Kalau korelasi antara daerah Ibu Kota dengan Pusat berjalan tidak baik, terganggu, karena tidak adanya kesamaan pandangan, tidak adanya kesamaan visi dan misi, dan tidak adanya kesamaan filosofi kerja, maka dapat dipastikan program-program kerja Presiden dapat terganggu pula. Apalagi ketika Gubernur-nya berasal dari parpol-parpol yang sejatinya merupakan oposisi dari Presiden, yang selama ini kerap mementang program-program kerja dan kebijakan-kebijakan Presiden.
Potensi gangguan korelasi tersebut berpeluang terjadi jika yang memimpin DKI Jakarta itu adalah Anies Baswedan-Sandiaga Uno, atau Agus Yudhoyono-Sylvia Murni.
Anies tak cocok dengan Jokowi dalam bekerja, maka itu Jokowi mencopotnya dari jabatannya sebagai Mendikbud. Apalagi sekarang, ketika ia telah berbalik bersekutu dengan kubu “musuh bebuyutan” Jokowi sejak Pilpres 2014 itu; Prabowo Subianto/Gerindra termasuk di dalamnya dengan Fadli Zon.
Sedangkan di balik Agus Yudhoyono ada sang ayah: SBY, Partai Demokrat dan koalisinya, yang kerap mengkritik dan mengemukakan ketidaksetujuannya dengan kebijakan, program dan cara kerja Jokowi, baik lewat akun Twitter-nya, maupun di dalam dunia nyata. Jika Agus menjadi gubernur DKI Jakarta, maka hampir dapat dipastikan ia akan berada di bawah pengaruh kekuasaan SBY.
Jika Anies, dan Agus yang gubernur, mereka akan lebih berat untuk menjalankan visi dan misi Prabowo, atau SBY, daripada visi dan misi Jokowi.
Hubungan sangat baik Jokowi dengan Ahok, baik secara pribadi, maupun kedinasan sudah cukup lama terjadi, mereka berdua pernah berpasangan memimpin DKI Jakarta, sehingga mudah untuk saling memahami.
Jokowi sudah mengetahui luar-dalamnya Ahok, yang meskipun berbeda karakter, namun visi dan misinya sama, cara kerjanya juga sama, tidak ingin berlama-lama dalam teori, laporan-laporan, rapat-rapat, dan sebagainya, tetapi langsung tancap gas langsung kerja. Bahkan saat ini pun sebagian besar kerja Ahok merupakan kelanjutan dari program kerja Jokowi ketika dia menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Dalam situasi dan kondisi korelasi seperti itu, lalu kenapa tidak kalau Jokowi lebih suka mendukung Ahok untuk gubernur DKI jakarta 2017-2022, daripada Anies Baswedan, maupun Agus Yudhoyono, meskipun secara formil pihak istana selalu menyatakan Jokowi dalam kedudukannya sebagai Presiden bersikap netral .
Lagipula kenapa Fadli Zon mempermasalahkan Jokowi mendukung Ahok, padahal sebelumnya justru Gerindra yang mengklaim Jokowi lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah menyatakan dukungannya terhadap Anies Baswedan?
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Puyono, yang mengatakan bahwa pada malam hari sebelum keputusan Gerindra dan PKS mengusung Anies Baswedan, Pratikno telah secara diam-diam melakukan pertemuan tertutup dengan Prabowo di Kartanegara, kediaman Prabowo.
Menurut Arief, kedatangan Pratikno yang diutus Jokowi untuk menemui Prabowo itu bukan untuk menghalang-halangi Anies maju sebagai calon gubernur DKI, tetapi sebaliknya, untuk menyatakan dukungannya kepada Anies. Jadi, Jokowi itu mendukung Anies, bukan Ahok.