Saat meresmikan Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Minggu, 21 Agustus 2016, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana tampil dengan mengenakan pakaian adat Batak.
Jokowi mengenakan pakaian adat Batak yang terdiri dari tali-tali ikat kepala atau topi khas Batak, tongkat, serta ulos. Menurut keterangan panitia itu adalah busana adat raja Batak.
Sudah merupakan kebiasaan Jokowi sejak ia menjadi Presiden saat mengunjungi daerah-daerah dengan acara khusus tertentu yang berkaitan dengan pembangunan daerah itu, seni budaya, dan pariwisata daerah tersebut, ia selalu mengenakan pakaian adat daerah setempat. Mulai dari ujung Indonesia paling timur di Papua sampai dengan ujung Indonesia paling barat di Aceh.
Kebiasaan Presiden Jokowi tersebut menunjukkan bahwa ia benar-benar sangat menghargai nilai-nilai budaya dan adat-istiadat setempat. Seunik atau “seaneh” apapun bentuk, model, dan motifnya bagi orang yang bukan berasal dari suku yang memiliki adat dan budaya tersebut, Presiden Jokowi dengan senang hati memakainya.
Oleh karena itu sungguh sangat memprihatinkan ketika apresiasi tinggi Presiden Jokowi itu justru direspon dengan olok-olok dan penghinaan terhadap dirinya yang notabene adalah seorang Presiden, yang dilakukan oleh orang-orang tertentu di media sosial.
Andi Redani Putribangsa dan Nunik Wulandari II adalah dua orang yang telah mengolok-olok dan menghina Presiden Jokowi di akun Facebook mereka. Mereka mengunggah foto-foto Presiden Jokowi saat mengenakan busana adat Batak di peresmian Karnaval Pesona Danau Toba di Balige tersebut di atas, lalu menulis kalimat-kalimat yang sangat menghina Jokowi.
Akibat perbuatannya itu dua orang pengagum Prabowo Subianto yang rupanya belum bisa move on semenjak Prabowo dikalahkan Jokowi di pilpres 2014 itu harus menanggung resikonya. Mereka dilaporkan ke polisi dengan tuduhan telah melakukan penghinaan bukan hanya kepada Presiden, tetapi juga masyarakat adat Batak.
Pelapornya adalah Ketua Aliansi Masyarakat Luat Pahae, Lamsiang Sitompul. Laporannya tertanggal 23 Agustus 2016 ke Polda Sumatera Utara itu kini sudah ditindaklanjuti Polisi. Lamsiang Sitompul menilai tindakan kedua orang itu bukan hanya telah menghina Presiden Jokowi, tetapi juga telah menghina dan menginjak-injak harkat, martabat dan harga diri Suku Batak.
Melihat meme-meme yang dibuat oleh Andi dan Nunik tentang Jokowi dengan busana adat Bataknya itu, saya sepakat bahwa apa yang dilakukan kedua orang tersebut sudah sangat keterlaluan, jauh melewati batas kepatutan, kesopanan, dan etika. Memang itu sudah merupakan olok-olok dan penghinaan yang tidak boleh ditoleransi lagi, harus diproses hukum, siapapun korbannya, apalagi Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia.
Kebebasan berekspresi itu ada batasnya, kritik kepada Presiden pun boleh sekeras apapun, berkreatifitas dengan meme lucu yang bermuatan kritik kepada Presiden juga boleh-boleh saja, tetapi harus juga bisa dibedakan antara mengritik dengan menghina.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kritik” adalah: kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Sedangkan,
“Menghina” adalah:1 merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting); 2 memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki, menistakan).
Kritik itu sifatnya mengoreksi, memberitahu kesalahan seseorang, dan memberi solusinya dengan cara-cara yang beretika. Sangat berbeda dengan menghina, itu hanya merupakan ungkapan dalam bentuk tulisan, lisan, dan/atau gambar yang sifatnya hanya mengejek, merendahkan, menertawai kekuarangan fisik seseorang.
Demikianlah dengan meme-meme yang dibuat oleh Andi Redani Putri Bangsa dan Nunik Wulandari II tersebut di atas, inilah meme-meme yang mereka buat tentang Presiden Jokowi dengan busana adat Batak tersebut:
Tapi anehnya, media sebesar Tempo.co, malah menganggapnya tindakan Andi Redani dan Nunik Wulandari II itu hanya merupakan kritik.
Tempo menulis, tampilan Jokowi dengan busana adat Batak tersebut menjadi ramai karena adanya kritik netizen terhadapnya, kritik tersebut kemudian dipermasalahkan, bahkan dipolisikan.
