Sedangkan,
“Menghina” adalah:1 merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting); 2 memburukkan nama baik orang; menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki, menistakan).
Kritik itu sifatnya mengoreksi, memberitahu kesalahan seseorang, dan memberi solusinya dengan cara-cara yang beretika. Sangat berbeda dengan menghina, itu hanya merupakan ungkapan dalam bentuk tulisan, lisan, dan/atau gambar yang sifatnya hanya mengejek, merendahkan, menertawai kekuarangan fisik seseorang.
Demikianlah dengan meme-meme yang dibuat oleh Andi Redani Putri Bangsa dan Nunik Wulandari II tersebut di atas, inilah meme-meme yang mereka buat tentang Presiden Jokowi dengan busana adat Batak tersebut:
Tapi anehnya, media sebesar Tempo.co, malah menganggapnya tindakan Andi Redani dan Nunik Wulandari II itu hanya merupakan kritik.
Tempo menulis, tampilan Jokowi dengan busana adat Batak tersebut menjadi ramai karena adanya kritik netizen terhadapnya, kritik tersebut kemudian dipermasalahkan, bahkan dipolisikan.
Tempo menggunakan kalimat: “Bahkan sampai dipolisikan”, seolah-olah tindakan memolisikan dua pelaku penghina Presiden Jokowi itu berlebihan, karena sebenarnya itu hanyalah kritik mereka kepada Presiden Jokowi, kok sampai dilaporkan ke polisi.
Seolah-olah untuk membenarkan “kritik” itu, Tempo memuat pula hasil wawancaranya dengan seorang tokoh masyarakat Kabupaten Samosir, Wilmar Simanjorang, yang menyatakan ada kesalahan dalam busana adat Batak yang dikenakan Jokowi, terutama topi dan rambut palsunya, itu, katanya, bukan topi adat untuk raja Batak.
Benar-tidaknya pendapat tokoh adat Batak itu tidak ada relevansinya dengan meme-meme yang dibuat oleh Andi dan Nunik itu.
Kalau pun memang busana adat Batak yang dikenakan Jokowi itu ternyata salah, apakah yang salah Jokowi, pantaskah Jokowi yang disalahkan, apalagi diolok-olok, dihina sampai seperti itu?