Potret sampah yang memenuhi Kali Besar pada Januari 2013 dan kondisi Kali besar awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Tumpukan sampah yang terbakar di Kanal Barat pada Desember 2013 dan aktivitas pembersihan sampah oleh petugas di awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Kondisi Pintu Air Manggarai yang tersumbat sampah pada Juli 2013 dan situasi Pintu Air Manggarai awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Tumpukan sampah di tepi Waduk Pluit pada November 2012 dan wajah Waduk Pluit di awal September 2016. (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Kali Sunter yang penuh sampah di bulan November 2012 dan Kali Sunter pada awal September 2016 (KOMPAS/Wawan H Prabowo)
Selain foto-foto di harian
Kompas itu, di internet pun kita bisa dengan mudah mendapatkan foto-foto perbandingan kondisi beberapa sungai/waduk yang dahulunya begitu penuh dengan lautan sampah (sampai-sampai sungainya tidak kelihatan lagi), dan di bantaran sungai/waduk yang ditutupi pemukiman ilegal dan kumuh (penghuninya juga sebagai “penyumbang” terbesar sampah-sampah itu), sehingga banyak kawasan di Jakarta yang
nota bene adalah sebuah megapolitan dan Ibu Kota Negara, menjadi kawasan yang sangat kotor, tidak sedap dipandang mata, merusak estetika dan tata desain kota, menjadikan lingkungan kota yang semrawut dengan berbagai persoalan sosial, ekonomi dan keamanan lingkungan.
Perbandingan Kalijodo sebelum dan sesudah ditertibkan (detik.com, 6 Mei 2016)
https://www.brilio.net/news/foto-foto-perbedaan-sungai-ciliwung-sebelum-dan-sesudah-relokasi-150921v.html
Bagaimana tidak banjir, lebar sungai “direklamasi”, endapan yang membuat sungai menjadi sedemikian dangkalnya. Foto: Kampung Pulo saat belum ditertibkan (Tempo.co)
Kampung Pulo saat dilakukan penertiban (jakarta.bisnis.com)
Kampung Pulo, setelah ditertibkan. Penertiban di kawasan ini belum selesai (tribunnews.com)
Foto-foto dan ulasan tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari pelaksanaan tugas berat yang harus dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta untuk menata ulang sebagian wilayah di Ibu Kota yang sudah terlanjur rusak, semrawut tidak keruan, akibat dari salah urus dari gubernur-gubernur sebelumnya, yang dengan gampangnya mengubah peruntukan kawasan-kawasan tertentu dari kawasan hijau dan resapan air, menjadi kawasan pemukiman dan bisnis, juga membiarkan selama puluhan tahun tanah-tanah negara, bantaran sungai/waduk diokupasi warga menjadi pemukiman kumuh yang penuh sesak dan tidak manusiawi.
Awal dari penataan ulang tersebut untuk mengembalikan fungsi lahan, dan sebagainya itu tidak bisa tidak adalah dengan cara menertibkan (menggusur), memindahkan (relokasi) pemukiman-pemukiman ilegal dan kumuh tersebut dari lahan-lahan yang tak seharusnya dihuni.
Pelaksanaannya tentu saja harus dan merupakan satu-satunya solusi dengan menggusur semua bangunan yang ada di atas lahan-lahan tersebut, termasuk di dalamnya adalah penertiban seluruh trotoar dari PKL-PKL.
Jadi, penggusuran yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta saat ini, mulai dari di Waduk Pluit, Kali Ciliwung, Kampung Pulo, Bukit Duri, Kalijodo, Luar Batang, sampai dengan Rawajati semata-mata demi kesejahteraan warga Jakarta sendiri secara keseluruhan, demi ketertiban dan keamanan, lingkungan yang bersih, bebas banjir dan kemacetan, dan demi pembangunan kota Jakarta sendiri sebagai sebuah Ibu Kota dan megapolitan yang moderen, asri, manusiawi, dan estetika kota yang enak dipandang.
Demikian, sebenarnya sangat jelas bahwa penggusuran-penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI jakarta pimpinan Ahok bukan asal gusur, sebagaimana yang selama ini disebarluaskan fitnahnya, diputarbalikkan faktanya, disembunyikan manfaatnya dari pengetahuan masyarakat oleh lawan-lawan politik dan pembenci Ahok; seolah-olah sedemikian kejamnya Ahok sehingga asal menggusur pemukiman kumuh dan ilegal semata-mata karena tidak suka dengan rakyat kecil/orang miskin, seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Amien Rais saat berkhotbah di sebuah masjid.
Penggusuran-penggusuran itu diikuti dengan tindakan relokasi, memindahkan warga ke rumah susun yang sangat jauh lebih layak huni daripada tinggal di pemukiman liar dan di rumah-rumah kumuh bak kandang hewan itu.
Sungai dan pemukiman kumuh di Muara Baru, Jakarta Utara (rmol.com, 19 Mei 2015)
Pemukiman kumuh di bantaran Sungai Ciliwung, sangat tidak manusiwai, juga ilegal, merusak lingkungan, penyebab banjir dan kemacetan, serta merusak estetika Ibu Kota (ANTARA/Paramayuda)
Kawasan pemukiman kumuh di Bukit Duri yang berada di aliran sungai Ciliwung (beritasatu.com)
Rumah-rumah kumuh di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, sebelum direlokasi Pemprov DKI Jakarta (detik.com)
Bandingkan dengan ini:
Rusunawa Rawa Bebek, Jakarta Timur (Foto: Edward/detikcom)
Bus Sekolah gratis dari Pemprov DKI Jakarta di Rusunawa Muara Kapuk, April 2016 (liputan6.com)
Bus Sekolah gratis di Rusunawa Marunda (liputan6.com)
(Berita Daerah – Tambora) Sejumlah murid SD bermain di halaman rumah susun (rusun) Tambora saat peresmian rusun tersebut, Tambora, Jakarta Barat, Selasa (24/2/2016). Rusun yang memliki kapasitas 549 unit tersebut merupakan satu-satunya rusun yang dilengkapi fengan lift . (ea/EA/bd-ant)
Bus TransJakarta gratis di rusunawa (sindonews.com)
Tidak hanya itu, berbagai fasilitas gratis pun disediakan Pemprov bagi mereka, diantaranya, unit apartemen yang dilengkapi mebel, tyermasuk televisi dan kompor, bus TransJakarta gratis, sekolah gratis, perawatan kesehatan gratis, antar jemput anak sekolah gratis, dan sebagainya.
Sedangkan lahan-lahan bekas pemukiman kumuh dan bangunan-bangunan liar itu pun tidak dibangun mall atau hotel sebagaimana di zaman pemprov DKI sebelumnya (yang anehnya tidak pernah diprotes oleh para lawan politik Ahok), melainkan dijadikan jalan inspeksi, dibangun RPTRA, dibangun tanggulnya, sungai/waduknya dikeruk dan diperlebar hingga kembali ke asalnya (normalisasi), dan sebagainya.
Pembangunan tanggul dan jalan inspeksi di bekas pemukiman kumuh di Kampung Pulo (rmoljakarta.com)
Bukan hanya pemukiman kumuh, Pemprov DKI Jakarta juga berkehendak untuk menertibkan juga pemukiman menengah/mewah, maupun bangunan-bangunan komersial yang dibangun di atas lahan yang seharusnya diperuntukkan untuk daerah terbuka hijau atau resapan, tetapi terkendala masalah hukumnya.
Lihat Politik Selengkapnya