Tempo menggunakan kalimat: “Bahkan sampai dipolisikan”, seolah-olah tindakan memolisikan dua pelaku penghina Presiden Jokowi itu berlebihan, karena sebenarnya itu hanyalah kritik mereka kepada Presiden Jokowi, kok sampai dilaporkan ke polisi.
Seolah-olah untuk membenarkan “kritik” itu, Tempo memuat pula hasil wawancaranya dengan seorang tokoh masyarakat Kabupaten Samosir, Wilmar Simanjorang, yang menyatakan ada kesalahan dalam busana adat Batak yang dikenakan Jokowi, terutama topi dan rambut palsunya, itu, katanya, bukan topi adat untuk raja Batak.
Benar-tidaknya pendapat tokoh adat Batak itu tidak ada relevansinya dengan meme-meme yang dibuat oleh Andi dan Nunik itu.
Kalau pun memang busana adat Batak yang dikenakan Jokowi itu ternyata salah, apakah yang salah Jokowi, pantaskah Jokowi yang disalahkan, apalagi diolok-olok, dihina sampai seperti itu?
Pendapat yang disampaikan tokoh adat Batak yang diwawancarai oleh Tempo termasuk kritik, masukkan, tetapi apa yang dilakukan kedua orang itu sama sekali bukan kritik, tetapi benar-benar penghinaan.
Demikian kesan yang muncul saat membaca tulisan Tempo.co, yang membahas mengenai kasus ini. Tempo.co antara lain menulis:
"Penyematan perangkat adat Batak itu terdiri dari talitali ikat kepala atau topi khas Batak, tongkat, serta ulos untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, acara adat itu justru menuai kritik di media sosial. Kritik terutama tentang topi raja yang dikenakan Presiden Jokowi disertai rambut palsu (wig) warna putih. Bahkan, pengkritik sampai diadukan ke polisi."
Sekarang, meme-meme itu sudah dihapus dari Facebook mereka, tetapi itu tidak ada gunanya, karena meme-meme mereka itu sudah terlanjur menjadi viral di media sosial dan media berita daring. Meskipun demikian keduanya masih menayangkan penghinaan-penghinaan lainnya kepada Jokowi di akun Facebook masing-masing.
Andi Redani Putribangsa, misalnya, di tanggal 25 Agustus 2016 menayangkan foto orang yang sedang memegang selembar kertas bertuliskan : "No Jokowi, No Komunis.”
Seperti yang saya sebutkan di atas, Presiden Jokowi adalah presiden yang benar-benar ingin mewujudkan pemerataan pembangunaan di seluruh Indonesia, tidak hanya terpusat di Jawa, seperti yang selama ini terjadi, sejak Republik ini merdeka.
Jika presiden-presiden lebih banyak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, tidak demikian dengan Jokowi. Boleh dikatakan, dia adalah presiden pertama negara ini yang paling sering dan paling banyak melakukan kunjungan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, dari ujung timur sampai ke ujung barat, terutama ke daerah-daerah yang selama ini tertinggal pembangunannya, yang potensi-potensi perekonomian dan pariwisatanya besar, tetapi selama ini justru sangat kurang diperhatikan pemerintah pusat.
Jokowi adalah Presiden yang pertama yang memilih begitu dilantik tak lama kemudian melakukan kunjungan kerja pertamanya ke Papua. Dilantik pada 20 Oktober 2014, dua bulan kemudian Jokowi sudah mengunjungi Papua. Jokowi melakukan ini karena ia tahu Papua merupakan daerah yang paling tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain, padahal Papua mempunyai kekayaan alam yang sangat luar biasa, tetapi sangat kurang diperhatikan pembangunan dan kesejahteraan penduduknya.
“Saya akan sering hadir di Papua”, ucap Presiden Jokowi dalam kunjungannya, ketika hadir di Gelanggang Olahraga Waringin, Jayapura, 27 Desember 2014.
Janji Jokowi kepada rakyat Papua itu benar-benar direalisasikannya, belum genap dua tahun menjadi Presiden, Jokowi sudah melakukan kunjungan kerjanya ke Papua sebanyak empat kali. Di setiap kunjungan kerjanya itu Jokowi selalu membawa ide-ide pembangunan untuk Papua yang segera direalisasikan tak lama sesudahnya, seperti pembangunan jalan Trans-Papua, pembangunan rel kereta api, dan sebagainya.
Berikut ini adalah foto-foto ketika Presiden Jokowi berkunjung ke berbagai daerah dan mengenakan busana/simbol adat dan kebudayaan setempat:
Di Papua/Papua Barat:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H