Tentu saja prosedur ini tidak bisa ditempuh jika Jokowi masih menginginkan jasa Arcandra di pemerintahannya dalam waktu dekat ini, sedangkan untuk menduduki jabatan tersebut harus seorang WNI. Waktu minimal 5 tahun itu juga sudah melewati masa jabatan Presiden Jokowi saat ini.
Maka itulah solusi yang digunakan adalah menggunakan Pasal 20 UU Nomor 12 Tahun 2006 tersebut.
Pasal ini menentukan bahwa orang asing yang berjasa besar bagi negara atau demi kepentingan negara dapat diberi kewarganegaraan Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan DPR.
Kutipan lengkap Pasal tersebut:
Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.
Pertanyaannya adalah seberapa besar jasa yang telah diberikan Arcandra kepada negara ini, dan seberapa penting Arcandra bagi Indonesia sehingga kewarganegaraan Indonesia layak diberikan kepadanya melalui ketentuan Pasal 20 itu?
Jawaban atas pertanyaan ini tentu akan beraneka ragam tergantung sudut pandang mana yang dipakai, dan kepentingan politik apa yang berada di balik pihak-pihak. Apalagi untuk menempuh proses ini diperlukan juga pertimbangan DPR yang terdiri dari banyak parpol dengan aneka macam kepentingan politiknya.
Apakah bisa dijamin DPR akan memuluskan maksud Presiden memberi kewarganegaraan RI kepada Arcandra dalam rangka memberi dia jabatan menteri ESDM kembali?
Maka bisa jadi kegaduhan politik baru akan mencuat lagi jika Presiden Jokowi berinisiatif memberi kewarganegaraan Indonesia kepada Arcandra dengan menggunakan Pasal 20 itu guna mengangkatkannya kembali menjadi Menteri ESDM.
Lawan-lawan politik Jokowi, terutama di DPR, akan membuat kegaduhan baru yang bisa jadi skalanya lebih besar dan lama daripada sekarang.
Mereka akan mempermasalahkan terlebih dahulu kenapa Istana bisa kecolongan seperti itu, sehingga Presiden melantik seorang WNA sebagai menterinya?!