Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Singapura pun Dahulu Melakukan Penggusuran dan Relokasi

15 September 2016   18:15 Diperbarui: 4 April 2017   18:20 6620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan relokasi warga di salah satu rumah susun di Singapura, tahun 1966

Lahan-lahan bekas pemukiman kumuh itu pun disediakan untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, infrastruktur, taman kota, dan seterusnya untuk diubah menjadi kawasan pusat bisnis, perekonomian, dan obyek wisata kelas dunia.

PM Singapura Lee Kuan Yew dengan latar belakang rumah susun yang diperuntukan bagi warga eks pemukiman kumuh/relokasi, sekitar tahun 1965. The late Mr Lee felt poor housing conditions in Singapore’s early years would negatively impact the population and focused on improving the public housing system while pushing for more green spaces. (sumber: propertyguru.com.sg)
PM Singapura Lee Kuan Yew dengan latar belakang rumah susun yang diperuntukan bagi warga eks pemukiman kumuh/relokasi, sekitar tahun 1965. The late Mr Lee felt poor housing conditions in Singapore’s early years would negatively impact the population and focused on improving the public housing system while pushing for more green spaces. (sumber: propertyguru.com.sg)
Langkah yang diambil pemerintah Singapura merelokasi penduduknya dari pemukiman-pemukiman kumuh, dan mengubah lahan-lahan yang ditinggalkannya itu menjadi pusat bisnis, taman kota, obyek wisata, infrastruktur jalan, dan sebagainya itulah yang menjadi tonggak awal perubahan Singapura dari negara dunia ketiga yang miskin menjadi negara maju dan kaya raya.

Konstruksi pembangunan rumah susun di Bukit Ho, Singapura, tahun 1960-an, dibangun untuk merelokasi warga dari pemukiman kumuh
Konstruksi pembangunan rumah susun di Bukit Ho, Singapura, tahun 1960-an, dibangun untuk merelokasi warga dari pemukiman kumuh
Kegiatan relokasi warga di salah satu rumah susun di Singapura, tahun 1966
Kegiatan relokasi warga di salah satu rumah susun di Singapura, tahun 1966
Substansi utama pembangunan tersebut adalah mengombinasikan program penyediaan rumah susun dengan angkutan publik, lapangan pekerjaan, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya, seperti ketercukupan bahan pangan.

Untuk keperluan tersebut Lee Kuan Yew mendirikan Housing and Development Board (HBD), yang di kala itu dipimpin oleh Liu Thai-Ker, seorang arsitek penata negara kota itu. Dialah yang berjasa besar mendesain pembangunan dan tata kota Singapura menjadi seperti sekarang, maka itu di Singapura dia dikenal dengan sebutan “bapak penata kota Singapura.”

Setelah 20 tahun di HDB, Liu Thai-Ker yang kini berusia 78 tahun itu dipercaya menjadi CEO dan kepala Perencana Kota di Urban Re-Development Authority (URA) Singapura. Di sini ia bertanggung jawab untuk melanjutkan pembangunan penataan negara kota seluas 719,1 kilometer persegi itu bisa mempersiapkan diri menghadapi pertambahan penduduk hingga 10 juta jiwa, atau dua kali lipat dari jumlah sekarang ini.

(YouTube.com)
(YouTube.com)
Konsep pembangunan sebuah kota dari Liu adalah warga itu sendiri. Maka, kebutuhan warga yang paling mendasar hingga pengembangan diri masing-masing menjadi fokus bagaimana kota itu dibangun.

Untuk alasan itu, penting bagi pemimpin di manapun untuk belajar tentang pembangunan kawasan urban. Terlebih saat ini pertumbuhan kota-kota di dunia begitu cepat. Dalam 10-20 tahun ke depan, lebih dari 50 persen penduduk dunia akan hidup di perkotaan.

Pimpinan kota, juga negara, harus selalu rendah hati sehingga mau terus belajar membangun kota yang baik. “Namun pemimpin harus juga bisa sangat rasional. Kebenaran adalah otoritas terbesar yang harus didengar pemimpin, terlebih kebenaran yang menyangkut hajat hidup orang warganya.”

Dengan prinsip-prinsip itu, Singapura banyak dicap orang luar sebagai negara otoriter, akan tetapi otoriter itu dilakukan dengan alasan yang jelas (wawancara Kompas dengan Liu, dimuat di harian Kompas, Senin, 5 September 2016).

Demikianlah  sekilas Singapura di masa 1960-an sampai dengan 1980-an saat dalam progres penataan kotanya, termasuk di dalamnya saat melakukan relokasi terhadap pemukiman-pemukiman kumuh yang berada di beberapa lokasi, kemudian mengtransformasi lokasi-lokasi bekas pemukiman kumuh itu menjadi pusat bisnis, rekreasi, dan lain-lain.

Pembangunan kawasan khusus bisnis, ekonomi, rekreasi, dan lain-lain itu juga menyerap tenaga kerja yang sangat banyak, mulai dari level terendah (buruh, cleaning service) sampai dengan tertinggi (direksi). Para tenaga kerja itu juga banyak yang tinggal di kawasan-kawasan pemukiman yang sejak dulu sudah disediakan itu, yang meliputi kawasan rumah susun yang didukung oleh prasarana infrastruktur dan transportasi massal yang sangat mendukung, terutama MRT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun