneliti senior LSI Toto Izul Fatah malah mengaku bahwa hasil survei lSI yang memenangkan Foke-Nara itu didanai oleh Foke. Sejak awal, kata dia, LSI sudah dikontrak Foke-Nara sebagai konsultan politik mereka.